Perjalanan 2

112 17 12
                                    


–Happy Reading–

" Putri " panggil Durka. Lia tidak merespon, ia tetap berlari kecil entah kemana tujuannya.

Durka berlari mengejar Lia. Ia khawatir terjadi sesuatu kepada Putri kerajaannya itu.

Hap

Durka berhasil meraih tangan Lia. Tapi Lia langsung melepaskannya dan berjalan mundur. Terlihat sekali dari sorot matanya ia ketakutan.

" Ada apa Putri? Anda kenapa? " Durka benar-benar khawatir. Ia mendekat namun Lia kembali mundur.

" J-jangan mendekat "

Durka menoleh ke belakang karena Lia beberapa kali melirik sesuatu yang berada di belakangnya. Ia langsung merasa susah bernafas. Lia pasti masuk ke ruangan eksekusi dan melihat pemenggalan. Sebisa mungkin ia menampilkan wajah tenang agar Lia tidak ketakutan lagi. Ia mendekat lalu merengkuh tubuh Lia.

" Tidak ada yang perlu anda takuti Putri. Semua itu sudah menjadi peraturan disini. Siapapun yang bersalah akan mendapat hukuman yang setimpal dengan apa yang mereka perbuat " jelas Durka.

" Tapi kenapa harus dipenggal?! " Sentak Lia yang kembali menangis.

" Karena sudah keputusan Raja, sudah, lupakan saja apa yang anda lihat. Jika terus mengingatnya malah justru membuat anda semakin takut "

Lia melepaskan rengkuhan Durka dengan kesal lalu pergi meninggalkan Durka.

Durka yang ditinggal begitu saja mengusap wajahnya kasar. Ia merasa bersalah kepada Lia. Ia menatap pintu hitam itu nyalang lalu menghampirinya dengan langkah menggebu-gebu.

Brak

Brak

Brak

" JIKA INGIN MENGEKSEKUSI KUNCI PINTUNYA!!!! "

" BODOH! " Teriak Durka marah yang diakhiri tendangannya.

Sebelum pintu itu terbuka dari dalam Durka sudah pergi menyusul Lia. Setelah Durka pergi, pintu di buka dari dalam oleh sang algojo yang tadi memenggal kepala kakek tua. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencari orang yang tadi berani menggedor-gedor pintu.

" Siapa yang dengan tidak sopannya menggedor pintu ruang kerjaku. Cari mati saja " gumam Algojo dengan wajah datarnya. Kemudian ia masuk kembali ke dalam.

~~~

Baba meniup dan menambah kan kayu bakar karena api unggunnya akan padam. Selagi ia sibuk dengan api unggun, Jeno malah asik tidur di atas tanah beralaskan daun pisang. Baba memukul kaki Jeno pelan,  dasar anak muda durhaka. Orang tua sedang kesusahan bukannya membantu malah tidur.

Saat dirasa puas dengan api unggunnya, Baba membuka ranselnya dan mengubak-ubak isinya. Ia sedang mencari panci, dimana pancinya.

" Oh ini dia "

Baba mengisinya dengan air lalu merebusnya untuk membuat teh.

Baba menggosok-gosokkan kedua tangannya di depan api. Bayangkan, cuaca disiang hari saja sudah dingin apalagi malam.

" Jen, bangunlah. Pakai jaketmu " ucap Baba. Jeno hanya bergerak sedikit tanpa membuka mata.

FIRST LOVE | Jeno×Lia |Where stories live. Discover now