Bab 21

2.8K 373 11
                                    

Pamela melihat mobil Gendhis yang di parkir di depan bersanding dengan mobil pick up barang. Pamela langsung ke luar salon,ia buru-buru ke tempat Gendhis menanyakan bagaimana pestanya semalam. Apa berjalan sukses? Ia menganggap Gendhis salah satu projek make overnya yang harus berhasil.

Tapi baru beberapa langkah berjalan, ia berhenti ketika melihat sebuah mobil BMW hitam memarkir. Siapa yang datang dengan mobil mewah ini. Apa mungkin pelanggan salonnya tapi kenapa parkirnya lebih condong ke toko Gendhis. Mungkin ada orang kebetulan lewat dan mencari minuman dingin. Benar dugaan Pamela yang ke luar ternyata seorang lelaki yang memekai kemeja serta bawahan hitam, Tak lupa kaca mata hitam yang langsung dilepas.

Wah lelaki itu benar-benar tampan dan gagah, ia menuju swalayan tanpa menengok ke arah Pamela. Walau sebenarnya Pamela adalah manusia setengah kepribadian, Jarang lelaki yang tidak terpesona padanya. Pamela tetap cantik sekali pandang. Ia bergegas mengikuti, pokoknya Pamela harus kenalan dengan lelaki itu.


“Kamu kerja jadi sales deterjen ya sekarang?” Mita bertanya sambil menyuguhkan minuman. Perawakan Yudi tak beda dengan lima tahun lalu, pria itu masih kurus dengan kulit putih bersih dan mata sipit seperti orang cina.

“Iya. Sudah dua tahunan ini. Kalian kerja di toko ini? Aku baru pertama kali nyuplai barang ke sini. Biasa kena rolling.”

“Aku pegawai di sini tapi Gendhis yang punya.”

“Hah? Beneran? Kamu sukses sekarang Ndhis.”

Gendhis hanya tersenyum. Jangan lagi ada menerka dari mana ia dapat modalnya. Mita tahu toko ini dari Emran dan beberapa orang yang dekat dengannya tapi tidak orang lain seperti kawan lama. Apa lagi Yudi paham betul latar belakang keluarganya.

“Ah biasa aja.”

“Biasa bagaimana, toko kamu termasuk besar. Udah punya mesin struk juga, cukup komplit.”

Mita pura-pura batuk. Ini seperti pujian terselubung. Mita tahu dari dulu Yudi naksir Gendhis bahkan gosipnya mereka sempat pacaran tapi setelah dipikir lagi dan dihitung. Saat Yudi dekat dengan Gendhis, bukannya status Gendhis sudah jadi istri orang.

“Eh aku ke depan, ada yang beli.” Ujar Mita karena mendengar orang membuka pintu. “Kalian berdua ngobrol yang banyak deh.”

“Kita gak bisa ngobrol banyak-banyak. Kita kan lagi kerja,” jawab Gendhis padahal Mita sudah melenggang pergi.

“Gak apa-apa kali. Kamu kan bosnya. Aku juga habis ini Cuma nganter beberapa barang ke tempat dekat.”

Gendhis yang tak nyaman, mereka dulu pernah dekat bahkan Emran pernah memergokinya juga. Gendhis menelan ludah karena tak tahu harus bicara apa, ia seperti ingin segera mengusir Yudi pergi.

“Tetap gak bisa, soalnya Mita sendirian.”

“Tapi kita bisa kan janjian ketemu di tempat lain, biar bisa ngobrol. Eh tapi kamu sudah punya pacar belum ya? Ntar ada yang marah.”

“Ehmmm...Ehmmm...”

Dua orang yang sedang mengobrol itu menengok bersamaan, lalu melihat Emran yang menjulang menyenderkan sebelah bahunya ke rak. Ia ke sini karena mendapat laporan dari Bima kalau sang istri mendapat kunjungan dari kawan lama sekaligus sales. Awalnya ia tak peduli tapi begitu nama Yudi disebut, ia langsung tancap gas. Si kerempeng itu masih sama dengan lima tahun lalu. Masih memuja istrinya.

“Bang Emran. Ini Abang kamu kan yang suka jemput kamu ke sekolah.”

Celakanya tak ada yang mengenal mereka sebagai suami istri.

“Apa kabar Bang?”

“Baik,” jawabnya singkat yang terdengar tidak bersahabat dan tak berminat menerima uluran tangan Yudi.

Pengantin kelabu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang