chapter 4

119 29 0
                                    

-because brothers don't let each other wander in the dark alone.

mereka bilang waktu dapat menyembuhkan segalanya, tapi ini sudah delapan tahun berlalu, dan Josheniel hanya bisa berpura-pura.

Josheniel sama sekali belum bertambah kuat, belum juga lebih berkembang, Josheniel hanya mahir berbohong. empat kata kebohongan yang selalu ia lontarkan untuk menutupi dirinya yang rapuh, 'aku baik-baik saja'.

kebiasaan buruk Josheniel, berkata kasar dan sarkas untuk menutupi segala kekurangannya. menjatuhkan mental lawan bicaranya melalui kalimat berduri yang terlontar melalui indra pengecapnya.

rutinitas Josheniel begitu monoton, pagi pergi bekerja dan malam hari tidur selepas bekerja. sesekali ia pergi ke pub terdekat bersama Nathanael dan Raffles.

Nathanael Abraxas

| riding

ok |

tidak ada salahnya, sesekali mengulang kebodohan masa remaja. walaupun kerap kali kenangan yang tidak diinginkan turut timbul ke permukaan.

separuh Josheniel telah pergi bersama kesayangannya, separuhnya lagi tetap bertahan mengikuti alur kehidupan yang telah Tuhan tentukan. Josheniel tak ingin lagi hidup, namun Tuhan memaksanya.

•••

seperti biasa, perkumpulan club 'bujangan bersinar' akan selalu ada alkohol didalamnya. itulah mengapa Josheniel menyetujui ajakan Nathanael untuk datang, dia datang hanya untuk minuman haram sebagai pengantarnya menuju neraka.

kesadaran Josheniel saat ini hanya tersisa beberapa persen lagi, ia mabuk terlalu cepat.

"mate kau tidak seru."

Harald menendang kaki Josheniel yang terkulai lemas begitu saja. namun hal tersebut tak membuat Josheniel bergeming sama sekali, Harald mendecak kesal karenanya. "go home."

"Ralf, i wanna end me."

bisikan lirih yang keluar dari mulut Josheniel sama sekali tak membuat Harald terkejut, karena ini bukan yang pertama kali Josheniel mengatakannya.

"bring nanna here, Ralf."

lirih, serak dan kering. inilah mengapa Harald sama sekali tak bisa memihak pada salah satu dari Krovasakoff bersaudara, dua-duanya hancur, namun keduanya pun tak saling menyadari.

bodoh adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.

"stupid dumb-ass,"

mungkin benar kata 'dalamnya kasih sayang seseorang itu tidak dapat diperkirakan seenaknya'.

"Ian, sampai kapan akan membenciku?"

bisikan-bisikan lirih yang semakin menyayat hati, helaan napas berat turut memperburuk atmosfer diantaranya. Harald benci akan situasi dimana ia tak dapat menjawab, kepalan erat pada jemarinya, dan dengung menyakitkan didalam kepalanya.

"turunkan sedikit egomu itu, Niel."

"kau yang paling mengerti Ralf, untuk Ian, aku sudah membuang harga diriku sejak dulu."

satu pertanyaan yang terus berputar dikepala Harald, kata impas seperti apa yang Elliott inginkan sebenarnya? entahlah, terlalu sulit menerka isi kepala bungsu Krovasakoff yang seperti batu karang.

" as long as we're breathing it's not too late to change your story."

Nathanael mendudukkan dirinya pada tangan sofa, ia menatap Harald jengah. "aku meng-copy dari instagram."

BREAKEVEN BROTHERHOODOnde histórias criam vida. Descubra agora