11. MALAM YANG MENANGIS 2

92 26 6
                                    

11. MALAM YANG MENANGIS 2

“DASAR ANAK GAK TAU DIRI KAMU LITTAAA!!!”

Kedua mata Litta terpejam begitu tamparan dari tangan Mamanya mendarat dengan keras di salah satu pipinya. Gadis itu memekik. Pipinya terasa perih, panas dan sakit. Sakit yang begitu menyakitkan.

Tadi setelah ES mengucapkan kalimat yang membuatnya termenung, lelaki itu pergi meninggalkannya dalam kondisi yang memprihatinkan. Litta juga tidak tahu bagaimana Mamanya bisa berada di sini dan memarahinya.

“MAMA MINTA KAMU BUAT CARI UANG BUKAN JUAL DIRI!! DASAR ANAK GAK BERGUNA!!!” ucapan Lisa seakan menusuk jantung Litta.

“Hiks ... Sakit, Ma,” lirih Litta dalam kesakitannya. Memegangi pipi yang masih terasa nyeri. “Maafinn Litta, Ma,”

Litta berteriak kesakitan, saat Mamanya dengan tega menjambak rambutnya. Menyeretnya masuk ke dalam mobil. Meninggalkan sakit yang berdenyut di kepalanya. Banyak helaian rambut yang ikut terjatuh karena saking kuatnya.

Derai air mata menghiasi malam yang kelabu untuk Litta, “Ma, Litta gak tau apa-apa. Litta tau ini dari Luna,”

Mata Lisa bertambah nyalang ketika Litta menyebutkan nama Luna penyebab kondisinya.

“SEKARANG KAMU MAU SALAHIN LUNA, HAH?!!! KURANG AJAR!!!”

Lisa mengusur Litta dengan tidak berperikemanusiaan. Seperti bukan manusia yang sedang ia tarik. Tidak peduli dengan tatapan orang yang melewati jalan tersebut. Wanita itu membuka pintu mobil dengan kasar. Mendorong tubuh Litta kuat sampai kepala gadis itu terbentur kaca mobil.

Kemudian Lisa melajukan mobilnya. Dengan kecepatan tinggi. Menyusul setiap kendraan yang berada di depannya.

Litta ketakutan—semakin histeris. “Ma, pe-pelan pelan, Litta takut,”

“Berisik kamu! Anak gak tau diri!!”

Napas Litta tercekat. Bagai belati putih menusuk jantungnya. Bagai ribuan jarum menyerbu hatinya. Bagai lemparan batu menghujani Litta dengan sekaligus. Hatinya hancur lebur mendengar ucapan Mamanya.

Malam ini Litta banjir air mata. Air mata ketakutan, air mata kesakitan dan air mata keputus-asaannya. Menumpahkan semua pilunya. Hati Litta menjerit. Semakin lara ketika bayangan ES saat menciumnya muncul. Litta mengepalkan kedua tangannya kuat—menyalurkan penderitaan yang menyesakkan dadanya.

Masih ada harapan! Ia mengusap air matanya kasar. Meraih ponsel di saku kemejanya. Membuka ponsel itu perlahan tanpa sepengetahuan Mamanya. Membuka aplikasi yang ada di ponselnya mengirimkan banyak pesan kepada Luna. Namun, adiknya itu hanya ceklis satu.

Saat itu juga pikirannya tertuju pada Alga. Apa ini udah waktunya Alga ketemu Mama? Cewek itu tidak pikir panjang, dan langsung mengirimkan pesan kepada kekasihnya.

Mobil itu berhenti. Buru-buru Litta menyimpan kembali ponselnya. Lisa turun menarik rambut Litta kejam.  Menggusurnya sampai ke lantai dua.

"Aw, Ma biarin Litta jalan sendiri, Ma. Kaki Litta sakit," Litta merintih kesakitan. Kakinya beradu dengan anak tangga.

“Sini kamu anak sialan!!!” hardik Lisa.

Wanita itu mengambil sebuah sapu yang berada di dalam kamar putrinya. Melayangkan sapu itu di tubuh Litta. Memukuli tubuh Litta hingga menimbulkan memar di sekitar badannya. Gadis itu lemas dan terduduk di lantai sembari menahan sakit.

Litta merunduk takut. “Ampun, Ma sakit,” mohon Litta.

Bukannya mendapat pengampunan, Mamanya malah kembali menggamplang wajah Litta.

SHALITTAWhere stories live. Discover now