; constelattion, just heartbreak [andromeda series]

90 11 0
                                    


Months after Jungkook Lintang and Taehyung Biru Laut get together.

;

Jungkook tak pernah paham bagaimana dunia ini bekerja, tapi jelas ia tak pernah merasa cukup bahagia karenanya.

Kafe ini begitu sunyi, isinya hanya beberapa teman disabilitas yang sedang sibuk mengurusi urusan masing-masing. Letaknya yang lumayan jauh dari UGM membuatnya meringis, ia menyukai tempat yang tak ramai, tapi please God helps us all, bensin motor itu harganya tak pernah membuat damai. Ia hanya terduduk, menikmati sewadah nachos berselimut mozarella terenak di kota (dengan level uang sakunya yang minim). Meratapi nasib.

Sungguh, ia tak berharap macam-macam. Yang ada di pikirannya juga dia tak ingin menyabotase Taehyung, si pria yang digemari semua wanita. Taehyung bukanlah Don Juan, dia juga tidak tebar pesona. Dia hanyalah pemuda yang atraktif, yang gemar mendengarkan dan mempunyai suara sedalam palung. Justru yang tidak bisa Jungkook keluarkan dari kepalanya adalah masa lalu pacarnya.

Hey, you want some help? Seorang waiter menghampirinya, menggunakan sign language untuk bertanya kepada Jungkook. Jungkook membalas dengan sign language juga, sembari bergumam keras. Pemuda di depannya tertegun, kemudian tersenyum sembari meminta maaf.

"Maaf, aku kira kamu tuli," katanya pelan. Meringis sembari membungkuk sedikit, membuat Jungkook hanya terkekeh.

"Enggak papa, kebetulan aku sering banget main ke sini dari lama, terus belajar bahasa isyarat sama Mas Wongso," jawabnya simpel, tak mau membuat suasana menjadi canggung. "Oh ya, mungkin segelas espresso lagi?"

"You want another one?" pekik kecil sang waiter. Ia menggeleng kecil, "Kalau aku boleh lancang, kusaranin jangan. Kamu udah minum dua gelas. Orang yang enggak pernah mag aja pasti tetep gila kalau minum banyak."

Hanya hela napas yang menjadi balasan, Jungkook mengharapkan untuk bisa minum amer atau semacamnya. Kalau pergi ke sekre sekarang, mungkin di sana ada beberapa botol oplosan dan mungkin saja, Mas Yongki sanggup membuatnya baikan dengan cerita-cerita tolol agamanya. Namun, sekarang tak ada energi untuk pergi ke mana-mana. Pergi ke kafe ini pun ia tidak mandi atau mengoles lip balm.

"Aku ... cuma pengin mabok, kalau bisa sakit, sih ...," celetuknya ngasal, tak peduli pemuda di depannya. Sang waiter ber-name tage Skala itu terdiam, kemudian memilih untuk duduk. Jungkook melanjutkan dengan pandangan menerawang, "How do you feel, to be not the first for someone, but you're actually the first for them?"

"You talking about your partner?"

"Nah, just ... asking."

Skala melihat bagaimana kilatan mata Jungkook yang terluka, seperti retina cantik itu pecah berkeping-keping. Kilaunya mulai membulir, membasahi ujung matanya yang sayu. "Jangan nangis, aku bukan tipe cowok yang suka lihat orang lain nangis."

"Hey, don't be rude," Jungkook menyela, kerut di hidungnya yang lucu membuat Skala tergelak. "Aku ..., I'm emotionally never been settled. I've always been afraid to open up to someone because I don't want to hurt them. Jujur, aku enggak pernah ngerasa aku worth having, worth to fighting for, or just ... pokoknya aku nobody." Di sini ia terisak, menutupi wajahnya. Pecah sudah air mata yang beberapa hari ini ia tahan. "Aku enggak pantes untuk siapa-siapa and I knew it, I've always knew it."

Skala menghela napas, permasalahan cinta. Kalau saja pemuda di depannya ini punya masalah lain, mungkin ia bisa take a chance to give him a hug or something. "Jungkook, sori, aku tau nama kamu dari Mas Wongso. Jujur, entah apa kamu bakal percaya omongan satu orang di depanmu ini atau enggak, tapi kupikir kamu enggak bakal percaya because your heart told you so. Menurutku, kamu atraktif. Jujur, kamu atraktif. Since the first minute that I saw you, I know you're different. Kamu baca buku-buku yang kubaca, kamu enggak peduli pendapat orang tentang musik yang berkelas, but you awesomely always humming to Taylor Swift's songs. Kamu suka make baju yang rapi, cukup rapi aja and it gives me smiles, tanpa aku sadari. Menurutku, kamu cantik, and your partner must be told you the same thing. Kamu pasti ngerasa dia bilang kayak gitu hanya karena dia pacar kamu, tapi dia pasti jujur, sama kayak aku."

Iya, memang, pujian atau apa pun menurut Jungkook adalah hal yang fana. Ryujin pernah bilang, mungkin ini efek karena Jungkook sangat kurang terbuka dengan semua orang dan selalu memprioritaskan skenario terburuk. Iya, Jungkook mengira pujian hanyalah omongan orang untuk menutupi rasa bangga hati mereka karena melihat orang lain di bawahnya. Iya, Jungkook mengira orang akan berkata manis hanya untuk membuatnya tetap tinggal dan mengurus mereka. Iya, Jungkook tak pernah tahan bercerita kepada orang lain, terutama yang dikenal karena ia tahu betapa merepotkannya dirinya.

Skala melanjutkan dengan kekeh pelan yang membuat tubuh jangkungnya bergerak kecil, "I'm assuming she has a talent, to know someone like you."

Jungkook menggeleng, wajahnya sedikit memerah ketika ia hendak menjawab kalimat sederhana dari Skala. "Um ..., it actually boyfriend. Kating aku, just years above."

Mungkin kalau bisa diberi SFX, suara petir dan patahnya hati terdengar begitu dramatis, membuat Skala kelu. Sial, ia benar-benar melewatkan sesuatu yang begitu cantik. Seseorang yang begitu menawan, tanpa tahu di mana letak menawannya. Seseorang yang begitu rapuh seperti angin malam, terempas keringnya ombak dan helaian sepi.

;

Fluorescent Adolescent; drabblesWhere stories live. Discover now