2. Mama Jangan Pergi

137K 18.6K 1K
                                    

Setelah keempat anaknya meninggalkan rumah untuk kepentingan mereka masing-masing, kini tinggal Riona dan beberapa ART yang bertugas mengurus rumah. Wanita itu pun hanya mendekam di kamar sepeninggalan anak-anaknya.

Ia masih belum bisa mempercayai semua ini. Apa ini benar-benar nyata? Apa ia benar-benar kembali ke masa lalu?

Jika iya, maka Riona bertekad dengan hati yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki kehidupannya kali ini.

Bukan hanya untuk sekadar bertahan hidup dan tak mati tragis, tetapi untuk memberikan kasih sayang yang terlambat ia berikan pada anak-anaknya.

Mata Riona melirik ke arah jam dinding. Masih pukul sepuluh pagi, masih cukup pagi dan cukup lama sebelum Morfeo, Zadkiel dan Azriel pulang sekolah.

Namun, saat ia hendak kembali memejamkan matanya dan berniat tidur, ponsel yang tergeletak di atas kasur bergetar dan berbunyi, membuat Riona mengurungkan niat untuk memejamkan mata.

Nama Azriel terpampang jelas di layar tersebut, membuat keningnya mengerut bingung. Mengapa Azriel meneleponnya? Apa dia tak sekolah?

Tak ingin berpikir terlalu lama dan mengira-ngira, Riona langsung mengangkat panggilan masuk dan mendekatkan telepon tersebut ke telinganya.

"Halo, Adek. Ada apa telepon mama?" tanya Riona.

Terdengar suara isak tangis Azriel di seberang sana membuat hati Riona semakin cemas dibuatnya.

"Adek? Kamu kenapa, Sayang? Ada apa?" tanya Riona lagi, kali ini suaranya terdengar setengah panik.

"Mama," rengek Azriel dari seberang sana.

"Iya, Nak? Ada apa? Kamu kenapa?" tanya Riona beruntun.

Kini ia benar-benar khawatir dengan keadaan putranya. Ia tak tahu apa yang terjadi di seberang sana, tetapi yang pasti kondisinya sedang tak baik-baik saja jika Azriel saja menangis.

"Mama .... Kak Kiel berantem sampai kepalanya berdarah, ini Riel sama Bang Morfeo lagi di rumah sakit," adu Azriel terbata-bata.

Kedua mata Riona membulat seketika. Ibu mana yang tak khawatir jika mendengar anaknya berdarah-darah sampai masuk rumah sakit? Ah, mungkin jika ia masih Riona yang dulu bukannya mengobati ia hanya akan menambah luka di tubuh Zadkiel. Namun, sekarang ia berbeda, ia benar-benar khawatir dengan Zadkiel saat ini.

"Kamu coba share lokasi kalian ke Mama. Kamu tunggu di sana sama Morfeo, Mama bakal datang secepatnya," titah Riona tegas.

Ia lalu mematikan panggilan telepon mereka dan berjalan keluar dari kamar hanya membawa dompet dan ponsel. Ia tak lagi memperdulikan penampilannya saat ini yang masih mengenakan setelan pakaian tidur.

Padahal dulu ia adalah orang paling memperhatikan fashion. Dari atas kepala hingga ujung kaki semuanya harus senada dan bermerek terkenal.

Setelah mendapatkan lokasi rumah sakit tempat Zadkiel dibawa, Riona langsung berlari kecil menghampiri supir yang setia menunggu perintahnya di halaman rumah.

"Pak, tolong ke rumah sakit ini sekarang," ucap Riona tergesa-gesa, tangannya menyodorkan layar ponsel berisi maps menuju rumah sakit.

"Siap, Nyonya. Silakan masuk," ucap supir tersebut tanpa banyak bertanya.

Dari raut wajah Riona saja ia sudah tahu bahwa situasi tak memungkinkan untuk berbasa-basi. Setelah Riona masuk ke dalam mobil, ia langsung menjalankan mobil keluar dari halaman rumah dan menuju rumah sakit yang ditunjukkan oleh Riona.

"Pak, tolong lebih cepat lagi, ya. Zadkiel masuk UGD soalnya," pinta Riona khawatir.

Sejenak supir tersebut tersentak mendengar nama salah satu tuan mudanya disebutkan, tetapi ia langsung paham dengan keadaan dan menambah kecepatan mobilnya. Untung saja jalanan tak macet dan tak terlalu padat.

Be a Good Mother [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang