BAB 24: A Couple of Blind Birds

15K 1.5K 42
                                    


i apologize if there's any typo or grammar errors.

happy reading!

***

BAB 24: A Couple of Blind Birds

.

.

.

.

.

Ada dua akad nikah yang membuat Arvin ingin sekali menendang pasak bumi dan membiarkan dunia hancur lebur bersamanya. Yang pertama adalah pernikahan ibu kandung dengan ayah tirinya, kemudian disusul dengan pernikahan perempuan yang telah ia sukai bertahun-tahun lamanya. Tidak begitu lama sebenarnya, terhitung baru dua tahun belakangan. Namun, tetap saja, menyaksikan perempuan itu duduk di pelaminan bersama yang lain membuatnya bagai bujang tak punya harapan. Silakan hapus kata "bagai," itu, karena ia memang benar-benar bujang putus asa.

Si bujang putus asa ini pun memutuskan untuk menghilang dari acara setelah berbasa-basi dengan sejawatnya. Ia segera menuju ke bagian paling atas gedung hotel bintang lima yang menjadi tempat acara.

Mungkin, menghabiskan sebatang rokok sambil diterpa angin dan terik matahari bisa membuat kewarasannya kembali.

Semoga saja tempat itu kosong, karena sependek pengatahuannya, hotel berbintang ini punya beberapa menara yang atapnya dijadikan restoran, bar, atau griya tawang, tetapi atap menara yang akan ia sambangi ini hanyalah sebuah lahan kosong di ketinggian ribuan kaki.

Namun, sayang sekali, semoga-nya tidak tercapai, sebab ketika dirinya membuka pintu, seorang perempuan telah mendahuluinya. Perempuan itu berdiri di belakang pembatas kaca, menatap langit seakan-akan sedang menantangi matahari.

"Nggak silau?" Arvin bertanya, membuat perempuan berambut lurus sepunggung itu menoleh sambil menyipitkan mata. Rupanya, mata yang dihias indah oleh make-up itu tetap tidak bisa menghindar dari teriknya sinar mentari siang ini.

Perempuan itu tentu tidak menjawab pertanyaan Arvin yang kedengaran sok asik. Gadis bergaun hitam selutut dan berlengan panjang itu kembali menatap kosong gedung-gedung pencakar langit yang berlomba menembus lapisan atmosfer. Sama sekali tidak menghiraukan kedatangan Arvin.

"Udah lama di sini?" tanya Arvin, setelah sejenak memulihkan diri dari pengabaian.

Perempuan itu menoleh lagi, dan akhirnya menjawab singkat, "Belum lama."

Arvin hanya mengangguk. Tak membiarkan kecanggungan datang dan merangkul erat mereka berdua, Arvin kembali bertanya, "Habis kondangan juga?" tanyanya.

"Acara di hotel ini bukan cuma pesta pernikahan, 'kan?" jawab perempuan itu. "Tapi kayaknya kamu habis kondangan, ya?" lanjutnya, meneliti penampilan Arvin yang hari ini mengenakan kemeja batik berwarna hitam dan celana bahan berwarna senada.

Arvin melenggut, kemudian berkata, "Tapi udah selesai. Makanya gue cabut ke sini."

Perempuan itu tersenyum tipis, membuat Arvin lega karena tidak dibalas dengan jutek menggunakan kalimat "emang gue nanya?"

"Memangnya siapa yang menikah?" tanya perempuan itu, terlihat penasaran.

"Kawan," jawab Arvin.

Pemuda itu dengan percaya diri mengulurkan tangan untuk berjabat. "Gue Arvin," ucapnya.

Walaupun awalnya agak ragu, akhirnya perempuan itu menyambut uluran tangan Arvin dan memberi tahu namanya.

"Arleen."

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang