Bab 23

2.5K 352 11
                                    

Gendhis tidak tahu di mana dirinya di bawa, Sebab matanya ditutupi kain hitam, mulutnya diplester lakban dan tangannya diikat tali kencang. ia sempat takut dan gemetaran karena baru kali ini ada yang berniat jahat padanya, bahkan sampai menculiknya. Teringat perkataan Emran kemarin bahwa dia harus menjadi kuat untuk dapat melindungi dirinya sendiri. Apa penculikannya ini ada hubungannya dengan Emran.

Saat matanya dibuka, lakbannya di tarik paksa dan tangannya dilepas. Gendhis merasa lega namun kelegaannya tidak berlangsung lama karena langsung berhadapan Ferdinant Ang, ayah kandung sang suami. Gendhis mengedarkan pandangan sejenak sebelum menatap nyalang pada pria paruh baya itu. ternyata ia di tempatkan di ruangan seperti kantor dengan tempat duduk resmi.

“Selamat datang.” Itulah Yang dilontarkan Ferdinant saat mendapati pelototan mata dari Gendhis. Pria itu bahkan tak gentar atau pun takut dengan gertakannya, Ferdinant malah tersenyum tipis sembari duduk dengan memegang tongkat.

“Kenapa kau menculikku!”

“Maaf kalau aku harus melakukan hal yang sejauh ini. Kalau ingin menyalahkan, salahkan bosmu itu. Dia berani menantangku.” Dan benar semua ini ada hubungannya dengan Emran. “Eh tapi aku yakin hubungan kalian lebih dari sekitar bawahan dan bos atau kalian memang bukan seperti yang terlihat.”

Gendhis waspada, jika tua bangka tahu bahwa Gendhis adalah istri Emran maka pria ini bisa menggunakannya untuk mengancam Emran. Membuat Emran tak berdaya, dan begitu mudah mematuhi perintahnya.

“Hubungan kami bukan urusanmu!”

“Rumahmu bersebelahan dengan rumah Emran yang lama. Anak haram itu memberimu sebuah toko yang besar, anak buahku juga sempat melihat Emran ke luar masuk rumahmu dengan leluasa. Kalian punya hubungan yang lebih pekat dari pada hubungan romantis. Kalian mungkin tumbuh bersama, dan dengan latar belakang rendah yang mirip.”

Tangan Gendhis mengepal mendengar analisa Ferdinant. Pria ini begitu mudah mendapatkan informasi tentang dirinya. Untungnya pernikahannya tak pernah dituliskan di catatan sipil. “Kami memang dari lingkungan yang sama bahkan ibuku adalah kawan baik Ibu Bang Emran. Ku dengar Anda menghamilinya kemudian meninggalkannya. Aku pernah mengenal Bik Marni, dia perempuan baik.”

Ferdinant menggeram rendah saat nama Marni disebut. “Perempuan baik?” Ia tertawa menanggapi perkataan Gendhis yang hanya sebuah lelucon. “Membesarkan anak dengan melacurkan diri disebut baik.” Mata Gendhis melebar. Ia hampir mengumpat keras. Ibu Emran sudah meninggalkan pekerjaan itu dari lama.

“Itu karena kau tidak bertanggung jawab padanya. Pria macam apa yang tidak peduli pada darah dagingnya sendiri dan malah ingin menghancurkannya. Pantas Bang Emran marah dan ingin balas dendam. Dengan menculikku berarti kesuksesan Bang Emran cukup mengganggumu kan?”

“Tutup mulutmu!” Ferdinant mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia tersulut emosi. “Jaga ucapanmu gadis kecil. Aku tidak ingin menyakiti mulutmu yang tajam itu.” Pria ini menenangkan emosinya kembali dengan merapikan jasnya. “Aku menawarkan sesuatu yang menguntungkan untukmu.”

Gendhis tak menjawab, malah dengan gaya sombong ia mengangkat dagu dan menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Akan ku berikan uang banyak, melebihi yang bisa Emran beri asal kita bisa bekerja sama.”

Gendhis menaikkan satu alis, lalu memalingkan muka. “Aku tidak tertarik.”

“Cobalah dulu dengar berapa nominalnya baru kau menolak, Aku yakin kau tidak pernah melihat uang yang sangat banyak, yang bisa membuat biji matamu ke luar.”

“Maaf?” Gendhis memiringkan kepala dengan gaya angkuh. menganggap seolah apa yang Ferdinant tawarkan tak lebih dari nominal receh. “Berapa pun jumlahnya, tidak bisa membuatku berpaling dari Emran.”

Pengantin kelabu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang