33

209 39 0
                                    

Berlibur di Bali memang selalu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan dan sulit dilupakan. Sejauh yang Jerico ingat, liburan sekeluarga keluar pulau seperti sekarang, terjadi saat mereka pergi liburan kelulusan SD. Meski liburan rekan kerja selalu diadakan beberapa kali dalam setahun, para orang tua sepakat untuk tidak berkeliling jauh-jauh seperti keluar pulau.

Pemikiran orang tua, yang penting berlibur bersama di satu tempat. Kemana tujuannya, tidak terlalu penting. Waktu dan kebersamaan itu yang akan sulit dilupakan. Dan memang terbukti benar, walau hanya berlibur ke daerah pegunungan, atau ke pantai, ingatan-ingatan dan kenangan-kenangan baik terus melekat dalam memori ingatan masing-masing.

Meisha mendekati Jerico, baginya, ini adalah liburan yang tidak akan pernah terlupakan karena Meisha pertama kali diizinkan berlibur ke tempat yang jauh dengan orang lain selain keluarganya sendiri. Entah bagaimana cara Jerico izin pada mama di rumah sehingga Meisha berhasil berada di Bali saat ini tanpa keluarganya.

"Kenapa?" tanya Jerico dengan suara lembut juga ekspresi yang begitu teduh dipandang.

Meisha merasa pipinya memanas tanpa dapat dicegah, Jerico memang cukup berbabaya untuk harga dirinya sejauh ini. "Nggakpapa, cuma pengen duduk disini aja," balas Meisha memalingkan wajah ke arah lain.

Jerico mengulas sebuah senyuman yang sangat manis. "Bosen ya kamu?"

"Enggak." Meisha mengibaskan tangan. "Kita lagi liburan di Baliii, ya kali aku bosen???"

"Siapa tau ternyata kamu nggak suka, kan?"

Kini giliran Meisha yang tersenyum. "Jeri, keluarga kamu baik-baik," ungkapnya tulus. "Keluarga kamu bener-bener hangat..."

Dari ruang tengah di dalam villa keluarga yang disewa oleh papa Ralia, Jerico mengedarkan pandangan. Melihat-lihat anggota keluarga yang sedang melakukan kegiatan masing-masing. Seperti Dona yang sedang berbincang-bincang dengan Jeffrey dan Carissa, juga para ibu yang sedang membahas kegiatan untuk esok hari di dapur.

"Kamu seneng aku ajak liburan kayak gini, Mei?" Sejujurnya, di dalam hati Jerico, ia adalah orang yang paling senang sekarang.

"Seneng banget," balas Meisha mendadak merasa emosional ketika mendapati pertanyaan tersebut. "Ini tuh rasa seneng yang anehnya nggak pernah aku dapati dimanapun, Jer. Bahkan—"

"Ssst, kalo kamu mau bilang di keluarga pun nggak bahagia, tolong jangan lanjutin Mei." Jerico menaruh jari telunjuk di depan bibir Meisha tanpa menyentuh bibir tersebut secara langsung. "Keluarga kamu masih utuh, semua sayang kamu, dan setiap keluarga mengekpresikan rasa sayang dengan cara yang berbeda-beda," imbuh Jerico dengan suara yang entah mengapa sangat mampu membuat Meisha merasa tenang.

Pada dasarnya, sejak awal, Meisha memang sudah sejatuh itu pada hati anak tunggal Rangkana ini.

"Mungkin rasa seneng yang kamu dapet disini rasanya masih asing, tapi aku yakin...keluarga kamu pun pengen banget kasih perasaan kayak gini ke kamu, dan balik lagi...setiap keluarga itu beda-beda." Pandangan Jerico mengarah ke lantai dua, di sana ada Ralia yang sedang diekori oleh Jevan. Senyuman tipis kembali tersemat di wajah lembut Jerico. "Dan ini keluarga aku. Ngebawa kamu untuk kenal sama keluarga aku, semoga bisa ngobatin beberapa hal yang nggak bisa kamu dapetin di keluarga kamu, ya? Tapi jangan sekali-kali kamu ngebandingin antar keluarga."

Meisha tertegun, lidahnya langsung terasa keluh. Bagaimana mungkin ia tidak jatuh pada laki-laki yang sungguh baik dan sangat menghargai setiap keluarga ini? Bagaimana bisa Meisha tidak menjatuhkan seluruh hati pada Jerico yang selalu mampu membuatnya merasa hangat?

"Jerico..." Meisha menunduk untuk menutupi air matanya. "Makasih," gumam Meisha samar. "Makasih karena udah hadir dihidup aku..."

Melihat seseorang menangis dihadapannya adalah sesuatu yang paling tidak bisa Jerico abaikan. Maka dari itu, ia meraih bahu rapuh Meisha lalu dengan penuh kehati-hatian Jerico membawanya ke dalam pelukan.

Forbidden relationship (00-01line)✔️Where stories live. Discover now