Bab 12:

3 0 0
                                    

Telinga berbulu yang kadang berkedut ketika berjalan, aku berulang kali berfikir untuk memyentuhnya, andai dia punya ekor pasti semakin menggemaskan. Berada satu kelas dengan makhluk lucu seperti itu, membuat perasaanku semakin baik setelah 3 hari tidak sadarkan diri karena ulah Zero. Mungkin di kelas 2 aku bisa berteman dengannya, untuk saat ini dia terlalu sibuk mengejar ambisinya seperti yang lain.

"Kau mendengarkan Amara?" tegur Nixie

"Iya, ini kan pertama kali kau tidak tidur sejak masuk BA," jawabku, walau sebenarnya aku tidak terlalu mendengarkan. "Jadi... Zero itu makhluk apa?"

"Sudah ku bilang, dia manusia."

"Jika dia anak dengan kemampuan spesial, Kenapa tidak masuk ke BA? Beberpa anak di sini juga diculik secara paksa."

"Menurutku ada 2 kemungkinan. Pertama dia masih belum cukup umur,ingat BA jenjang anak SMA. Yang kedua, ada sesuatu yang menaunginya."

"Salah satu dari 4 penjaga mereka, menurutmu mereka ikut campur?" Begitu aku menyembutnya, orang di bangku depan melirikku.

"Pelankan suaramu," tegus Nixie sekali lagi.

"Dia bisa membuka gerbang neraka." Aku tidak akan lupa bagaimana Zero mengeluarkan banyak the Others dalam satu tempat. Sama seperti yang dilakukan pak Laksa, wali kelas kami yang sedang duduk di depan, kemampuan adalah membuka gerbang antar dimensi.

"Itu bukan gerang neraka," bantah Nixie. "Jika iya, kupu-kupu akan langsung masuk ke sana daripada harus kejar mengejar."

"Lalu menurutmu itu apa?" aku berfikir keras, dan teringat dengan yang terjadi padaku kemrain. "Apa tempat yang sama dia mengirim orang-orang," gumamku.

"Apa yang kau maksud?"

"Tidak ada," tepisku, lebih baik kupastikan itu langsung ke Zero. "Kapan kita mulai misi?"

Nixie mendengus. "Kau baru bangun, dan sudah bersemangat misi."

"Aku ingin balas dendam," jawabaku cepat.

Dia melirik dengan tajam, aku hanya tersenyum padanya. "Nanti siang, karena ini misi sulit, aku sudah meminta izin untuk tidak kembali ke BA dalam 3 hari."

"Baiklah, ayo lakukan."

###

Jembatan raksasa membelah sungai yang lebar, di sana selalu ada mobil yang melintas juga beberapa pejalan untuk bepergian, atau sekedar menikmati keindahan dari lampu-lampu perahu yang lewat. Suara aliran air, angin, dan mesin bersatu menjadi harmoni yang khas. Udara malam dari pegunungan terasa sangat dingin di sini, membuat seseorang tidak bisa sekedar berjalan tanpa pakaian tebal.

Di tengah ketenangan ini, tidak akan ada yang sadar bahwa hal buruk sedang menintai. Begitu portal terbuka, Nabil langsung melompat dan memberi tendangan ke seorang gadis berjaket merah yang beberapa saat lalu sedang berjalan santai di pinggir jembatan. Itu serangan tiba-tiba, tapi Zero bisa menghindar dengan mudah, walau hampir menabrak mobil yang bergerak di tepi jalan.  Nabil tidak langsung menyerah, dia sekali lagi mengarahkan tendangan ke Zero, dan untuk kedua kali dia gagal. Kegagalan Nabil di beri tepuk tangan oleh Zero, cara bagus untuk memprovokasi seseorang.

"Kau tidak bisa melukaiku," ujar Zero.

Nabil tersenyum. "Memang, misiku adalah menemukan the Others yang katanya kau sembunyikan. Setelahnya, aku tidak akan menyerangmu." Entah dari mana Nabil mengeluarkan pedang panjang, sejenis senjata suci yang bisa memusnahkan the Others dalam sekali tebas.

"Apa kau sendirian?" tanya Zero.

"Tidak, temanku ada di belakangmu." dia menunjuk Nixie yang bersandar pada pinggiran jembatan, dia menatap sinis dengan rambut berkibar searah angin. "Sudah waktunya dia memberi makan peliharaannya."

Zero tertawa keras sampai suaranya menggema. "Ahahahah, kenapa tidak bilang daritadi?"

"Kau tahu, itu salam pembuka dari BA untuk pembuat onar seperti mu." Senyum Nabil ia tutupi dengan pedang perak yang mengkilat.

"Aku akan mengambulkan semua keinginanmu," sahut Zero.

