BAB 6: Realita

834 154 64
                                    

"Tidak akan diambil kecuali jika kau kembalikan" Sahut y/n, ditengah tepat umurnya ke 15, ditengah suasana sunyi yang hanya diselimuti berisiknya orang-orang diluar, dua orang itu menertawakan takdirnya.

-16 years old

Ruangan gelap tanpa cahaya, hanya tersisa seseorang dengan ringkuhannya, malam yang cukup panjang untuk menangisi kisahnya. Tangannya memegang sebuah potrait milik sang ibu, didekapnya bersama dinginnya malam dan tangisannya

Cengeng, pria cengeng yang menangis setelah tau kebenarannya, pria cengeng yang menolak paham akan kenyataan, pria cengeng yang tertampar lautan realita, si putra ketiga yang penuh luka

"Reiju berbohong, dia berbohong kan?" Ditengah dilema gila pria itu berlari keluar menuju sebuah gundukan tanah tempat peristirahatan terakhir, dibawah pohon besar, dibawah kenangan masa kecil dengan seorang nenek

Pria yang bergetar hebat karena realita, tangannya meraih ponsel dan memanggil seseorang, "Ada apa? Sanji?" Seorang wanita memanggilnya melalui telepon genggamnya, suara rendah gadisnya terus menerus bertanya, namun tak satupun kalimat keluar dari mulut sanji, pria itu bungkam hingga telpon berakhir.

Y/N merasa aneh dengan panggilan sanji, dia bungkam, dia mematikan telepon tanpa mengatakan sepatah katapun, ada apa? Hatinya risau karena pria tersebut, ini malam yang panjang, pukul 00.00 tepat hujan mengguyur dinginnya hari itu

Matanya tidak mau terpejam, dia khawatir, langkahnya kesana kemari menimbang haruskah dia pergi? Atau haruskah dia tetap tinggal?.

"Ibu, wanita itu mati karena menggantikanmu, dia bahkan memberikan nyawa untukmu, dimalam itu disaat kecelakaan terjadi, kenapa? Kenapa dia lebih memilih menyelamatkanmu, padahal...padahal kami juga sangat menyayanginya...tapi kenapa? Kenapa dia lebih memilih mati untukmu?" kalimat yang tergiamg dikepala sanji saat ini adalah ucapan reiju

Pria malang itu tidak pernah tau bahwa selama ini jantung yang berdetak untuknya adalah milik sang ibu, dia, si anak ketiga selalu berfikir bahwa ibunya mati karena penyakit, tapi kenapa realita nya segila ini?

Tubuhnya terguncang hebat, matanya merah, sanji dibawah pohon ditemani derasnya hujan, malam yang panjang dan sunyi, ditempat peristirahatan terakhir, didepan makam ibunya, langkah pria itu mulai menuju ke gundukan makam, dia kembali duduk dan termenung, sungguh mengingatkan tentang dirinya dimasa lalu

"Bagaimana ini, aku melihatmu seperti ini lagi" Seorang gadis dengan payung ditangannya berdiri dibelakang pria itu. Sanji mengenali suaranya tanpa harus menoleh kebelakang, pria itu sangat paham bagaimana suara wanita yang dicintainya

Setelah beberapa menit hanya terdengar suara hujan, sanji mulai membuka mulutnya, "aku harus bagaimana?" rintihnya, y/n tidak tau harus mengatakan apa untuk menenangkannya, gadis itu bahkan tidak paham apa yang ditangisi oleh pujaan hatinya tersebut

"Bagaimana? Apakah aku seorang pembunuh? Kenapa ibu lebih memilih mati untukku, katakan sesuatu padaku y/n, aku harus bagaimana? Kenapa aku tidak tau apa-apa" Suara rengekkannya terdengar sangat rendah

Gadis itu mulai menarik sanji agar bangun dari duduknya, dia membawanya kebawah pohon, "tidak ada yang salah denganmu, jangan menangis" ujarnya, sanji tak membuka sepatah katapun, wajahnya habis ditelan kenyataan, sangat kusut seperti mayat hidup

"Kita pulang, aku akan mengantarmu pulang" Y/N meraih tangan sanji dan membawanya kembali kerumah, ditengah hujan deras dan malam yang gelap, serta dibawah satu payung yang sama, semua genangan air menjadi saksi bisu perubahan hidup seorang pria

Tiba didepan gerbang mansion, tanpa fikir panjang gadis itu masuk kedalam, mereka melewati lorong gelap untuk kedua kalinya, langkahnya terhenti dan memperhatikan sanji yang digandeng olehnya, "dimana kamarmu?" Tanyanya, sanji hanya menunjuk arahnya tanpa berniat menjawab dengan kalimatnya, gadis itu membawanya hingga kedalam kamarnya

MAKE A WISH, SANJIWhere stories live. Discover now