7. Menjengkelkan

58 25 0
                                    

       Ruang BK yang amat senyap dan dinginnya AC memenuhi ruangan. Kini di dalamnya sedang berdiri Rizal, Marta, Jian, dan Samsul tengah berdiri tegak di depan Pak Billar yang menatap keempatnya dengan seksama.

Wajah keempatnya tampak masih membekas luka dan lebam akibat kemarin melawan Gengnya Rudi. Kini mereka dikumpulkan karena Pak Billar pikir keempatnya berkelahi.

"Jadi, apa masalah kalian berkelahi? Jian? Rizal? Kenapa?" tanya Pak Billar dengan tajam menatap keempatnya.

"Saya gak ngelawan mereka, Pak. Mereka juga gak ngelawan saya," jawab Jian menggaruk tengkuknya karena sulit menjelaskan. Jika di jelaskan masalah kemarin akan panjang urusannya.

"Jadi bagaimana, toh?" tanya Pak Billa lagi tidak mengerti.

"Intinya, Pak, kita gak punya masalah," jawab Marta.

"Iya, Pak, kita gak ngapa-ngapain," ucap Samsul.

"Kalau kamu? Kenapa diam terus?" tanya Pak Billar menatap Rizal yang hanya menyimak. Ia tampak sedikit terkejut dan menatapnya.

"Udah diwakilkan," jawab Rizal seadanya membuat ketiganya menghela napas.  Padahal mereka berharap Rizal menjelaskannya karena sebagai ketua.

Pak Billar mengangguk-angguk dan menatap keempatnya lagi bergantian, "Wajah kalian itu kenapa? Jatoh? Barengan?"

"Karena kalian tidak mau jujur dan telah terbukti berkelahi silakan keliling lapangan 30 kali," lanjutnya membuat empat remaja itu mengangkat wajahnya berbarengan karena tak percaya.

"Sekarang banget, Pak?" tanya Rizal dengan sedikit malas.

"Iya toh, silakan," jawab Pak Billar membukakan pintu ruangan Rizal segera keluar dan diikuti ketiganya.

"Gara-gara si Rudi, nih!" seru Samsul menghela napas gusar.

"Gak usah dikerjain hukumannya kalian tau ‘kan kita gak salah?" tanya Marta memprovokasi.

"Setuju gue, kita gak ngapa-ngapain ‘kan?" tanya Jian ikutan sesat.

"Lo gimana, Zal? Mau bolos gak?" tanya Samsul menoleh pada Rizal yang hanya diam.

"Gila ya bolos?" tanya balik Rizal dengan tajam membuat mereka menghela napas malas, gak ada asyiknya nih orang.

"Yaudah, ayo bolos." Ucapan Rizal membuat ketiganya sumringah dan mengikuti Rizal menuju belakang sekolah.

"Sama gobloknya ternyata," sahut Samsul dengan kekehan puasnya.

Keempat remaja itu mulai memanjat dinding yang tinggi, lalu mendarat mulus di atas rumput. Jian sedikit merintis karena Samsul menginjak kakinya, terjadi perdebatan kecil di antara keduanya. Marta dan Rizal hanya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Mereka pun segera berjalan menjauh dari sekolah, keempatnya di kenal di sekolah hanya berteman antar kelas, tapi jika di luar sekolah mereka lebih dari itu. Tak ada yang tahu jika bukan teman terdekat saja bahwa mereka anggota geng motor dan salah satu murid di sekolah itu adalah ketuanya.

"Mau kemana nih?" tanya Rizal sambil terus berjalan.

"Cafe aja gimana? Laper gue," jawab Samsul.

"Warnet dulu lah, lo perut mulu!" seloroh Jian.

"Kagak ada, kita harus buat perhitungan sama Si Rudi Tabuti," kata Marta penuh semangat.

"Plis dong gue beneran laper," imbuh Samsul.

"Gue mau ke warnet," protes Jian.

"Urusan itu sih gampang. Si Rudi dulu kudu diberesin!" kekeh Marta.

"Lah, udah-udah. Mending kalian pergi sendiri aja sana ribet bet!" ucap Rizal melerai ketiganya.

"Jangan gitulah, Pak Bos. mending sekarang kita ke Cafe dulu isi perut habis itu ke si Rudi, lalu ke warnet gimana?" tanya Samsul menatap ketiga temannya bergantian.

"Yaudah, ayo!" jawab Rizal mempercepat langkahnya terlebih dahulu Samsul yang teramat senang mengikutinya.

"Sialan!" sahut Jian dan Marta kompak dan mereka pun mengikuti keduanya berjalan menuju cafe.

****

Setelah menyelesaikan tanda tangannya pada penjaga perpus, Reza segera keluar dari sana dan berjalan dengan tenang dan melihat Rizal yang baru saja keluar dari kelasnya. Ia tak melihat siapa pun lagi selain cowok itu. Reza segera berlari kecil menghampiri Rizal yang tengah membuka ponselnya.

"Zal!" serunya membuat Rizal menoleh dan menurunkan ponselnya.

"Tas gue mana?" tanya Rizal menunjuk kelasnnya yang sudah kosong.

"Dibawain Alfin kali, lo dari mana?" tanya balik Reza dengan heran melihat seragamnya yang kusut dan luka di sudut bibir.

"Nemuin Rudi," jawab nya santai dan menghampiri wastafel, lalu membasuh wajahnya. Ia meringis karena perih.

"Lo buat perhitungan sama dia?" Rizal mengangkat wajahnya sejenak dan mengangguk.

"Heh! Lo bikin masalah apa lagi? Lo gak kasihan sama nyokap lo?" tanya Reza lagi dengan sedikit kesal.

"Gak usah bawa-bawa nyokap," jawab Rizal mendengus sebal.

"Kemarin aja lo hampir bunuh Rudi sekarang lo hajar dia lagi?!"

"Gue pikir lo gak mau ikut campur?"

"Tapi lo kelewatan!"

"Gue gak nyari masalah duluan!"

"Ya gak seharusnya lo lakuin itu? Kenapa? Lo ngerasa jagoan? Karena lo ketua geng?" Rizal menatap Reza dengan tajam sangat kesal kenapa Reza begitu menjengkelkan?

"Gue males debat sama lo"

"Yaudah debat sama tembok aja sana! Sama-sama keras dan goblok" Reza hilang kesabaran dan segera pergi meninggalkannya ia tau Rizal tak akan membalasnya lagi karena cowok itu lebih banyak bereaksi dari pada bicara, ah menjengkelkan.

⁝⁞⁝⁝⁞⁝⁝⁞⁝⁝⁞⁝

Kulkas Aktif《Completed》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang