#1

184 30 18
                                    

Seorang gadis melangkahkan kaki jenjangnya, bersatu dengan para manusia meski sebenarnya, ia bukan termasuk bagiannya. Layaknya seekor semut yang bergabung dengan koloni lain, begitulah yang Tzuyu lakukan.

Bukan hal mudah memang, hidup di dunia yang tak adil untuknya. Namun, ia masih bisa bersyukur sebab usianya bisa menginjak ratusan tahun. Biasanya, para siluman sepertinya hanya bertahan sebentar karena di era modern, manusia mulai memburu mereka.

Alasan pemburuan para siluman ekor 9 itu sederhana. Mereka hanya menginginkan satu tetes darah untuk dijadikan obat. Padahal, menurut Tzuyu itu salah besar. Sebab, delima merah yang ada di jantung mereka lah yang sebenarnya bisa dijadikan obat, bukan dari darah.

Tzuyu menurunkan kacamata hitamnya, menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya tak salah. "Gumiho yang lain? Ah, andwae. Itu golongan putih."

Gadis itu mulai panik, mencari tempat persembunyian meski tetap saja ia akan tertangkap. Masalahnya, kini ia sedang jadi incaran para gumiho golongan putih. Andai ia tak kabur demi menolak perjodohan, ia takkan berakhiran seperti ini.

Tzuyu bisa bernapas lega sejenak saat menemukan sebuah mobil terparkir di tepi jalan. Ia berkali-kali mengucap syukur karena dewi fortuna memihaknya. "Astaga, hampir saja."

Tzuyu mengintip, kembali bersembunyi saat pria dengan pakaian serba putih itu mendekat. Ia bahkan sampai menutup mulut agar tak ketahuan. Ia harap aroma parfumnya tak tercium. Apalagi, gumiho golongan putih benar-benar berada di tingkat paling atas. Mustahil jika indera penciuman mereka lemah.

Tzuyu kembali mengangkat tubuhnya, menengok ke belakang untuk memastikan kali ini ia benar-benar aman. Namun, ia segera berteriak begitu netranya bertatapan dengan seorang pria. Catat! Pria.

Keduanya sama-sama berteriak. Namun, dengan cepat Tzuyu menutup mulut pria itu.

"Diamlah," ancam Tzuyu. Dengan polosnya, pria itu mengangguk, menatap Tzuyu dengan penuh ketakutan. Namun, ia segera melepas tangan Tzuyu dari mulutnya saat sadar. Tak hanya itu, ia juga sampai menyilangkan tangan di dada.

Tzuyu tentu saja geram. "Yak! Kau pikir wanita akan melecehkan pria? Itu terbalik."

"Di dunia saat ini tidak ada yang tidak mungkin. Turun dari mobilku. Kau penguntit ya? Atau, kau pencuri?"

Tzuyu berdecak. Ia kesal sebab pria itu justru menuduhnya yang bukan-bukan. Padahal, ia hanya ikut bersembunyi sebentar.

Gerutuan itu masih dirapalkan Tzuyu. Gadis itu mempercepat langkah, segera pulang agar tak tertangkap. Tidak lucu seandainya ia tertangkap dan dijodohkan dengan gumiho tua itu.

Ah lupa, aku juga sebenarnya tua, batin Tzuyu kemudian memukul dahinya. Ia selalu lupa sudah berapa lama ia ada di dunia. Ia terlalu bersenang-senang hingga lupa berapa banyak waktu yang ia gunakan demi menunggu santapan utamanya.

Tzuyu menekan password pada pintu, bersyukur karena ia bisa secepatnya tiba di rumah. Ia sebenarnya kecewa karena tak bisa pergi ke supermarket. Namun, tak apa, daripada ia tertangkap, lebih baik ia mengurungkan niat untuk berbelanja.

"Eotte? Kau menemukan diskonnya?"

Tzuyu meletakkan tas selempangnya. Kemudian, membanting tubuh pada sofa. "Aku tidak dapatkan apa pun."

"Apa?! Yak! Aku sudah katakan untuk membeli boneka di sana, Tzuyu. Kau ... Tidak sayang pada keponakanmu ini? Dia ingin ibunya memeluk boneka sapi."

Tzuyu mengembuskan napas sembari menggulir bola matanya. Ia hampir dalam bahaya dan wanita dengan dress hamil berwarna abu-abu itu malah mengomel. "Nanti saja aku belikan, atau jika perlu, minta suamimu saja."

Don't TouchWhere stories live. Discover now