13. Mama Bangga

101K 16K 1.1K
                                    

Casvian meremas kertas di tangannya yang berisi deretan nilai kuliahnya selama satu semester atau biasa disebut IP alias Indeks Prestasi. Casvian membenturkan kepalanya beberapa kali ke dinding, tak peduli dengan keningnya yang sudah memerah atau rasa pusing yang mulai datang.

Sungguh, Casvian sama sekali tak mempedulikan semua rasa sakit itu.

"Sial! Kenapa harus A min sih?" maki Casvian.

Ia merasa kecewa saat dirinya tak mampu mendapat nilai sempurna dalam semester ini, padahal harapannya sudah begitu tinggi. Hanya karena dua mata kuliah saja, semua harapan itu meluncur bebas tak tersisa kini.

"Sial, sial!" maki Casvian lagi.

Ia mengusap wajahnya frustrasi, tahu bahwa menyakiti dirinya sendiri tak akan menyelesaikan masalah. Namun, Casvian benar-benar butuh pelarian dari rasa kecewanya saat ini.

"Lo gila?!" Suara pekikan seorang wanita itu berhasil menghentikan kegiatan Casvian.

Ia menatap sendu pada gadis berponi yang baru saja datang itu, ia langsung menghambur peluk pada gadis itu. Alora Leiko namanya.

Alora bisa merasakan punggung Casvian yang bergetar dalam pelukannya, ia pun memberanikan diri untuk membalas pelukan Casvian dan mengusap pelan punggung pria itu.

"Nangis aja. Gapapa, semuanya bakal baik-baik aja," bisik Alora menenangkan.

"Gue takut, Kak. Gue takut kalau nilai gue ini mengecewakan buat Mama," gumam Casvian di tengah-tengah tangisnya. Ia mengeluarkan segala beban yang sedari tadi bersarang di dalam hatinya. "Gue takut kalau gue enggak bisa mewujudkan harapan Mama."

Alora setia menjadi pendengar cerita Casvian, tangannya tetap mengelus punggung tegap Casvian dengan gerakan teratur dan lembut.

"Gue takut kalau nilai gue ini bakal bikin Mama kembali menjadi Mama yang menyeramkan seperti dulu. Gue enggak masalah kalau misalnya Mama cuma mukul gue doang, tapi gue takut kalau Mama bakal mukul adik-adik gue."

Kepala Alora mengangguk, ia sama sekali tak menyela cerita Casvian. Kadang, orang hanya ingin mengeluarkan segala sesak di dadanya dan membutuhkan sosok pendengar, bukan ingin mendengar saran yang sudah terlalu sering ia dengar.

"Gue gak bisa liat adik-adik gue dipukul, dikurung, dimaki sama Mama gue sendiri. Gue gak mau lagi liat Azriel menangis, badan Zadkiel biru-biru, Morfeo dibikin malu," ucap Casvian terisak. "Gue takut kalau malah merusak kebahagiaan mereka, Kak."

"It's okey. Lo kakak yang hebat, Vian. Lo sosok kakak terhebat bagi Feo, Kiel dan Riel, lo juga sosok anak yang membanggakan bagi Om Wylan dan Tante Riona," bisik Alora.

Sebagai mahasiswa psikologi, sedikit banyaknya Alora tahu bagaimana cara menenangkan orang saat berada di fase seperti Casvian ini.

Ia tahu, Casvian tak butuh saran untuk saat ini. Casvian hanya butuh didengar dan didukung olehnya, saran-saran bodoh itu sama sekali tak berguna. Karena tanpa Alora nasihati pun, Casvian adalah sosok yang bijaksana di mata Alora.

"Lo hebat sudah bisa berada di titik ini, melindungi adik-adik lo dan menjadi kakak terbaik bagi mereka. Mama lo pasti bangga kok kalau liat nilai lo," ucap Alora lagi.

Perlahan tapi pasti, tangis Casvian mulai mereda dan pelukannya di pinggang Alora sudah mengendur. Begitu punggungnya kembali tegap, ia langsung disuguhkan dengan senyuman hangat dan menenangkan milik Alora.

Senyuman yang selama ini menjadi candu bagi Casvian dan senyuman paling ia sukai setelah senyuman milik adik-adik dan ibunya.

"Makasih, ya, Kak. Lo selalu ada di setiap gue merasa menjadi orang paling enggak berguna di dunia ini," ucap Casvian dengan senyum tipis.

Be a Good Mother [Terbit]Where stories live. Discover now