Maksud mama apa?

224 41 2
                                    

Bermenit-menit Ralia menghabiskan waktu dengan termenung di ruang tengah rumahnya. Jeffrey belum pulang, begitupun papa. Yang ada hanya mama, memotong buah di dapur juga menyiapkan makan malam seperti biasa.

"Dek!"

Ralia mendengar panggilan mama, namun tubuhnya terasa enggan untuk bergerak mendatangi mama. Ia tidak bergeming, masih melamun dengan kalimat panjang Jevan yang menggema dalam kepalanya di koridor lantai paling tinggi bangunan sekolahnya.

Kenapa Jevan seperti itu?

Dan kenapa Ralia merasa seperti ini? Merasa seperti akan ada harapan untuknya, untuk membalas perlakuan minus yang Harris beri beberapa bulan ini. Namun, kalaupun Ralia benar-benar memiliki niat membalas rasa sakit hatinya, bukan bersama Jevan. Sebab, ia tidak boleh egois, mematahkan hati gadis sebaik Shira dan menyelamatkan hatinya seorang.

Tetapi mengetahui fakta bahwa ternyata Jevan diam-diam menyimpan rasa, kenapa membuat Ralia agak...merasa senang?

"Dek!"

Lagi, suara mama hampir membuyarkan lamunan gila Ralia.

"Yatuhan kamu lagi ngapain sih, Ralia?!"

Terdengar bantingan sendok pada meja marmer di dapur. Artinya, mama sudah kesal karena Ralia tidak menggubris panggilan orang tua.

"Ralia! Nggak denger itu gembok pagarnya di getok-getok sama orang?!" teriak mama dari dapur. "RALIA!"

Gadis itu mengerjapkan mata dan buru-buru pergi menuju halaman depan rumah. "IYA! INI AKU DIDEPAN!" balasnya berteriak tidak kalah besar dari mama tadi. Ralia menyipitkan mata untuk mengenali siapa pelaku pemukul gembok rumah. Sudah pasti bukan papa apalagi Jeffrey, karena mereka memiliki kunci akses membuka pagar.

Tidak sopan kalau gembok dipukul se-brutal itu.

"Harris?!" Ralia terkejut sampai kebingungan sendiri saat sudah didepan Harris. Pintu kecil pagar sudah ia buka lebar begitu melihat motor Harris masih menyala dan dipastikan akan memasuki halaman rumahnya. "Kok kamu nggak bilang-bilang mau dateng, sore gini?" tanya Ralia mengikuti motor Harris setelah kembali mengunci gembok pagar.

Harris terkekeh pelan. "Reaksi kamu kayak aku udah nggak pernah dateng tiba-tiba lagi aja."

"Ya...emang nggak pernah lagi, kan?"

"Hah, emang iya?" balas Harris setengah mengejek. Turun dari motor dan mengacak rambut Ralia sesuka hatinya. "Mama mana?"

"Ada di dalem, mau ketemu Mama?"

Harris mengangguk kecil, mengulas senyuman ramah yang Ralia rindukan. Sudah lama Harris tidak datang sekedar bermain sore hari ke rumahnya. Kali ini, akhirnya waktu itu datang lagi, setelah sekian lama. Penampilan Harris sudah memakai pakaian rumahan, alas kakinya hanya sendal yang biasanya selalu Harris simpan dalam loker di sekolah.

Yang membuat janggal, hanyalah aroma asing yang lebih lembut itu. Jujur, walaupun aromanya enak dan membuat candu, Ralia tidak menyukainya. Jelas, karena Ralia tidak tahu bagaimana akhirnya Harris menggunakan aroma itu sebagai khasnya mulai saat ini.

Bibirnya sudah ingin sekali bertanya, kenapa Harris mengganti aroma farfum. Walau kali ini aroma Harris memang lebih memabukkan, tetap saja Ralia lebih menyukai aroma yang Ralia pilih sebelum-sebelumnya.

"Hai, Ma," sapa Harris berdiri didekat mama.

Mama tersenyum sebelum membalas sapaan pacar sang anak. "Eh, Harris. Udah lama ya nggak masuk ke dapur Mama. Apa kabar nih?"

Harris terkekeh, melirik kegiatan mama yang terhenti karena hadirnya. "Hehe iya nih, Ma. Kak Erina manfaatin aku mulu soalnya, maklum jomblo, nggak punya siapa-siapa buat minta bantuan selain adeknya. Baik banget kok."

Forbidden relationship (00-01line)✔️Where stories live. Discover now