Bab 5:

4 1 0
                                    

Permainan kucing dan tikus saat masih kecil akan sangat berguna saat ini, berlarian di lorong sempit mengejar tikus yang berbau busuk, Nabil bergerak gesit berusaha menggapai gaun merah murah seorang anak kecill, wujudnya tidak cocok untuk the Others hina itu. Suara kekehan bergema ketika langit sudah mulai gelap, lampu-lampu jalanan yang menyala tidak bisa memberi rasa hangat pada angin malam, di tambah suara klakson yang masih terdengar walau jauh dari jalanan. Nabil celingukan, dia terhenti di pertigaan, The others itu lebih cepat dari dugaannya, pantas saja temannya gagal dari misi ini, dan kekuatannya saat ini bertambah sejak pertama misi turun.

Seekor kupu-kupu terbang pelan ke kanan, isyarat dari Nixie untuk arah yang harus diambil, Nabil tanpa ragu berbelok dan berlari sekencang mungkin, dia terlalu percaya sampai tidak sadar itu sebuah pengalihan. Nixie berdiri di atas sebuah bangunan, melihat Nabil yang lari berlawanan arah dari the Others, dia akan meminta maaf nanti, itupun jika Nabil sadar dia di permainkan. Aku turun, dan bersembunyi di balik tembok gang jalan, menempelkan tubuhku pada mural yang mulai luntur, aku mempersiapkan pistol dan siap menembak jika Nixie sudah memberi isyarat. Kami sengaja menjatuhkan Nabil, karena kali ini Nixie ingin menyantap hidangan lezat sendirian.

Ratusan kupu-kupu muncul dari segala arah, mereka terbang acak yang menutupi langit, bau manis khas mereka menyebar kemana-mana. Sosok busuk baru saja melewatiku dengan cepat, aku berlutut dengan satu kaki, dan melemparkan peluru dari pistol, suara tembakan membising bersaam dengan jeritan sakit the Others yang terjatuh ketika peluru masuk ke kulit kakinya. Peluru buatan BA memiliki efek khusus membakar kulit the Others, dan tidak mudah bagi mereka untuk beregenerasi. Aku menekan pelatuk untuk yang kedua, kali ini mengenai kakinya satu lagi, lalu tembakan yang ketiga mengenai perutnya, dan tembakan terakhir menhenai dada, seranganku tidak akan membunuhnya, lagipula itu tugas Nixie. Ketika dia mencoba untuk melarikan diri, kupu-kupu Nixie sudah mengepungnya, membendung segala arah sehingga the Others tidak bisa melarikan diri.

The Others bisa saja menembua tembok atau benda lainnya, tapi tidak dengan peliharaan Nixie, mereka akan lebih dulu mencabik-cabik hingga bagian terkecil, dan habis sebelum the Others berhasil melarikan diri. Dia terdesak melihat kupu-kupu yang semakin merapat, membendung cahaya masuk, dan mendekat ke dirinya. Sebelum ini Nixie sudah membasmi the others levek kecil di sekitar sini, tentu saja aku juga terlibat, dengan begitu tidak akan ada yang menganggu makan malam peliharaan Nixie. Raungan keras terdengar dari dalam bendungan kupu-kupu Nixie, dari sini aku bisa melihat jelas betapa agresifnya mereka berebut makanan, apakah jahat bagiku menyebutnya seperti 'pelet' yang di lempat ke kandang ayam, atau ke kolam ikan, yaa... seperti itulah kira-kira. Darah di tubuh Nixie tidak sebanding dengan lezatnya the Others level tinggi, mereka terlalu sering membasmi seranggga sampai lupa bagaimana enaknya makanan mahal.

Dengan raungan sekeras ini, andai suara klakson tidak sebising itu, orang biasa pasti bisa mendengarnya. Aku merenggangkan tubuhku, efek bius semakin memudar, tapi lukaku sudah lebih tertutup daripada sebelumnya. Lebih baik sampai asrama langsung kubuang hoodie ini, sulit sekali membersihkan darah dari kain putih. Tubuhku terlalu lelah dan sakit, sepertinya rencana untuk pergi ke event hari Minggu nanti akan tertunda, aku akan tidur di Asrama seharian dengan Nixie, mengistirahatkan tubuh rapuh ini karena akan ada banyak misi untuk minggu depan.

Nabil muncul sangat terlambat, dia hanya bisa menyaksikan kupu-kupu ini berhamburan, meninggalkan gaun pink yang tadi dikenakan the Others, sebenarnya tidak pas disebut gaun karena yang tersisa tunggal robekan-robekan kain berwarna pink. Ratusan kupu-kupu itu pun pergi ke segala arah, dan menghilang begitu saja dari pandangan, aku menoleh ke tempat Nixie tadi berdiri, sudah kosong, dia meninggalkanku dan pulang ke BA sendirian. Aku melirik Nabil, dari wajahnya sudah tergambar dia meminta penjelas dariku, sedangkan pemilik asli rencana ini sudah kabur lebih dulu.

"Tahan semua pertanyaanmu," sentakku ketika melihat mulut Nabil yang akan bersuara.

Dia mengangkat bahu dan merapatkan bibir. "Baiklah."

Ahh ... Nixie membuat kepalaku yang terbentur semakin sakit, biasanya dia mendatangiku dulu dan pulang bersama-sama, ada apa dengannya hari ini, dia bahkan tidak berbicara pada Nabil sama sekali. "Ayo kembali."

###

Seekor burung merpati putih tergeletak di pinggir jalan, seseorang sengaja meletakkannya di sana, tubuhnya berkedut dengan warna mereka keluar dari celah bulunya. Anak laki-laki mendekati burung itu, dia mengeluarkan HP dan memotretnya sambil menampakan senyuman. Aku mendekatinya dan ia tidak menyadarinya, dia memaka seragam putih biru sama denganku, sebenarnya aku mengenalinya, walau hanya sebatas nama.

"Kenapa tidak kau bunuh saja," ujarku, dia terkejut dan langsung membalikan badan. Anak itu panik melihatku, dia buru-buru menyembunyikan hp nya ke dalam saku celana.

"Apa?"

Aku menunjuk burung itu. "Jika kau membiarkannya seperti itu dia akan memberikan bukan? Bukankah lebih baik menghilang rasa sakitnya sekarang?" Lebih baik mati daripada harus menderita karena kesakitan seperti yang kualami, burung itu sedang memohon agar segera mati.

"Apa yang kau katakan?" wajahnya ketakutan melihatku.

"Tulang patah, pendarahan, organ hancur, itu pasti sangat menyakitkan. Tidaklah lebih baik dia mati daripada menderita?" dia hanya terdiam menatapku. Aku muak melihat rintihan kesakitan merpati itu, aku mendekati burung itu dan menginjaknya sekeras mungkin hingga tubuhnya hancur, dengan begitu dia tidak lagi merasa kesakitan. Anak itu kini menatapku dengan senyuman.

Teman pertamaku di SMP adalah seorang anak laki-laki yang aneh, dia nampak seperti anal biasa, tidak terlalu pintar, tidak populer, dan akrab dengan semuanya. Hanya saja dia memiliki hobi yang aneh, yaitu memotret hewan Mati, tidak hanya itu, dia selalu tersenyum dan menikmati penderitaan hewan-hewan yang menghadapi kematian. Caranya tersenyum mengingatkanku pada makhluk itu, yang tersenyum ketika menyikasku, terkadang aku merinding melihanya, lalu kembali luluh dengan sifat hangatnya, walau itu sebuah topeng. Tidak hanya hewan, dia juga menikmati penderita seseorang, aku masih ingat terakhir kali kami di sebut teman. Hari itu aku terluka parah, darah keluar dari kepala dan tulangku remuk, aku menghadap kearahnya dan merintih kesakitan padanya, sesaat aku berfikir dia akan menolongku, namun kenyataannya tidak.

Monster tetaplah monster walau itu berwujud manusia, dia memotret tubuhku yang berlumuran darah dengan kamera, lalu berlari meninggalkanku dan tidak lagi kembali. Kurasa dia senang karena mendapat foto bagus, mayat dari teman dekatnya, yang ia tidak tahu kalau aku bisa masuk ke kelas besok tanpa bekas luka sedikitpun. Aku masih ingat jelas wajahnya yang terbelalak menatapku, dan bertingkah seolah kemarin tidak terjadi apa-apa. Namun aku tidak, manusia terkadang bisa lebih mengerikan dari the others, aku mengakhiri pertemanan tanpa mengungkit kejadian di hari itu.

Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ

Bhagawanta Academy - Death Ending Amara (Tahap Revisi) EndWhere stories live. Discover now