Felix

176 32 8
                                    

–Happy Reading–

" Jen! "

Tok

Tok

Tok

" Jeno! "

Felix terus mengetuk pintu dan memanggil-manggil Jeno. Sudah sepuluh menit ia melakukan itu tapi Jeno belum juga membukakan pintu.

" Jen- "

Ceklek

" Apa? " Tanya Jeno setelah membuka pintu. Felix berkacak pinggang.

" Kebiasaan Lo, buka pintu aja lama banget " ucap Felix kesal seraya melangkah masuk ke dalam rumah mewah Jeno. Tapi sebelum Felix masuk ke dalam rumah, Jeno lebih dulu mencegah Felix masuk.

" Apa sih Jen, gue pengin masuk " ucap Felix bingung.

" Belum kuijinkan " ucap Jeno.

" Apaan sih lo, biasanya juga gue langsung masuk " Felix melangkah kembali memasuki rumah Jeno dan lagi-lagi Jeno mencegahnya.

" Kenapa kau datang pagi sekali? " Tanya Jeno mengingat sekarang baru pukul 6 pagi sedangkan mereka pergi ke kediaman King Liu pukul 9 pagi. Masih sangat lama.

" Gue sengaja datang pagi. Dirumah sepi, orang tua gue lagi pada pergi "

Jeno mengangguk-angguk mengerti tanpa berniat mengajak Felix masuk. Felix yang sedari tadi ingin masuk pun memutar otak agar dirinya bisa masuk ke dalam rumah Jeno.

" Eh, Jen. Di punggung gue kaya ada yang nemplok, coba liat " ucap Felix. Jeno langsung menuju ke belakang Felix untuk melihat sesuatu yang katanya menempel di punggung temannya itu. Tanpa membuang waktu, Felix berlari masuk ke dalam rumah lalu bersorak senang.

" Yes! Gue berhasil ngibulin muka tembok "

Jeno mendecak lalu masuk ke dalam rumahnya. Baru saja ia ingin menarik Felix keluar tapi laki-laki itu malah menyelonong memasuki dapur.

" Nih Jen, gue kasih tau. Gue kan temen lama Lo nih. Dari kecil bareng sampe sekarang. bahkan pekerjaan kita juga sama, penjaga Lembah Naga. Jadi, Lo jangan sembunyiin sesuatu dari gue " ucap Felix seraya mengambil camilan di meja makan Jeno.

Jeno menatap Felix was-was. pasti yang Felix maksud adalah keberadaan gadis di rumahnya yaitu Lia. Ia sudah menduga jika Felix curiga kepadanya tapi Jeno tidak bisa mengatakannya kepada Felix entah kenapa ia merasa takut. Ia tidak ingin ada yang tahu jika Lia berada di rumahnya kecuali Baba yang memang sudah bertemu dengan Lia.

" Kok bengong? " Tanya Felix ditengah kegiatan mengunyahnya. Jeno menggeleng, ia duduk di sebelah Felix lalu menatap kosong ke depan.

Felix menggeleng-gelengkan kepala melihat Jeno yang belum juga mau terbuka dengannya. Ia kembali memakan camilan yang ia pegang dengan sesekali melirik Jeno yang masih termenung di tempat. Sebagai teman lama Jeno, Felix tahu betul bagaimana Jeno. Jeno orang yang tertutup, ia sulit percaya kepada orang lain bahkan kepada Felix. Memang sih, tertutup itu perlu tapi jika berlebihan juga tidak baik. Semua ditanggung sendiri bisa membuat stres. Jeno juga selalu berbicara formal kepada siapapun tidak terkecuali Felix. Yang Felix sayangkan dari sifat temannya itu, Jeno lebih banyak diam dan jarang tertawa. Hidupnya seolah kaku.

Jeno sudah menjadi yatim piatu sejak kecil. Setelah orang tua Jeno meninggal, orang tua Felix memutuskan untuk merawat Jeno tapi ketika usia Jeno menginjak 8 tahun, Jeno memilih untuk tinggal sendiri. Ia merasa sudah sangat merepotkan keluarga Felix. Tentu saja Felix setiap hari datang ke rumah Jeno untuk sekedar melihat keadaan temannya itu. Walaupun sudah bersama dari kecil Felix rasa ia belum mampu untuk membuat Jeno ceria dan mudah tertawa.

Felix membuang bungkus camilan yang tadi ia makan lalu beralih ke dispenser untuk mengambil air.

" Jen, gue ngantuk. Gue numpang tidur di kamar Lo ya? " Ucap Felix setelah meletakkan gelas di meja.

