BAB 22: For Arleen

12.9K 1.5K 68
                                    

sorry for any typo and grammar error.

happy reading!

***

BAB 22: For Arleen

.
.
.
.
.

Nyanyian ulang tahun mengalun dari mulut-mulut anak remaja yang bertepuk tangan meriah, mendoakan seorang gadis yang menjadi pusat kebahagian hari itu, agar panjang umur dan sejahtera, seperti lirik lagu. Berbeda dari orang-orang di sekitarnya, gadis itu memasang raut wajah datar, seolah tak senang dengan acara spesialnya hari ini. Matanya menyusuri lautan tamu undangan yang terdiri dari teman-teman sekolahnya, mencari seseorang yang tak kunjung datang.

Walau lagu ulang tahun itu kini memintanya untuk tiup lilin, ia tetap bergeming di belakang kue tar, di hadapan seluruh tamu undangan.

"Tiup lilinnya!" Ibunya yang di sebelah berbisik, memerintahkannya untuk lekas membatinkan doa kepada zat yang bukan Tuhan itu dan meniupnya hingga padam. Namun, gadis itu tidak segera melakukannya, ia malah bertanya.

"Papa kemana? Kenapa belum datang?"

"Papa pasti datang, kamu tiup dulu lilinnya, jangan membuat semua orang menunggu." Riana kembali berbisik.

Dengan ragu Arleen merunduk dan memejamkan matanya. Hari itu, hanya harapan kecil yang terbit di hatinya. Yaitu kedatangan sang ayah. Setelah lilin berangka 11-nya padam, gegap-gempita pesta kembali ke permukaan, tamu undangan memberi aplaus yang meriah. Kemudian mereka kembali bernyanyi untuk sesi potong kue.

Lagi-lagi, Arleen tidak segera melakukannya, gadis itu masih mencari keberadaan sang ayah di tengah pesta. Dengan keterlambatan ini, Arleen berharap ayahnya akan memberikan kejutan baru.

"Tuan Putri? Sudah siap untuk memotong kuenya?" tanya Najwa yang hari itu menjadi pembawa acara ulang tahun Arleen.

Arleen mengerjap, tak sadar bahwa nyanyian potong kue sudah lenyap. Tanpa semangat, gadis itu mengambil pisau kue dan memotong bagian bawah tar berbentuk istana itu. Potongan pertama ia beri untuk sang mama, setelah itu ia meletakkan kuenya dan kembali terdiam, membuat tamu kebingungan.

Najwa dengan kikuk mengangkat mikrofonnya, hendak menyuruh Arleen untuk lanjut menyuapi orang-orang yang gadis itu sayangi, tetapi saat melihat adik sepupunya itu menatap pintu masuk yang terbuka lebar, ia mengurungkan niatnya.

"Sepertinya, Tuan Putri kita sedang menunggu seseorang?" Najwa menggantikannya dengan pertanyaan itu agar tidak ada kecanggungan. "Apakah Tuan Putri menunggu Pangeran?"

"Ya!!!" Dengan heboh, para remaja seumuran Arleen menjawab pertanyaan itu.

Namun, upaya itu rupanya tidak berhasil mengembalikan kemeriahan acara. Arleen masih bergeming di belakang kue bersama Riana yang sudah berkali-kali membujuknya agar memberikan potongan kedua untuk Eyang Kakung atau Najwa. Gadis itu bersikeras ingin menunggu, tidak peduli jika acara ulang tahunnya hari ini gagal dan menjadi buah bibir teman-temannya nanti.

Ia tidak ingin hal lain, selain kehadiran papanya.

Tak lama kemudian, seorang pria muncul di ambang pintu utama, membuat senyum Arleen kembali melebar. Penantiannya tidak sia-sia!

Lalu sepertinya yang ia harapkan, papanya membawa kejutan baru. Bukan seunit mobil impiannya, bukan Teddy Bear raksasa, apalagi membawa artis favoritnya. Di sana, hanya ada Galih, bersama seorang gadis tak dikenal mengikutinya dari belakang.

Senyum cerah Arleen sirna. Di hari itu lah kehancuran keluarganya bermula. Kedatangan Raya adalah sebuah mimpi buruk baginya.

***

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Where stories live. Discover now