17. SHALITTA : RETAK

113 22 13
                                    

Selamat membaca cerita SHALITTA untuk yang mampir ke sini😙
Follow dulu sebelum baca!😝
Maafin kalau ada yang typo 🙏

***

17. SHALITTA : RETAK

“Dok, hidung Litta gak apa-apa kan?”

“Luka Litta parah gak, Dok?”

“Darah Litta banyak yang keluar, itu gak pa-pa?”

“Litta baik-baik aja kan, Dok?”

Runtutan pertanyaan yang terdengar cemas keluar dari mulutnya. Sejak saat dokter menanganinya tadi, lelaki itu tidak tenang. Padahal sudah berulang kali dokter mengatakan keadaan Litta baik-baik saja. Hidung Litta tidak apa-apa, pendarahan terjadi karena adanya benturan yang terlalu keras.

Litta menoleh kepada lelaki yang duduk di sebelah kanannya. Sorot matanya menghangat ketika mendapati kekhawatiran tergambar jelas di wajah lelaki tersebut. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari pelupuknya. Dengan cepat ia mengusapnya kasar.

“Tidak apa-apa,” jawab seorang wanita berusia tiga puluh tahunan itu dengan lembut. “Hidung Litta hanya cedera, dalam waktu tiga hari pasti sudah membaik,” terangnya untuk yang ke sekian kalinya.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan yang di katakan oleh dokter. Ia tahu betul, bagaimana tadi Litta mati-matian berjuang melawan kesakitannya.

Bahkan penderitaan Litta seakan menerobos memaksa masuk ke dalam tubuhnya. Ia ikut sakit merasakan penderitaan Litta.

“Ta—,”

Tangan Litta terulur—mendarat di atas punggung tangan lelaki itu, “Nggak apa-apa. Kita pulang ya,” ucap Litta seraya tersenyum tipis.

Lelaki itu menoleh kemudian mengangguk. Kedua remaja itu bangkit dari duduk hendak keluar ruangan.

“Saya permisi, Dok,” pamit cowok itu.

“Saya tahu kamu khawatir,” katanya sembari menepuk pundak lelaki itu pelan. “Tenang saja, Litta akan segera membaik,”

Lelaki itu tersenyum tipis lalu senyumnya mengembang ketika memandang punggung Litta yang sudah keluar dari ruangan bercat putih tersebut.

Keadaan canggung. Tidak seorang pun mengeluarkan suaranya. Sialan! Keadaan apa ini? Biasanya Litta tidak pernah gugup ketika berada di dekatnya.

“Gue tau lo salah kirim,” cetus ES.

Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada kursi mobil. Tidak ingin berlama-lama berada dalam keadaan canggung seperti tadi.

Litta memutar kepalanya memandang ES, “Kalau lo tau gue salah kirim kenapa lo datang bantuin gue? Lo kan benci sama gue?” ujarnya tertahan. Berulang kali ia mengedipkan matanya menahan cairan bening keluar dari matanya.

“Karena ...,” jawab ES menggantung membuat Litta penasaran. Ia melirik sesaat tanpa di ketahui oleh Litta. Bahkan dari samping saja, ES bisa melihat beban yang bertumpuk pada bahunya.

“Karena gue peduli sama lo,” ujar ES enteng.

Litta merasa tubuhnya meremang dan lemas secara bersamaan ketika kalimat dari mulut ES terdengar. Gumpalan rasa sakit kembali naik, ia merasa dadanya semakin sesak. Susah payah ia menahan air matanya. Litta memandangnya dengan raut wajah yang sulit di artikan. Mata perempuan itu berlinang air mata dengan wajah yang sedikit memerah.

Peduli?

Apa benar dia peduli padaku?

Apa ini bukan hayalanku?

SHALITTAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن