#23

43 12 43
                                    

"Kau tau cara melihat benang merahnya?"

Sejak tadi gadis dengan balutan dress hitam itu terus mengekori Junho. Sepulang dari rumah sakit, Tzuyu malah memilih mengganggu pria yang seharusnya menikah dengannya itu hanya demi mencari tahu soal benang merah.

"Sudah kukatakan, hanya Mago yang bisa melihatnya."

Tzuyu berdecak kemudian mencebik. Dia lantas duduk pada undak tangga yang ada di perpustakaan yang didominasi warna putih itu. "Kau tidak bisa membujuk mereka? Atau setidaknya tunjukkan jika kau calon pemimpin negeri Gu yang sesungguhnya."

"Aku tidak bisa mencampuri urusan manusia meski menggantikan ayahku." Pria itu meraih buku dengan sampul berwarna hijau tosca kemudian menghampiri Tzuyu. "Mungkin kau bisa menemukan jawaban di sini."

"Ini ...."

Pria itu duduk di samping Tzuyu kemudian membuka bukunya. Memang itu merupakan buku sihir yang tak boleh jatuh ke orang sembarangan. Namun, rasa cinta itu membuat Junho memberikannya dan siap menerima konsekuensi apa pun nantinya.

"Ani, aku tidak mau berhutang budi." Tzuyu mengembalikan buku itu kemudian beranjak. "Apa sungai ajaib tidak bisa membantuku?"

Junho menggeleng kemudian ikut berdiri dari duduknya. Dia kemudian berjalan menuju rak dan meletakkan kembali buku mantranya. "Semua itu hanya bisa dilihat Mago karena bisa saja dunia tidak seimbang jika semua orang bisa melihat benang mereka masing-masing."

"Aku tidak mungkin membiarkannya mati."

Junho tersenyum lalu membalikkan tubuhnya. "Kau mencintainya?"

"Aniyo, aku hanya menjaga agar makananku tersedia sampai pria itu melakukan reinkarnasinya." Tzuyu menghela napas. Sepertinya memang sia-sia saja. Dia harus meminta bantuan Mago jika begini. "Kalau begitu, aku permisi." Tzuyu membungkukan sedikit tubuhnya kemudian pergi dengan cara teleportasi.

"Kau mencintainya, Tzuyu. Untuk kali pertama seseorang mendapatkan perhatian darimu. Bahkan untuk hal kecil," gumam Junho kemudian melangkah pergi meninggalkan perpustakaan itu. Namun, langkahnya terhenti saat mendapati seorang Mago di sana, tersenyum dengan ramah padanya.

"Aigo, apa dia semakin sering kemari?"

Junho tersenyum. "Ini ... Rahasia ya."

"Dia masih belum berani menemuiku sepertinya. Boleh kutitipkan ini? Berikan padanya jika dia kemari," ujar Mago tersebut sembari memberikan sebuah kotak kecil pada Junho. "Tolong berikan padanya."

"Ah, baiklah, akan kuberikan padanya nanti."













Tzuyu mengaduh kala Hyunjoo mulai memukulinya. Padahal dia baru saja pulang dari rumah sakit dan sang sahabat malah memukulinya sembari menangis. "Aku baik-baik saja."

"Apa kau tidak tahu bagaimana khawatirnya aku? Kau terluka parah dan tidak bisa bangun."

"Eonni, aku sungguh baik-baik saja. Kemarin aku hanya terkena sihir gumiho hitam."

Tzuyu terkekeh kala Hyunjoo meeluknya. Dia sangat mengerti mengapa sang sahabat seperti ini. Selain karena dirinya yang hampir saja tiada, Hyunjoo juga tak bisa menemaninya karena harus menjaga bayinya.

"Ke depannya, jangan melawan mereka lagi."

"Apa yang harus kulakukan? Itu juga tugasku," ujar Tzuyu kemudian menyeka air mata Hyunjoo. "Kau jadi jelek dan semakin jelek jika begini."

"Aku sungguh akan datang dan membantumu jika kau melakukannya lagi."

"Bagaimana jika kau terluka? Tidak boleh. Siwoo membutuhkanmu," ujar Tzuyu kemudian menarik kursi di meja makan dan menyantap anggur hijau yang selalu tersedia di sana. "Ah ya, sihir gumiho hitam yang tingkatnya lebih tinggi benar-benar gila. Dia bisa memanipulasi ingatanku."

Don't TouchOnde histórias criam vida. Descubra agora