15. PENGENALAN MEDAN

2.6K 247 28
                                    

Ya Allah maap kemaren gak ke-cek kalo ternyata belum sampe abis alias masih gantung, ga kesimpen revisinya hiks ini aku up ulang yaa, silakan dibaca lagi jika berkenan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ya Allah maap kemaren gak ke-cek kalo ternyata belum sampe abis alias masih gantung, ga kesimpen revisinya hiks ini aku up ulang yaa, silakan dibaca lagi jika berkenan. Mohon maaf atas ketidaknyamannya😭👎🏻 pantesan pas aku liat komen kok gaada yang komen soal "ituu" ternyata emang ga ke tulis sial😭💔

•••

Argo memandang Savana dari atas sampai bawah, mulai dari topi rimba di atas kepala yang dialasi hijab, tas besar berukuran 60 liter di punggung kecilnya yang bahkan terlihat lebih tinggi dari kepala perempuan itu. Celana lapangan, kemeja flanel kotak-kotak yang dilapisi jaket parasit, dan sepatu gunung yang membungkus kakinya.

"Ini beneran? Serius?" Argo sedikit takjub dengan persiapan perempuan itu.

"Emang gue kelihatan gak cocok banget ya, Kang buat naik gunung?" tanya Savana sedikit ragu dengan persiapan yang ia cari tahu lewat internet sebelum hari ini, yang dibicarakan setelah Argo menyuruhnya untuk datang ke kandang buaya.

Argo menggeleng. "Bukan gitu. Masalahnya, naik gunung itu gak gampang, Sa. Persiapannya juga banyak. Bener kata Bargi, di sana dinginnya gila-gilaan. Ada binatang buas juga. Belum lagi phobia lo terhadap orang banyak. Tapi, gue gak bilang gunung bukan tempat yang aman buat cewek loh, ya, haha."

Savana malah ikut tertawa. "Tapi, masalahnya sekarang sedikit serius, Kang. Bukan lagi karena pengen buktiin ke Bargi, ada hal dalam diri yang bergerak untuk gue mencoba naik gunung, setidaknya satu kali dalam hidup gue kalau misalnya gue menyerah di perjalanan."

Argo menatap Savana, melihat kesungguhan di sana. "Bagus. Untuk persiapan pertama ini udah bagus. Lengkap. Sesuai starterpack."

"Tapi gue gak punya peralatan sama sekali ini juga nyewa. Terus, isi tas juga gue cuma bawa baju ganti sama makanan."

"Itu urusan gampang, Sa. Gue bawa tenda segala macemnya."

Savana tersenyum lega. "Makasih banyak, Kang. Btw, kita berdua doang?"

"Oh, enggak. Ayo, gue kenalin ke temen-temen gue." Argo melangkah menuju sebuah warung kopi yang sudah ada Tebe dan satu cowok asing di sana.

"Sa, ini Tebe. Teddy. Lo pasti tahu dia siapa, kan?" Argo memperkenalkan dua cowok yang ada di sana, sedang menyesap rokok masing-masing.

Savana mengangguk dan bersalaman dengan Tebe. "Iya, Kang Tebe."

Pandangan Argo beralih pada cowok asing yang Savana belum tahu siapa. "Nah kalo ini, temen gue dari Mapala lain. Kenalin, namanya Damar. Dari Garjamara UPI Sumedang. Dia jadi Ketua Adat juga, ibaratnya sama kayak gue cuma beda nama struktur."

Savana mengangguk paham dan mengajak Damar salaman ala Mapala yang selama ini baru diketahuinya. "Hallo, Kang,"

Damar tersenyum seraya menjabat tangannya. Bargi kembali membuka suara saat dirasa Savana sudah cukup berkenalan.

Jenggala (Proses Terbit!)Where stories live. Discover now