Dia membuat simbol silang di udara, dan dari sana terbentuk robekan dengan lubang besar yang menyedot udara untuk masuk ke dalamnya. Suara tawa yang melengking terdengar, bau-bauan khas seperti dupa juga tercium, dari dalam makhluk-makhluk mengerikan keluar secara bersamaan hingga hampir memutupi bulan di langit. Di sisi lain, satu per satu kupu-kupu Nixie keluar dari dalam jaket berwarna hitam, Nixie menahan mereka agar tidak langsung menyerbu makanan lezat di depan.

"Wah, baru pertama kali aku melihat pocong terbang bersama kuntil anak," decak Nabil dengan melihat ke atas, dia tertawa kecil.

Itu sebenarnya bukan hal yang pantas di tertawakan, orang Normal saat ini pasti akan membantu dan lari dengan wajah ketakutan. Untungnya, orang-orang di sini hanya bisa melihat pertengkaran remaja biasa, dan tidak dengan alasan sebenarnya mereka bertengkar, tetap saja tidak ada yang berinisiatif turun dari mobil dan mengentikan mereka.

Tanpa buang-buang waktu, Nabil menyerang setiap the Others yang bisa ia jangkau, dan mengejar untuk menebas yang lain. Ini pertama kalinya dia melihat dan bertarung dengan banyak the others seperti ini, jika sendiri mungkin dia akan mati, tapi sekarang ada Nixie. Kupu-kupu Nixie sudah tidak bisa menahan diri, ratusan dari mereka keluar secara paksa dari dalam jaket Nixie dan langsung bermain kejar tangkap Dengan para The others. Sedangkan Zero melompat ke salah satu bak mobil yang lewat, membuat dirinya menjauh dari area pertarungan.

Sayangnya, pelarian Zero tidak semulus yang ia bayangkan. Lagi-lagi corong berbau misil menempel di belakang kapalnya, dibandingkan dengan kemarin, yang ini lebih panjang, pasti pemiliknya sama. Zero membalikkan badan, lagi-lagi dia menaikan tangan hingga ke telinga, dan memberi senyuman padaku dengan sorot mata merah yang menyala terang.

"Tidak banyak orang yang bisa lolos dari ilusiku," ujarnya padaku.

"Apa cuma firasatku saja, kau hanya mempermainkanku tidak seperti melayani pelangganmu yang lain."

"Kau benar, aku hanya bermain padamu. Apa kau menikmati waktu bersama keluargamu?"

Aku mengeram, dan memggema erat pistol laras panjang yang kupegang. "Jangan sampai aku menembakmu."

"Kau tidak bisa membunuhku, tapi...." Dia mengeluarkan belati, lalu menepis ujung pistol, jika aku tidak cekatan pistol ini akan terlempar. "Ayo kita bermain!" dia menyengir lebar, seraya melompat ke mobil-mobil jalanan.

Di samping jembatan ini terdapat rel gantung, kebetulan kereta malam barusan lewat, suara peluit benar-benar membising, namun aku bersyukur, karena membungkam suara tembakan yang ku berikan ke Zero. Peluru pistol ini tidak akan melukainya, jika terkena dia akan langsung membatu, dengan begitu akan mudah bagiku untuk menangkapnya.

Aku melompat ke atas mobil ke mobil mengejar Zero, dia terus bergarak gesit dengan melompat ke sana kemari, menghindari setiap seranganku, dan sesekali menepisnya dengan besi belati yang ia pegang. Kali ini tidak akan ada yang membantuku, Nixie dan Nabil sedang sibuk dengan para the others yang bergentayang di sekitar jembatan ini. Walau ratusan peluru ku lempar, tapi tetap saja tidak bisa sedikit pun mengenai Zero, dia gesit dan terlalu banyak keberuntungan, menyebalkan.

Ada yang mengganguku, sebuah mobil menepi dan berhenti. Aku melihat sekilas pengemudi yang ada di dalam. Tatapan yang ia berikan ketika mengeluarkan kepala terasa tidak asing. Sekujur tubuhku terasa dingin dan gemetaran tidak karuan. Fokusku teralihkan, dan tidak sadar Zero mendekatiku, dia sangat dengan denganku, dan mendorongku ke belakang. Hanya ada sungai dengan air dingin di belakangku.

"Kita pernah melakukan ini kan?" gumamku.

"Kali ini berbeda, aku menyelamatkanmu," ujarnya.

"Dari apa?"

Untuk pertama kali aku tidak melihatnya tersenyum dengan percaya diri. "Astaroth," bisiknya pelan di telingaku.

Tubuhku mendadak kaku, aku langsung melepas senepan yang ku pegang. Aku menatao Zero yang memegang kedua pundakku dengan erat, dia juga melempar belatinya. Siapa sangka, kami punya masalah dengan orang yang sama. Aku menyengir melihatnya yang ketakutan, padahal sebelumnya dia sangat Menyebalkan, merasa dirinya di ejek, Zero tertawa keras. Suaranya terhenti saat secara bersamaan kami masuk ke dalam air sungai yang dingin dan gelap.

Bhagawanta Academy - Death Ending Amara (Tahap Revisi) EndWhere stories live. Discover now