Chapter 9 : Fever

3.2K 376 17
                                    

Sebuah figur masih setia berdiri didepan cermin, tampan, manis dan segala pujian yang pantas di berikan pada sosok menawan seperti Lee Jeno. Tengah mematut diri didepan cermin bukanlah hal awam, tetapi berdiam diri didepan benda yang mampu menampakkan refleksi diri selama lebih dari 20 menit bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh sosok omega Lee.

Jemarinya sibuk meraba lehernya dengan hati-hati. Berwarna hitam pekat, begitu kuat walau tak mampu membuat kulit porselen milik Jeno tergores percuma. Collar.

Sesuai perjanjian, Jeno harus memakai collar selama ia tinggal bersama Jaemin. Rasanya seperti nostalgia. Jeno pernah memakai collar saat awal-awal ia mengetahui bahwa gender keduanya adalah omega. Dirinya sempat denial, tetapi insting alami tentunya mengambil alih walau berakhir sedikit berlebihan.

Inner omega nya merasa gelisah sepanjang waktu akan hal-hal yang akan terjadi ketika ia berada diluar zona aman, berada diluar jangkauan rumah yang membuat ia nyaman. Itu membuat Jeno kesulitan selama beberapa minggu.

Memakai collar berarti memperlihatkan identitas dengan gamblang, mengundang berpasang-pasang netra untuk menaruh atensi padanya. Jeno sudah pernah mengalaminya. Melihat bagaimana tatap kecewa teman-teman kelasnya kala Jeno datang dengan collar yang melingkar di sekitar lehernya.

Ekspetasi membuat mereka berharap terlalu tinggi tanpa tahu daratan. Terhadap Jeno, harapan itu melambung layaknya balon udara yang terbang bebas di langit. Tetapi ditimpa beban akan kenyataan yang menampar membuat harapan mereka jatuh dan hancur berkeping. Kecewa dan stigma. Perlahan orang-orang yang dianggap teman dekat itu menjauhi, menghadirkan tatap dingin tiap kali Jeno menghampiri mereka.

"Omega tidak sepantasnya berada di kelas ini"

"Untuk apa kau masih bersekolah? Kau hanya alat, omega"

"Kau mengecewakanku"

Dengan identitasnya saja, ia di tinggalkan. Jika tak memenuhi ekspetasi, ia akan dibuang layaknya sampah. Ia tak ingin itu terulang kembali. Ia benci.

Rabaan yang awalnya menyapa benda yang melingkar dileher itu berubah menjadi cengkraman agresif. Rasanya ingin menghancurkan benda itu berkeping-keping, menginjaknya, membakarnya sampai hangus.

Tapi perjanjian tetaplah perjanjian. Kontrak yang tidak bisa diputus layaknya layang-layang dengan sesuka hati.





"Melelahkan" gumamnya seraya menatap keluar dari jendela kedai pinggiran yang ia temukan selepas melakukan interview di sebuah perusahaan. Ya, Jeno tengah mencari pekerjaan saat ini. Dan ia lelah, entah sudah berapa lama ia melangkahkan kaki kesana-kemari.

Dering ponsel memecah lamunan, Jeno mengeluarkan benda pipih persegi itu dari dalam saku celananya, mendapat nama yang familiar tertera dilayar.

"Halo?"

[Jeno! Bagaimana interview-mu hari ini?]

Helaan nafas keluar dari bibir Jeno. Ia tak ingin membicarakan apapun tentang hari ini. Sialan. Mengingatnya kembali membuat ia kesal setengah mati.

"Tak ada masalah"

[Sejak kapan kau suka berbohong?]

Sejak aku bertemu mate-ku. Jeno meringis kala kalimat itu yang muncul di benaknya untuk menjawab pertanyaan sang kakak.

"Ck, aku tidak berbohong! Memang tak ada masalah apapun saat interview atau sesudahnya" jawab Jeno jengah. Kakaknya itu cerewet sekali, tapi ia sayang.

TRAPPED || JAEMJENOù les histoires vivent. Découvrez maintenant