Mulut Tetangga!

25.4K 1.4K 659
                                    

Hiruk pikuk terdengar di sebuah perumahan milik salah satu keluarga terkaya di Ibukota.

Terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang memilah sayur-mayur sambil sesekali bercengkerama dengan riangnya. Tak mereka hiraukan orang-orang yang terganggu dengan celotehan-celotehan mereka yang sedikit banyaknya menyentil beberapa pihak dengan dalih kalau hal tersebut adalah gurauan semata.

"Iya, Jeng. Kemarin saya lihat sendiri, kalau anaknya Pak Bon itu ada main sama anak gang sebelah." celoteh si Ibu berbaju nyentrik, berwarna kuning cerah totol-tolol. Dandanan menor yang wanita paruh baya itu pakai seakan menyemarakkan penampilan ibu tersebut.

"Ah masa sih Jeng. Saya sih tidak percaya kalau belum lihat buktinya." jawab teman si Ibu. Menanggapi gosip yang akan mereka dengar hari ini.

"Serius Jeng. Saya tidak bohong. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri loh." si Ibu berujar ngotot.

Pedagang sayur yang biasanya menjadi langganan para ibu-ibu hanya menggelengkan kepala. Terlalu lelah dengan tindakan anarkis ibu-ibu di komplek ini.

"Ibu Srea yakin kalau itu betulan anaknya Pak Bon." tanya Ibu yang lain. Wanita cantik berbaju terusan warna pink ngejreng itu pun menimpali kawan bergosipnya.

"Yakin, seratus persen Jeng." Ibu Srea, wanita paruh baya berbaju kuning itu menatap penasaran tetangganya yang baru saja berbelanja bahan masakan.

"Bu Imar, kok beli itu saja? Uangnya kurang ya?" tanya Bu Srea.

"Eh iya Bu. Anak saya lagi kepengen makan ini." jawab Bu Imar, sedikit canggung dia rasakan saat tatapan penasaran ibu-ibu lainnya dilayangkan padanya.

"Ah, masa sih? Yakin segitu saja cukup, Bu. Kan buat satu hari." tunjuk Bu Nenong pada belanjaan Bu Imar. Hanya ada tahu, tempe, dan beberapa bumbu dapur lainnya yang dibeli oleh wanita paruh baya itu.

"Iya, Bu. Sepertinya cukup." jawab Bu Imar gugup. Pasalnya keuangan wanita paruh baya itu sedang kesusahan karena tempat suaminya bekerja terancam bangkrut.

"Kalau saya sih. Segitu saja tidak cukup Jeng. Anak saya makannya harus yang bergizi. Masa iya saya cuma belikan dia tahu dan tempe. Kasihan dong nanti." ujar Bu Srea lagi. Tak dia hiraukan Bu Imar yang menatapnya berkaca-kaca.

"Ibu Srea jangan seperti itu. Kasihan Bu Imar." tegur wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.

"Maaf saya permisi. Pak Udong, ini uangnya." Bu Imar menaruh selembar uang pecahan dua puluh ribuan ke atas gerobak.

Pria paruh baya yang dipanggil Pak Udong itu pun mengambil uang tersebut dan memasukkannya ke dalam tas pinggang.

"Bu Srea, kasihan loh Bu Imar." tegur wanita itu lagi.

"Loh, kenapa Bu. Kan memang betul apa yang saya katakan barusan. Kalau anak saya dikasih makan tahu tempe doang dapat dari mana gizinya nanti." jawab Bu Srea ngotot.
"Betulkan Ibu-ibu."

"Betul." jawab Ibu-ibu yang lain serempak.

Bu Yuna menggelengkan kepala. Wanita yang masih cantik itu benar-benar tak habis pikir dengan perangai tetangganya yang kerap kali menggunjingkan orang tersebut.

























🐇🐰🐇


































"Pa, Mama tidak suka tempat ini. Ibu-ibu di komplek ini sudah keterlaluan." ujar Bu Yuna pada sang suami. Pak Agung menatap sang istri bingung.

"Kenapa sih Ma. Bukannya tempat ini sudah paling pas ya." jawab Pak Agung. Pria yang masih tampan dan gagah perkasa itu kembali menyesap kopi hitam yang tadi dibuatkan oleh sang istri.

EROS | Nomin [🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang