#27

61 10 33
                                    

"Aku belum menemukan pria seperti dia." Di dekat jendela ruangannya, Tzuyu berdiri. Kali ini dia sudah mengganti bajunya menjadi dress hitam panjang serta rambut yang dia cepol. Jangan lupakan soal make up-nya yang membuat karyawannya berpikir atasan mereka baru pulang dari pemakaman.

Tzuyu menyesap teh yang menemaninya. Tadinya dia ingin wine atau sampanye, tapi dia sedang butuh sesuatu yang menenangkannya, dia memilih secangkir teh hangat untuk menemaninya melamun.

Tzuyu masih bertanya-tanya soal benang merah itu. Satu hal yang membuatnya agak bingung adalah saat gadis itu datang dan meminta pertanggungjawaban dari Jungkook. Jika memang itu anak mereka, bagaimana bisa Jungkook tak mengakuinya? Namun, dari perlawanan pria itu tadi, jelas mereka memang tak pernah melakukan apa pun.

"Ah, kamchagiya!" Tzuyu menjatuhkan cangkir itu, membuat karpet yang ada di ruangannya kotor. Tentu, ini membuat Tzuyu mengembuskan napas kesal. "Setidaknya ketuk pintu dulu sebelum masuk. Ini karpet mahal."

Tzuyu melangkah kemudian meraih sekotak tisu. Dia mulai mencoba membersihkan karpet juga bagian bawah dress-nya yang ikut terkena teh. "Kau mau meledekku setelah memberikan sebuah gunting tanpa penjelasan?"

Mago yang menemuinya kali ini terdenyum kemudian ikut merendahkan tubuhnya. "Kau tidak bertanya."

"Ya ya ya, anggap saja itu memang salahku karena tak bertanya." Tzuyu mengembuskan napas lega kala nodanya bisa dibersihkan meski tetap memberikan jejak. "Jadi ... Mengapa kau memberikan gunting?"

"Sederhana, untuk memutus sesuatu," jawab Mago itu diakhiri senyum. Dia kemudian meletakkan setangkai bunga yang jelas, semakin menyulut rasa kesal Tzuyu.

"Sekali-kali, berikan sekotak uang atau berlian."

"Simpan saja, kau akan sangat berterima kasih karena aku memberikannya."

Rasa kesal Tzuyu terasa sangat bertingkat. Bagaimana tidak? Dia tak bisa melampiaskan rasa marahnya pada Mago juga tak tahu apa makna bunga yang kini bersamanya. Dari sekian banyak bunga yang selalu dia terima, baru bunga ini yang terasa asing baginya.

"Kenapa mirip dengan bunga kehidupan?" gumam Tzuyu sembari memerhatikan bunga itu. Dia pikir bunga yang kembar dan cukup membingungkan hanya sebatas bunga kehidupan dan bunga pemikat. Ternyata kembarannya masih ada. "Wah ... Apa mereka ingin aku jadi juara dalam lomba cerdas cermat? Sekarang aku juga perlu menebak bunganya?"

Sementara itu, Jungkook berada di kamarnya. Dia terus mondar-mandir sembari memegang kepala belakangnya yang terasa sakit. Sesekali dia tertawa bak orang gila karena merasa hidupnya cukup lucu.

"Sekarang apa lagi?" gumamnya kemudian mengacak rambut. Dia benar-benar tak mengerti dengan hidupnya. Tak cukup dengan kemampuan mendadak serta seorang wanita yang mengatakan padanya bahwa dia bukan manusia biasa. Sekarang dia malah kembali mendengar hal tak masuk akal yang lain. Apa? Gumiho? Bagaimana bisa Tzuyu mengaku dia seorang gumiho?

Jungkook tertawa. "Wah ... Apa dia sedang mencoba menghiburku? Tapi dia tiba-tiba menghilang dan muncul lagi. Mana bisa manusia melakukannya dengan cepat."

Jungkook melangkah menuju dapur. Dia perlu sesuatu untuk menjernihkan pikirannya. Entah kopi atau teh. Dia perlu membuatnya. Bahkan pengakuan Tzuyu lebih mengejutkan dibanding pengakuan Yujin.

"Makin kupikirkan makin tak masuk akal," gumamnya.

***

Tzuyu mengedarkan pandangannya kemudian memutar malas matanya. Dia bisa merasakan ini bukan ingatannya seperti yang biasa dia lihat setiap tidur. Latar tempat yang merupakan masa modern, serta kondisi otaknya yang 100% sadar, membuat Tzuyu yakin ini bukan sepenuhnya mimpi meski dirinya memang sedang tertidur.

Seakan berada di jalanan, Tzuyu merasakan dingin mulai dia rasakan. Dia melangkah, tersenyum saat indera penciumannya menangkap aroma roti yang berasal dari salah satu toko yang berada tak jauh dari tempatnya berada.

"Jika bukan mimpi, lalu ini apa?" gumamnya sembari mencari tahu. Hingga pergerakan cepat dari orang-orang sekitarnya, menjadi jawaban. Matanya kini tertuju pada seorang pria dengan balutan mantel abu-abu yang terlihat sangat menghangatkan. Pria itu tersenyum dengan hangat sembari melambaikan tangan.

Bahkan meski beberapa orang ada di sana, Jungkook adalah satu-satunya orang yang dia lihat. Apa artinya?

Tzuyu menoleh saat ekor matanya menangkap seseorang berdiri di sampingnya. Masalahnya, pakaian yang digunakan Mago itu terlalu mencolok. Makanya Tzuyu langsung menoleh. "Ah ... Jadi kau yang membuatku berada di sini?"

"Jika kau menginginkan sesuatu, maka kau harus melepaskan sesuatu."

Tzuyu menghela napas. Menurutnya, ucapan Mago tak ada kaitannya dengan hal yang dia alami sekarang. "Kalian memang sangat suka dengan tema-teki."

"Jika kalian diberi tahu jawabannya secara langsung, kalian sebagai manusia tidak akan berusaha lebih keras untuk tahu hasilnya." Mago itu tersenyum, memberikan kode agar Tzuyu kembali menatap Jungkook. Selanjutnya, dia kembali pergi, meninggalkan 2 jiwa itu bersama, seperti apa yang pernah dirinya janjikan pada salah satunya.

Tzuyu membulatkan mata kala melihat benang merah di jari manis Jungkook. Tadinya memang terlihat samar. Namun, lama-kelamaan dia bisa melihatnya dengan sangat jelas.

"Tunggu, apa ini sungguhan?" gumamnya sembari menatap tangannya. Benang merah mereka benar-benar terhubung. Dia kembali menatap Jungkook yang tanpa dia sadari sudah berada tepat di depan matanya dan tersenyum.

"Aku rasa tidak perlu memberikan bunga padamu, kau bisa membuat bunganya malu karena lebih cantik dari mereka."

Ucapan itu terdengar seakan diucapkan oleh 2 orang. Secara bergantian, Tzuyu melihat Jungkook masa modern dengan Jungkook masa lalu yang ada dalam mimpinya.

"Jika aku benang merahnya, kenapa Mago memberikan sebuah gunting? Apa aku harus memutuskannya?" gumam Tzuyu dalam hatinya. Rasa dalam hatinya benar-benar campur aduk. Artinya Jungkook adalah benar-benar orang yang dia cintai. Juga, alasannya tak pernah bisa mencintai siapa pun. Namun, gunting itu menjelaskan dengan jelas bahwa mereka memang harus terpisah. Dia tak mau itu terjadi.

Jungkook tersenyum saat Tzuyu memeluknya dan mulai menangis. "Aku kembali, seharusnya kau bahagia, bukan menangis."

Tzuyu tak bisa lagi mengeluarkan apa pun yang dia rasakan lewat bibirnya. Dia terisak, dalam dekap pria yang juga selalu menenangkannya ribuan tahun lalu. Fokus pada rasa dendamnya, tentu saja membuat Tzuyu sangat merindukan pria itu. Dia merasa bersalah karena tak menunggunya sama sekali.

"Baiklah, ke depannya aku akan menyimpan suratnya lebih awal. Bagaimana?"

Dari kejauhan, Mago itu tersenyum. Dia merasa Tzuyu harus tahu lebih cepat agar bisa menyelesaikan tugasnya dengan cepat. "Setelah ini dia mungkin tidak akan mudah teralihkan."

Tzuyu benar-benar merasa bersalah karena bahkan setelah sangat dekat pun, dia tak mengenali pria itu. Ada sedikit rasa menyesal karena dia mengganti ingatannya dengan usia agar bisa balas dendam dan melupakan Jungkook dengan mudah.

"Apa ini yang dimaksud Mago? Melepaskan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Aku perlu melepas Jungkook?" gumamnya dalam hati. Dia pikir ingatan berharganya yang menggantikan pembalasan dendamnya. Ternyata tidak. Jika seperti ini, dia malah merasa berat untuk melakukannya. Meski hatinya masih belum sepenuhnya merasakan lagi cinta itu, tetap saja dia tak mau jika harus melepas pria itu.

***

18 Sep 2023

Don't TouchWhere stories live. Discover now