BAB 19: A Secret Place

15K 1.7K 94
                                    

Read well. Enjoy the story

***

BAB 19: A Secret Place

.

.

.

.

.

Tanggal pernikahannya semakin dekat dan undangan harus segera disebar. Karena prosesi akad nikah akan dilaksanakan penuh keintiman, Hera dan Najwa menyarankan agar Raya memilih orang-orang terdekatnya saja. Raya sudah memegang daftar orang-orang itu. Dan hari ini, ia harus mengantarkan undangan-undangan itu bersama Raskal. Menjelang hari-H dua orang itu memang lebih sering pergi bersama. Tidak tahu apa yang sedang direncanakan Hera dan Najwa, sepertinya mereka ingin sekali Raya banyak-banyak berinteraksi dengan Raskal supaya hubungan keduanya berkembang.

Jika benar begitu, kasihan sekali mereka, sebab Raya sangat tidak tertarik untuk mengembangkan hubungannya dengan Raskal.

Setelah menyisir asal rambutnya yang belum keramas, Raya langsung menyambar tasnya dan keluar dari kamar. Sejak tadi Bi Surti ribut sendiri mengingatkan bahwa dirinya harus sudah siap sebelum Raskal kembali dari kantor. Karena katanya, tuan muda satu itu tidak suka menunggu. Raya memutar bola mata muak. Padahal, kemarin pria itu dengan senang hati menunggunya mencoba gaun pengantin. Namun, sekarang, fakta itu mendadak disiram ke wajahnya oleh Bi Surti.

Oh, dirinya lupa kalau kemarin Raskal ditemani Arleen.

"Kenapa lama sekali?" tanya Raskal yang rupanya sudah menunggu tak jauh dari kamarnya.

Raya tidak menjawab, gadis itu langsung berjalan melewati Raskal menuju mobil yang sudah siap. Sebelum Raskal berhasil menyejajarkan langkahnya dengan Raya, teriakan Arleen memanggil Raskal terdengar begitu nyaring, berasal dari tangga yang menghubungkan lantai dasar dan lantai atas, tempat kamarnya berada.

Raskal menjeda langkahnya, begitu pun dengan Raya. Arleen berlari kecil ke arah Raskal dengan menampilkan senyumnya yang menawan.

"Mas Raskal mau kemana?" tanya Arleen, suaranya naik dua oktaf dari biasanya dan lebih mendayu-dayu.

Jujur, Raya jadi gemas dibuatnya. Dan ia juga tahu kalau Raskal juga merasakan hal yang sama.

"Kami mau mengantar undangan," jawab Raskal.

"Lho? Kenapa nggak nyewa kurir aja, Mas?"

"Tidak bisa," jawab Raskal singkat.

"Kalau begitu, aku boleh ikut nggak?" tanya Arleen, menatap Raskal penuh harap.

Raya memutar bola matanya, kemudian berbalik dan meninggalkan dua sejoli itu. Ia tidak mau mengembangbiakkan perasaan negatifnya untuk saat ini. Demi sisa hari yang baik, ia harus meninggalkan sesuatu yang membuatnya jijik.

Gadis itu kemudian berdiri di sisi SUV hitam kesayangan Raskal, mengamati Arleen dan Raskal yang masih mengobrol. Tentu jaraknya berdiri tidak memungkinkan untuk mencuri dengar percakapan mereka. Namun, dilihat dari mimik wajah Arleen yang berubah-ubah—dari antusias, kecewa, dan antusias lagi, Raya sedikit paham apa yang mereka bicarakan.

Begitu Raskal hendak meninggalkan Arleen setelah mengusap kepalanya, pria itu kembali terhenti sebelum melangkah lebih. Hingga kemudian, tubuh pria itu kaku saat benda kecil yang terasa hangat dan lembut mengecup pipinya. Tak hanya Raskal yang terpaku akan kejadian itu. Calon istrinya yang menunggu di luar pun begitu.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Where stories live. Discover now