AD I

21.7K 1.9K 50
                                    

Nabila menatap dirinya dipatulan cermin, masih tidak percaya bahwa beberapa jam lalu, ibunya tega menjualnya pada orang asing.

flashback on

"Nabila!"

Nabila yang mendengar namanya diteriaki keluar dari kamar, menutup buku yang bertuliskan 'Kalkulus' pada sampulnya.

"Ada apa ma?"tanyanya bingung, pasalnya wajah wanita dihadapannya itu tengah panik.

"Kamu sayang mama kan?"tanya Adella, ibu Nabila.

"Mama kenapa?"tanya Nabila bingung, kenapa tiba-tiba ibu-nya bertanya mengenai kasih sayang?

"Ikut mama ya? Nanti mama jelasin"Adella menarik tangan Nabila keluar rumah, bahkan tidak ada kesempatan bagi gadis itu untuk bersiap-siap atau sekedar berganti baju.

flashback off

Hingga disinilah Nabila berada, duduk didepan meja rias dengan gaun pengantinnya, menunggu sang suami keluar dari kamar mandi.

Nabila masih belum bisa mencerna semunya, dia dipaksa menikah dengan seorang lelaki yang memiliki usia tak jauh beda darinya. Nabila akui suaminya itu tampan, tapi dirinya bukannya perempuan yang mudah jatuh hanya karena paras seseorang.

Park Sunghoon, begitulah nama yang didengarnya. Lelaki itu memiliki wajah dingin dengan sorot hitam pekat yang tajam, Nabila mengetahuinya karena pertama kali dirinya menatap mata itu, seakan ada ketidak sukaan disana.

klek

Pintu kamar mandi terbuka, sontak Nabila menatap objek yang menimbulkan suara tersebut.

Seorang lelaki keluar dengan kaos putih dan celana ponggol hitam tiga jari diatas lutut, rambutnya yang masih basah menghasilkan tetesan air yang menghujani lantai, seketika aroma maskulin menyeruak ke penjuru ruangan, sangat nyaman dihirup sampai-sampai Nabila tidak sadar jiika ia memejamkan matanya mencari ketenangan.

Tapi itu tidak berlangsung lama, karena Nabila kembali membuka matanya tatkala mendengar decitan ranjang.

Lelaki itu, Park Sunghoon, memejamkan matanya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Nabila menghela nafas, berdiri mengangkat gaun berat yang melilit tubuh ringkihnya, berjalan gontai ke kamar mandi berniat untuk membersihkan diri.

Namun tidak sesuai kenyataannya, perempuan itu menangis didalam sana, mencoba meredam suaranya agar tidak mengganggu siapapun.

Dia memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya, terutama pendidikannya. Nabila selama ini belajar keras mempelajari kalkulus dan buku-buku tebal demi cita-citanya, yaitu menjadi seorang guru matematika. Ntah kenapa, dari kecil Nabila sangat menginginkan pekerjaan mulia tersebut, baginya sangat menyenangkan bisa berbagi ilmu dan pengetahuan dengan orang lain.

Nabila menyadari bahwa dirinya bukanlah gadis yang selalu terpenuhi kebutuhannya, jadi dia harus merangkak sendiri demi cita-cita. Tetapi semuanya sirna, harapan itu seakan berubah menjadi pil pahit yang harus ia telan.

Kristal bening tersebut kembali membasahi pipinya, ia lelah, takut, marah.

Lelah dengan semua yang dialaminya, takut karena kini dia sendirian, tidak mengenal siapapun untuk sekedar mengadu, marah dengan dirinya sendiri mengapa harus jadi orang yang lemah.

Nabila mengusap air matanya, menatap wajahnya dari pantulan cermin, dua kata yang dapat mendefinikan keadaannya saat ini.

Sangat kacau.

Perlahan diturunkannya resleting yang berada dipunggungnya, hingga gaun putih itu meluncur bebas dari tubuhnya. Tanpa malu ia menatap tubuh polos itu.

Sekarang ini bukan cuma punya gue, tapi juga punya orang lain batinnya merasakan sesak yang teramat sangat.

Setelah membersihkan tubuhnya, Nabila keluar dari kamar mandi, tiba-tiba jantungnya berdetak cepat, memikirkan dimana ia akan tidur.

Sunghoon, lelaki itu tidur disisi kiri ranjang, menyisakan tempat kosong disebelahnya, tapi tidur disana bukanlah ide yang bagus, menurut Nabila itu hal yang lancang mengingat tempat yang ia tinggali sekarang bukanlah 'tempatnya'.

Dan malam itu Nabila memilih tidur di sofa, meringkuk menutup wajahnya, membiarkan malam sunyi itu ditemani tangisan pilu yang menyesakkan dada.










Tbc...

A DESTINY || PARK SUNGHOONWhere stories live. Discover now