22. ANTARA LUKA DAN DIA

66 18 11
                                    

Hai! Selamat membaca cerita ini, untuk kalian yang mampir ke sini 🌈Maaf ya kalau typo. Terimakasih❤

 Terimakasih❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

22. ANTARA LUKA DAN DIA

“LITTA!!”

Teriakan yang begitu memekakan telinga membuat seorang gadis yang duduk termenung itu terpelonjak kaget. Ia bangun dari kursi tersebut. Matanya memandang seseorang yang terlihat begitu marah berjalan cepat ke arahnya.

Sepertinya taman belakang sekolah bukanlah tempat yang tepat untuk membuatnya merasa tenang barang sedikit saja. Ia menghembuskan napasnya dengan berat.

PLAK!!

Tanpa memeperikirakan apa yang akan terjadi, pipi Litta kembali menjadi korban tamparan keras yang menyakitkan. Rasanya masih sama seperti dulu. Terasa nyeri dan perih. Air mata yang semula ia tahan agar tidak jatuh, kini berderai menghiasi pipinya yang kian memerah akibat tamparan.

Shalitta menyugar rambutnya  kebelakang. Tidak ingin sehelai rambutnya menghalang wajahnya. Cairan bening membendung memenuhi netranya. Menatap intens perempuan di hadapannya.

“Apa kaya gini cara lo bersikap ke kakak lo?” tanya Litta bergetar. Masih berusaha meredam emosi. Meskipun giginya sudah terdengar saling bergemelatuk.

“KAKAK APANYA ANJING?!!” bentak Luna. Tidak mau basa-basi. Hari ini cukup untuk melihat Litta masih berdiri tegak. Ia tidak akan membiarkan Litta merasa bahagia dalam hidupnya.

“Lo itu cuman babu gue! Pesuruh gue, bangsat!” jerit Luna. Seakan yang tengah berdiri di hadapannya itu memang benar-benar bukan kakaknya.

Luna dibutakan oleh amarah. Dipenuhi emosi. Matanya menyalang dengan tajam bagai pedang yang siapa menghunus. Tangannya dengan kasar mencengkram wajah Litta Menyengaja menekan kukunya.  Melukai wajah Litta.

“Kalau lo emang bener bener kakak gue, lo ngga akan bikin gue malu! Lo gak pernah lindungi gue! Lo gak pernah pikirin perasaan gue Litta!!”

“Gak akan sedikitpun gue mau anggap lo sebagai kakak gue!! Ga akan pernah!” berangnya.

Gadis itu menghempaskan wajah sang kakak, hingga kepalanya berpaling ke samping kanan. Hembusan angin yang menerpa wajahnya mengakibatkan Litta meringis kesakitan. Luka akibat kuku adiknya meninggalkan rasa perih berpadu dengan rasa nyeri. Tetapi, luka itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan luka yang telah lama menggerogoti hatinya.

Luka yang ada di hatinya, teramat begitu menyakitkan hingga Litta yang merasakan pun tidak mampu untuk mendeskripsikannya. Litta menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Kemudian matanya kembali menatap Luna dengan dalam. Rasa sakit sangat terukir jelas di kedua matanya.

SHALITTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang