Bab 19:

2 0 0
                                    

"Aku ikut!" tegas Nixie dengan memegang lenganku. Aku mengerutkan dahi.

"Tidak! Ingat kondisimu Nixie, kau bisa mati jika nekat ikut."

"Berdiam diri di tempat ini membosankan. Aku juga ingin kembali melawan the Others."

"Kau tahu yang kulawan bukan the others biasa kan?"

Dia tersenyum tipis. "Amara, cepat apa lambat aku juga akan mati. Aku sudah memiliki mereka sejak ibuku meninggal, saat tangisan pertamaku. Normalnya mereka hanya bertahan di inang selama 5 tahun. Tapi ini sudah 15 tahun bagiku. Bahkan ibuku tidak selama ini bersama mereka." Dia membahas peliharaannya yang perlahan menggerogoti hidup Nixie. "Mati dengan tenang di atas kasur bukan keinginanku. Hidupku sangat singkat, berbeda denganmu."

Aku menundukkan kepala. "Setelah pulang pasti aku akan ke ruang konsentrasi, lagi."

Dia tertawa kecil. "Ya maaf, jika kau menang hukummu pasti diperingan. Jadi boleh ikut?"

"Terserah," jawbaku sambil tersenyum.

###

Astaroth menunjukkan wujud hampir sempurnanya, dia tampak mengerikan berdiri di tempat teratas bianglala sambil tersenyum dengan mata yang dari kejauhan terlihat hitam. Aku mendengar dengan jelas suara detak jam yang keras dari segala arah. Pilar-pilar tulang keluar dari tanah secara bersamaan, kali ini tidak untuk menyerang kami. Mereka berjajar seperti tulang rusuk manusia, dan menembus segalanya yang ada di sini. Sama seperti saat kami melawan the Others, waktu terhenti.

"Ini hari yang sangat indah, bunga mekar dan burung berkicau." Dia menunjuk kami dengan kuku panjang runcingnya. "Anak-anak seperti kalian, harus terbakar di neraka!"

"Tidak jika kami membunuhmu!" teriakku dengan keras.

"Jika kau ingin membunuhku, silahkan coba terus," sengiran mengerikan bersinar dari kejauhan.

Beberpa the Others muncul dari pilar-pilar tulang ini, mereka berbentuk bayangan dan menyerang kami. Aku mengeluarkan pistol, menembaki setiap the others yang mendekat, dan mengibaskan pedang di tangan kananku. Mereka semua memiliki mata merah dan sengiran yang sama dengan pangeran neraka di atas sana. Berusaha mengepungku agar tidak bisa mendekat ke Astaroth.

Astaroth tidak hanya menonton, dia mengeluarkan tulang-tulang lancip, dan melemparnya ke arahku terus menerus. Satu tulang hampir memotong tanganku, untung aku bisa menghindari walau harus merusak satu pistol. Aku buru-buru mengambil pengganti pistol, dan berusaha menembakinya, walau terus terhalang oleh para bayangan ini.

"Kau makanan lezatku," suara berat menggema di telingaku.

Nixie membagi beberapa kupu-kupunya untuk berkumpul di setiap pilar, dan memakan semua the Others yang keluar dari sana. Dengan agresif memangsa mereka sampai tidak tersisa sebutir debupuk. Beberpa lagi membantunya terbang dan tidak mengijak ke tanah, setiap dia menapak akan ada tulang yang terus berusaha menusukkanya. Dan sisanya, berusaha mendekati Astaroth, walau selalu lenyap sebelum mengenainya.

Ini tidak akan berakhir, kami bahkan tidak bisa mendekat satu meter dari bianglala tempat dia berdiri. Aku melempar bom ke kincir angin besar itu, meledakkannya tepat di penyangganya. Ledakan besar yang menghancurkan juga membakat sekitar, tapi tidak meruntuhkan tempat makhluk itu berdiri. Hanya ada kaca pecah, dan beberapa kurungan tempat duduk yang jatuh ke bawah.

Sekali lagi, aku mencoba melempar bom ke arahnya, tapi sebelum bom itu mengenainya, Astaroth membelah bom yang kulempar dengan tulang tajam. Bom-bomku meledak di udara, dan tulang tajam mengerjaku. Aku bergerak cepat ke kanan, menghindar ke tiga tulang yang ia lempar. 2 berhasil dengan sempurna kuhindari, namun satu lagi hampir saja menusukku jika Nixie tidak membawaku naik dengan kupu-kupunya.

Bhagawanta Academy - Death Ending Amara (Tahap Revisi) EndWhere stories live. Discover now