BAB 26: You Are Not Alone

16.4K 1.7K 67
                                    

i'm sorry for any typos and grammar errors.

happy reading!

***
BAB 26: You Are Not Alone

.
.
.
.
.

Frustasi. Raya sangat familier dengan perasaan itu. Ia mengenal dengan baik bagaimana gestur orang-orang yang tengah mengalaminya. Mengacak rambut, napasnya tak beraturan, seolah udara yang ada di dalam paru-parunya berlarian dan berebut untuk dihela dengan kasar, berjalan mondar-mandir tidak jelas, serta punggung membungkuk bagai tanaman yang sudah lama tak terpapar sinar matahari. Persis seperti yang diperlihatkan Raskal saat ini. Pria itu ada di sekitarnya, di koridor rumah sakit yang sunyi, menolak untuk ikut masuk ke ruang rawat, frustasi menunggu Hera sadarkan diri sejak ditemukan pingsan dengan hidung berdarah setengah jam yang lalu.

Elby bersama dokter yang menangani Hera menjelaskan, bahwa Hera hanya butuh istirahat yang cukup, sebab anemia yang diidap--dampak dari leukemia--ibu mertua Raya itu tidak memperbolehkan untuk terlalu lelah. Tak hanya Raskal, penjelasan itu juga membuat Raya merasa bersalah. Selama satu bulan ini, Hera dan Najwa lah yang sibuk ke sana ke mari mengurus pernikahannya. Bukan sepenuhnya salah Raya dan Raskal, memang, karena Hera membatasi andil dua pengantin itu dan menyuruh mereka untuk membangun keakraban saja. Kendati demikian, Raya tidak bisa melenyapkan rasa sesalnya ketika Hera mendadak drop seperti ini. Apalagi dengan penyakit yang cukup berbahaya itu.

Tak lama kemudian, setelah menunggu cukup lama, pintu kamar rawat Hera terbuka, Harris keluar dari ruangan VIP tersebut.

"Loh? Kenapa kalian berdua masih di sini?" tanya Harris heran.

Raskal yang semula menyandarkan punggungnya di dinding menegak, juga Raya yang tadinya duduk langsung bangkit tatkala menyadari kehadiran Harris.

"Pulang saja ke hotel, dari tadi pagi kalian belum istirahat, 'kan?"

Raya mengangguk, tak kuat karena pinggang, kaki, dan lehernya sudah pegal bukan main.

"Raskal, bawa pulang istrimu, kasihan dia. Kamu juga istirahat. Biar Papa yang jaga Mama di sini, kamu tidak perlu khawatir," perintah Harris pada Raskal.

Tanpa sadar Raya menyatukan tangannya, merasa tak enak harus merepotkan Raskal meski ia tahu bahwa pria itu ingin bermalam di sini.

Namun, tidak sesuai dengan perkiraannya, Raskal malah menganggukkan kepala dan melangkah ke samping Raya.

"Baiklah. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Raskal, ya Pa?"

Setelah pamit, pria itu berjalan mendahului Raya.

*

Walaupun sudah berkali-kali ia dan Raskal berdiam diri di dalam mobil, ia tidak pernah merasakan suasana negatif sepekat malam ini. Pria itu mengemudi seperti orang kesetanan. Jalanan memang sudah sepi tengah malam begini, tapi tetap saja itu namanya cari mati. Namun, Raya tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan mencoba mengerti. Mungkin, itu adalah cara Raskal meluapkan emosi. Maklum lah, mungkin saja laki-laki seperti dirinya yang punya kuasa dan merasa tinggi sulit untuk membahasakan perasaan lewat cara yang lebih aman. Menjadikan mengebut dengan mobil sport di jalanan sebagai alternatif yang memuaskan.

Namun, yang Raya rasakan, makin lama, kecepatan mobil semakin tak biasa, rasanya seolah ia sedang terbang di atas aspal dengan spidometer digital menunjuk ke angka yang luar biasa besar. Kalau terus begini, ia benar-benar bisa mati!

"Raskal, saya tahu kamu lagi ngerasa berantakan. Tapi, please, berhenti dulu!" seru Raya, mencoba mengalahkan derum mobil yang mendominasi.

Tentu Raskal tak mendengar.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Where stories live. Discover now