chapter 2

183 38 0
                                    

hari yang membosankan, hidup yang membosankan. namun mau tidak mau, Josheniel tetap menjalaninya, pun ia percaya selama kita masih bisa bernapas, kita masih dapat mengubah cerita kehidupan kita.

mungkin karena ia adalah si sulung, pendiriannya teguh dan hatinya sekeras karang.

jalannya begitu panjang, dan ini belum berakhir, tujuan Josheniel masih sangat jauh. di setiap langkahnya terasa amat berat, tentu saja kehidupan tidak akan lebih mudah dari ini.

hidup diibaratkan seperti koin, senang dan susah adalah dua sisi. hanya satu sisi yang terlihat dalam satu waktu. namun ingat, satu sisi sedang menunggu gilirannya untuk terlihat. Josheniel sadar, menekan kuat emosinya tidaklah baik untuk mentalnya. namun jikalau Josheniel mengeluarkan semua emosinya, apakah hal baik yang akan datang padanya?

tak ada yang tahu tentang hal-hal yang harus Josheniel lakukan untuk sampai di titik ini. yang mereka lihat adalah fakta latar belakang marga Krovasakoff didalam nama Josheniel. mereka pikir segalanya akan menjadi lebih mudah, jika darah Krovasakoff mengalir disepanjang nadinya.

namun dibalik seluruh keluh kesahnya, Josheniel menyadari. ada yang tak seberuntung dirinya, tetapi rasa syukurnya lebih dari ia.

Josheniel masih perlu belajar untuk menjadi pribadi yang tenang, karna emosi pernah membuatnya kehilangan banyak hal.

"saya ulangi pesanan anda, satu americano dan satu set toast."

hanya anggukan yang Josheniel berikan sebagai jawaban. ia mengeluarkan kartu kredit miliknya dan menyerahkan pada kasir yang melayani pesanannya.

dengan kedua tangan yang menggenggam nampan berisi sarapan paginya yang masih mengepul hangat, Josheniel mengedarkan pandangan; mencari kursi kosong untuknya duduk. manik hitam kelamnya berhasil menemukan spot duduk yang bagus, dengan langkah lebar Josheniel menuju ke sana.

disaat ia meletakkan nampan berisi sarapan paginya, seorang pria pun turut meletakkan nampan miliknya dimeja yang sama dengan Josheniel.

"oh?"

netra keduanya bertemu, tanpa disadari saling menelisik satu sama lain.

"well, Elliott brothers, kursi ini milikmu."

Josheniel menghela napas, meletakkan nampan miliknya di atas meja, kemudian ia menarik kursi dan duduk diatasnya.

"tak mengapa, kau bisa duduk."

Hilmiah tersenyum menyeringai, ia turut meletakkan nampan miliknya di atas meja yang sama dengan Josheniel.

"aku tidak menyangka kau baik hati."

"kupikir kau orang yang tak suka basa-basi."

"sekarang aku seperti ini," Hilmiah terkekeh geli.

Josheniel memutar bola matanya jengah. ia menyilang kan kaki dibawah meja, sedang fokus netranya tertuju pada tab berwarna silver miliknya. sesekali ia menyesap americano dan mengigit toast yang ia pesan. kehadiran Hilmiah sama sekali tak ia hiraukan.

"kupikir kau akan bertanya perihal Elliott."

Hilmiah melirik kearah Josheniel yang tampak tak tertarik, fokus Josheniel tetap pada pekerjaannya.

oh, Hilmiah tertantang untuk memancing emosi Josheniel. dan untuk menarik perhatian pribadi disiplin seperti Josheniel, Hilmiah perlu umpan yang besar.

"well, tidak menarik ya?" Hilmiah terkekeh, masih tak mendapatkan respon dari Josheniel. "bagaimana jika kukatakan, Elliott akan melepaskan nama Krovasakoff miliknya."

BREAKEVEN BROTHERHOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang