21

205 42 25
                                    

"Jadi ke rumah Jerico kan, Ra?" Belakangan, Harris memang menunjukkan banyak sekali perubahan. Mulai dari Harris yang kembali mengantar dan menjemput, lalu tidak pernah ketahuan bertemu dengan gadis yang berbeda-beda.

Walau sudah menunjukkan perubahan, Ralia masih sering berpikir bahwa Harris akan kembali ke kebiasaannya yang sudah berlalu. Namun biarlah saat ini Ralia menikmati setiap perlakuan pacarnya itu.

"Jadi dong, kamu bisa, kan?"

"Bisaaa. Apa yang nggak bisa buat sayangnya aku?"

"Dih." Ralia mengibaskan tangan, salah tingkah. "Udah ayo cepet jalan, yang lain keburu sampe duluan."

"Jevan sama Shira masih diujung tuh." Harris menunjuk keberadaan sepasang kekasih yang sedang mengobrolkan sesuatu.

Ralia melihat kearah telunjuk Harris, disana memang ada Jevan dan Shira, mengobrol kemudian tertawa bersama. Tampak amat bahagia, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Seharusnya Ralia merasa lega, dengan Harris yang kembali ke sisinya, seharusnya ia merasa cukup. Namun, menyaksikan bagaimana senyum indah Jevan jauh disana, Ralia merasa agak tidak nyaman. Ia menginginkan sesuatu, yang lebih dan yang terlarang.

Karena tidak kunjung mengalihkan pandangan dari Jevan, akhirnya laki-laki itu turut menatap ke arah Ralia. Beberapa waktu Jevan habiskan untuk memandangi pujaan hati yang sedang duduk di boncengan kekasihnya. Jevan sudah terbiasa melihat itu, meski tetap merasa sakit di dalam hatinya.

Adu pandang antara Ralia dan Jevan rupanya memakan waktu yang lebih dari lama.

"Udah? Gas sekarang nih?" tanya Harris melihat Ralia dari spion.

"Iya, buruan." Ralia tidak tahu mengapa rasanya sangat kesal saat sadar bahwa laki-laki yang memboncengnya saat ini adalah Harris, bukannya Jevan.

***

"Selamat ulang tahun ya Bundaaaaa." Ralia memeluk bunda Jerico erat-erat, menciumi pipinya berkali-kali.

"Heh udah." Jerico menarik belakang seragam Ralia. "Bunda gue jadi kotor nanti!" marahnya.

Bunda tertawa. "Makasih ya sayang." Bunda mencubit pipi Ralia gemas. "Nanti lagi aja peluk-peluknya, Jerico lagi sensi nih, nggak malu dia diliatin sama Meisha tuh," kata bunda menunjuk Meisha yang duduk di sofa.

Ralia berkacak pinggang menantang Jerico. "Sehariii aja jangan bikin gue kesel nggak bisa, ya?"

Harris yang melihat pacarnya kesal langsung meraih bahu kecilnya dan menenangkan. "Banyak tamu ih, kamu nggak malu?" bisiknya pelan.

Jerico menjulurkan lidah. "Nggak bisa!"

"Ish!" Ralia mengenyahkan tangan Harris dari bahunya kemudian berlari pelan menuju Jerico.

Ralia menabrak Hesta dan Randu sampai keduanya oleng dan hampir tersungkur, meski sudah tahu menyebabkan kekacauan, Ralia masih belum puas untuk memberi pelajaran pada Jerico. Kakinya memacu lari lebih jauh, menabrak badan tegap seseorang untuk terakhir kalinya sebelum ia berakhir dalam pelukan Jerico.

"Rasainnn!" Ralia menghujani Jerico dengan cubitan-cubitan kecil menyakitkan. "Rasain, rasain, rasain!" tambahnya berkali.

Jerico sudah mengaduh sakit, tetapi kuatnya cengkraman Ralia pada seragam sekolahnya membuat Jerico tidak memiliki pilihan selain diam dan menikmati siksaan.

Jevan yang baru ditabrak keras oleh Ralia hanya geleng-geleng kepala, Shira yang berdiri di sebelahnya bertanya apa Jevan baik-baik saja, dan tentu dibalas dengan anggukan menenangkan.

"Kamu kalo laper makan duluan aja," bisiknya di telinga Shira. "Aku masih nanti nih." Padahal sebenarnya Jevan menunggu Ralia untuk menyudahi balas dendamnya pada Jerico.

Forbidden relationship (00-01line)✔️Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora