12

220 40 6
                                    

"Demi apa lo Harris nolak ikut liburan?!"

Hesta sudah berada di rumah Ralia jumat sore selepas pulang sekolah sekedar untuk merusuhi Ralia yang seharusnya menyiapkan barang yang akan ia bawa liburan. Papa dan rekan kerja yang mendapat rezeki bersama-sama memutuskan untuk menyewa satu villa keluarga dan bermalam lalu kembali ke ibukota pada minggu sore. Rencananya, sebelum pukul dua belas malam, semua keluarga akan berangkat menuju villa.

"Serius demi apa, Ra?" Lagi, Hesta bertanya sambil menggoyang-goyang koper mini yang berada di atas kasur Ralia.

"Ini apa sih?!" Ralia memukul tangan Hesta sampai si pemilik tangan mengusap dan mengaduh. "Mesti gue jabarin semuanya gitu alesan dia nggak mau ikut liburan kali ini?"

Hesta mengangguk semangat. "Kalau lo lupa, ini jadi kali pertama dia skip liburan bareng keluarga lo."

"Ya mungkin dia ada rencana tersendiri sama keluarganya, ngapain mau tau banget sih? Udah sana pulang, beres-beres! Ntar Kak Dona ngomel lagi keluarga lo telat gegara lo ngilang tiba-tiba buat beli cemilan jalan." Ralia mengusir laki-laki itu.

Hesta mengabaikan Ralia. "Gue pengen ngajak Saira juga hm, kira-kira dia mau nggak ya?"

"Ngapain nanya gue? Langsung ke orangnya lah!" seru Ralia geleng-geleng kepala.

"DEK! HESTA SURUH TURUN GIH! INI ADA JERICO NYARIIN!"

"Tuh denger!" cetus Ralia mendorong Hesta tidak santai.

Hesta langsung misuh. "Jangan lupa bawa piyama, kebiasaan lo lupa mulu," peringat Hesta sebelum benar-benar beranjak dari kamar Ralia.

Pemuda itu tidak tahu saja kalau Ralia sudah menyusun dua piyama baru yang dibelikan Jeffrey minggu lalu. Jeffrey itu kakak yang sangat perhatian, satu kali saja Ralia memberi kode menginginkan sesuatu, maka Ralia akan mendapatkan keinginannya. Itu kenapa mama sangat mewanti-wanti Ralia untuk tidak bertahan jika hubungan tersebut tidak lagi membuat kebahagiaan. Sebab, seluruh anggota keluarganya bersusah payah membuat Ralia bahagia. Betapa sedih perasaan orang tua jika sang anak menangisi laki-laki yang belum tentu mampu memberi makan dan menghidupinya.

"Heh, kita mau beli jajanan, ngikut nggak?"

Entah sejak kapan, Hesta dan Jerico sudah berdiri didepan pintu kamar Ralia sambil berkacak pinggang memperhatikan gadis yang sedang sibuk mengemas barang.

"Nitip aja boleh nggak?" Ralia malas keluar rumah.

"Nggak, nggak," tolak Jerico mengibaskan tangannya. "Kita emang tau jajanan kesukaan lo, tapi daripada nanti lo bikin pusing karena pilih ini pilih itu lewat video call. Mendingan ayo cabut bareng."

Jerico yang sebenarnya is a chatty man. Hanya saja, untuk melihat sisi Jerico yang seperti ini, harus menjadi orang yang benar-benar dekat.

"Ish." Ralia mendumal, meninggalkan packingannya dan memilih mengikuti dua laki-laki berisik didepan sana.

"Mau kemana, Dek?" tanya mama yang baru masuk ke dalam rumah membawa box ice. "Ini Ralia sengaja kalian bawa lari supaya nggak bantu-bantu Mama sama Ibuknya Hesta ya? Jeri, Bunda kamu rempong tuh di grup nyariin anaknya yang hilang tiba-tiba."

Jerico menyengir lebar, niat hati memang untuk kabur dari segala kerepotan para ibu-ibu. Untung ia baik, jadi sekalian menyelamatkan Hesta dan Ralia.

"Bilang aja Mama nggak lihat Jerico ke sini yaaa?" katanya sok manis. Mama memutar bola mata kemudian tertawa kecil. "Yaaa?"

"Hmm." Mama Ralia geli mendengar nada manja andalan Jerico. "Dompet bawa nggak, Dek? Nanti Hesta ngedumel lagi kalau kamu belanjanya pakai uang dia dulu."

Forbidden relationship (00-01line)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang