26

211 53 24
                                    

Randu berlarian sepanjang koridor agar tidak terlambat untuk menghadang pintu kelas. Ia harus bertemu dan menahan Ralia agar tidak keluar sekarang. Sebab salah satu sahabatnya, sedang adu jotos dengan pacarnya di lapangan basket. Berkali-kali Randu menyenggol bahu orang yang dilewati sangkin buru-burunya.

"Aduh!" pekik Ralia. Tubuhnya terdorong ke belakang sampai beberapa meter. "Randu! Lo ngapain sih kok dorong gue kayak gitu?! Kalo kejengkang gimanaaa?!" omel Ralia setelah tahu kalau Randu lah yang membuatnya hilang keseimbangan.

Dengan nafas saling mengejar, Randu mengibaskan tangan. "Sorry-sorry, gue buru-buru."

"Buru-buru ngapain?! Bukannya lo udah bawa tas?!" tunjuk Ralia ke arah tas di punggung Randu.

Randu kebingungan, apapun alasan yang akan ia beri, harus bisa menahan Ralia untuk tidak keluar. Soalnya Hesta sudah meminta tolong padanya agar Ralia tidak melihat Jerico sedang bergelut panas bersama Harris.

"Yaudah deh minggir," kata Ralia. Kembali maju hendak melewati Randu.

"Ra, Ra." Randu menghadang lagi. "Temenin gue yok hari ini ke laundry Mama bentar."

"Tumben ngajak gue?" Alisnya menukik. "Gue bukannya nggak mau, tapi udah janji mau pulang bareng Harris."

Isi kepalanya berusaha ia putar kembali agar Ralia tidak segera menginjakkan kaki keluar kelas. Firasatnya mengatakan kalau pertengkaran Jerico dan Harris masih berlangsung. Sebab tadi Randu lihat Jerico betulan emosi sampai Jevan yang berusaha menahan pun kewalahan.

Belum lagi Felix yang tercampak kesana kesini karena kuatnya tubuh Harris.

"Jadi lo mau nyusul Harris nih?"

"Ya iya?"

"Beneran nggak bisa nemenin gue?"

"Nggak bisaaa," jawab Ralia. "Yaudah awas napa sih? Nanti Harris jadinya nungguin!"

"Biarin aja kali? Biasanya juga lo yang dibuat nunggu," celetuk Randu. Tidak menyadari bahwa sikapnya membuat Ralia curiga.

Matanya memicing menebak arti sikap Randu yang mendadak aneh. Biasanya Randu tidak pernah mau membawa Ralia jika harus singgah ke laundry. Tapi melihat bagaimana Randu baru saja mengajak dan meminta tolong seperti itu, Ralia malah memikirkan yang bukan-bukan.

"Kok kayaknya lo aneh?" Ralia melihat jambang Randu yang dialiri keringat. "Sampe keringetan segala. Lo...lagi ngehadang gue, ya?"

Detak jantungnya seketika berpacu kencang. Randu semakin merasa panas dan gugup. Aduh, sepertinya Hesta telah salah meminta bantuan padanya, sebab Randu bukan orang yang bisa asal-asalan membuat alasan.

"Diluar lagi ada apa, Ran?" Nada suaranya menjadi datar. Ralia memegang sebelah tangan Randu dan menggesernya ke samping agar ia bisa kembali berjalan. "Jangan berani-berani hadang gue Randu!" bentak Ralia sambil mengacungkan jari telunjuk kedepan wajah Randu.

Tubuhnya mendadak diam, Randu tidak bisa menahan gadis itu. Dalam hati ia terus merapal kata maaf pada Hesta karena sudah gagal. Tidak membuang-buang waktu dengan terus berdiam diri, Randu pun menyusul langkah Ralia. Pacar Harris tersebut berjalan dalam tempo cepat menuju parkiran, yang mana pasti akan melewati lapangan basket. Menilik ramainya lapangan basket tersebut, Randu menelan ludah gugup.

"Duh, kenapa masih disana semua sih?!" sesal Randu. Menatap cemas ke arah punggung kecil Ralia dan teman-temannya di tengah lapangan.

***

"MAKANYA MIKIR ANJING!"

"LO NGGAK TAU APA-APA NGGAK USAH IKUT CAMPUR BANGSAT!"

"GUE LIAT PAKE MATA KEPALA GUE KALO LO MAIN BELAKANG SAMA SHIRA YA BAJINGAN!!! LO, LEBIH, BAJINGAN, DARI GUE, RIS!"

Forbidden relationship (00-01line)✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora