15

211 39 3
                                    

Udara malam di halaman belakang cukup membuat Ralia kembali masuk ke kamar dan mengambil jaket yang tidak lupa ia bawa dari rumah.

Setelah memastikan piyamanya terbalut sempurna dengan jaket berbahan parasut, Ralia berjalan menuju halaman belakang bergabung dengan Carrisa, Helena, Meisha, Dona dan para ibu lainnya. Ralia mendatangi mama yang sedang mengoleskan saus ke atas sate ayam.

"Kenapa pakai jaket?" tanya mama menoleh sebentar pada anak gadis satu-satunya yang mengenakan jaket malam ini. Cuaca tidak sedingin itu.

Ralia tidak menjawab, ia mengambil bolu coklat yang sudah dipotong dan dipajang di atas meja. "Siapa yang bawa sate, Ma?" Ralia menanyakan hal lain dan menyembunyikan fakta kalau ia sedang menggigil tiba-tiba.

"Maminya Jevan nih," jawab mama, masih ingin tahu alasan Ralia mengenakan jaket. "Sayang, kamu mau demam, ya?" Tangan mama belum sampai ke dahi sang anak karena tangan lain mendahuluinya. Mama menoleh ke samping. "Oh Jevan, Tante kirain siapa."

"Mama ih tangannya saus semua gitu," cetus Ralia menggeser tubuh menjauhi mama sekaligus Jevan. "Ini juga kenapa tangannya tiba-tiba nemplok," protes Ralia menatap sinis pada Jevan.

"Ralia nggak boleh gitu ah. Panas nggak Jev kepalanya?" Mama tidak curiga dengan perilaku Jevan, justru menurutnya itu biasa saja.

Jevan menggeleng pelan, sedikit hangat sebenarnya tapi Jevan tahu kalau memberitahu dengan jujur maka Ralia akan disuruh masuk ke kamar. "Ikut gue," titah Jevan berbisik.

Mau tidak mau Ralia mengikuti laki-laki itu menuju dapur villa. "Ngapain Jev?" Ralia berhenti setelah sadar menjadi penurut pada laki-laki itu.

Jevan membuka kulkas dan mengeluarkan sekotak susu yang kemudian ia tuang ke dalam wadah stainless. Lalu, Jevan menghangatkan susu tersebut dalam microwave. "Mami selalu kasih gue minum susu hangat setiap mau demam," ujarnya sesekali melihat Ralia. "Tunggu di sini bentar, gue ambilin obat supaya demam lo nggak jadi."

"Jevan nggak usah!" Ralia meraih ujung kaos rumahan Jevan. "Gue nggak mau diperhatiin sama lo."

Jevan terdiam, melepaskan tangan Ralia dari kaos belakangnya. Setelah mendapatkan obat dari kotak p3k di ruang tengah, Jevan segera kembali ke dapur. Bertepatan dengan microwave berdenting menandakan bahwa susu selesai dihangatkan.

"Buka mulutnya." Jevan memegangi obat didepan mulut Ralia, tangan kiri Jevan menyimpan segelas air minum biasa. Tidak jauh dari tangannya, ada wadah stainless berisi susu hangat. "Buka," titah Jevan lagi masih tidak menghiraukan tatapan tidak suka yang Ralia berikan.

Ralia berdecak pelan, membuka mulut dan Jevan langsung mendorong sebutir obat ke dalam mulutnya. Jevan juga mengarahkan ujung gelas ke bibir Ralia.

Perlakuannya persis seperti perlakuan Harris dulu.

Gadis itu terdiam usai menegak sisa air dalam gelas yang Jevan berikan. Semua perasaannya serupa, perasaan senang diperhatikan oleh Jevan serupa ketika Ralia mendapatkannya dari Harris dulu.

Apa ia sedang merindukan Harris sekarang sehingga perhatian Jevan menjadi salah satu contoh yang menyenangkan untuk Ralia mengingat kembali kenangan yang sama dengan Harris?

"Susu ini nggak seenak susu coklat yang biasa lo minum di kantin, tapi perut lo bisa tenang habis minum ini," kata Jevan menyodorkan gelas lain kedepan Ralia.

Gadis itu diam-diam berpikir, apa perlakuan Jevan selalu seperti ini pada setiap gadis yang pernah ia dekati? Atau Shira selalu mendapati perlakuan hangat ini selama berpacaran dengan Jevan? Kalau benar, betapa menyenangkan menerima perlakuan lembutnya.

Forbidden relationship (00-01line)✔️Where stories live. Discover now