" Em, jangan dikamar ku. em...kamarku berantakan. Di sofa saja yah? "

Felix memicing lalu menghela nafas, " oke deh "

Jeno bernafas lega setelah Felix merebahkan tubuhnya di atas sofa. Jeno menatap pintu kamarnya dimana didalam sana ada Lia yang mungkin masih tidur. Sungguh gadis yang merepotkan.

Setelah memastikan Felix sudah terlelap, Jeno masuk ke dalam kamar tanpa menimbulkan suara. Ia berkacak pinggang melihat Lia yang masih tertidur dengan nyenyaknya seolah tidak merasa bersalah karena telah membuat sang tuan rumah tidur di sofa dengan diselimuti udara dingin dan ditemani nyamuk.

Jeno menghampiri ranjang lalu menarik selimutnya dengan kasar membuat Lia tersentak. Lia mengucek kedua matanya lalu menatap Jeno sebal.

" Bangun " ucap Jeno.

" Ini udah bangun "

" Turun "

Lia menurut, ia turun dari ranjang empuk Jeno lalu berdiri di depan Jeno.

" Aku sudah memberimu makan, mengobatimu dan membiarkanmu menginap di rumahku. Sekarang aku minta kau pergi "

Lia ingin memprotes tapi ia tidak ada hak untuk itu. Ini rumah Jeno dan ia sangat berhak untuk mengusirnya. Lagipula Jeno sudah baik mau menolongnya.

" Iya, iya. Makasih udah nolongin aku " ucap Lia lesu. Ia masih berharap Jeno memberikannya tumpangan lagi sampai ia menemukan tempat tinggal. Tapi ia rasa tidak mungkin.

Jeno mengangguk lalu menarik Lia ke arah jendela. Jeno membuka jendelanya lalu mempersilahkan Lia pergi.

Lia membuka mulutnya menatap Jeno. Apa maksudnya ia keluar lewat jendela?

" Kok lewat jendela? " Tanya Lia.

" Sudah jangan banyak tanya. Cepat keluar " ucap Jeno yang sesekali melihat ke arah pintu. Jeno takut jika Felix tiba-tiba bangun dan masuk ke kamarnya.

" Iya sabar " ucap Lia yang mendekat ke arah jendela. Lia memekik lalu memundurkan tubuhnya.

" Jurang Jen! Yang bener aja dong bangun rumah Deket jurang! " Ucap Lia. Jeno sengaja membangun rumah yang tepat di belakang rumahnya langsung menghadap jurang yang sangat curam. Walaupun berbahaya tapi Jeno sangat suka pemandangan di pagi dan sore hari dimana sunrise dan sunset terlihat tanpa terhalang apapun.

Jeno membekap mulut Lia seraya menatap pintu was-was.

" Bisakah kau tidak berteriak? "

Lia melepas bekapan Jeno, " ya kamu yang bener dong. Mau ngusir apa mau buat aku mati?! Lagian kenapa ngga lewat pintu aja sih? "

" Tidak bisa " Jeno mendorong-dorong pelan Lia untuk keluar lewat jendela sedangkan Lia memundur-mundurkan tubuhnya lagi, berusaha menjauhi jendela.

" Ngga mau Jen, jangan lewat situ. Jahat banget ih " rengek Lia.

" Yasudah, mau lewat mana? " Tanya Jeno.

" Pintu lah, aku dateng lewat pintu perginya juga harus lewat pintu! " Ucap Lia tidak bisa dibantah. Ia masih sayang nyawa. Ia tidak mau mati karena jatuh ke jurang itu.

Jeno tampak berfikir sejenak kemudian mengangguk. Ia berjalan keluar kamar diikuti Lia. Jeno mengintip Felix yang masih terlelap kemudian menatap Lia.

" Jangan sampai membangunkannya! " Ucap Jeno.

Lia melihat Felix sekilas lalu menunjukkan ibu jarinya di depan wajah Jeno.

Lia berjalan pelan seraya membungkam mulutnya. Entah siapa laki-laki yang sedang tertidur dengan pulas itu yang jelas ia tampan. Setelah menggapai gagang pintu, Lia membukanya perlahan. Ia berbalik menatap Jeno seraya tersenyum lebar. Ia melambai-lambaikan tangannya dan mengucapkan terimakasih sekali lagi tanpa suara, hanya gerakan bibir. Setelah itu Lia keluar dari rumah Jeno dan menutup pintu dengan hati-hati.

Perasaan Jeno lega seketika. Lia pergi tanpa sepengetahuan Felix. Jeno harap Lia baik-baik saja diluar sana.

" AAAAAAAA "


***

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa vote dan komennya😊









FIRST LOVE | Jeno×Lia |Where stories live. Discover now