10

1.8K 179 4
                                    

Lalu untuk apa kemarin-kemarin Satria mencarinya. Oh, apa mungkin untuk memberi kabar seperti yang Sri dengar?
Jika memang begitu haruskah Sri memberi  selamat?.

Mengapa orang-orang yang ia harapkan keberadaannya satu persatu pergi, tidak cukupkah dengan yang telah ia lalui.

Dari mulai Rahadi, sekarang Satria yang menyakiti hatinya. Lalu siapa lagi?

"Mau kemana?"

Sri kaget satpam yanga dan di dalam pos menegur. Ia kira pos satpam sepi, ternyata penjagaan di kawasan perumahan ini 24 jam.

Baru Kali ini Sri keluar, semenjak Utara membawanya. Ia sama sekali tidak pernah keluar.

ketika Sri keluar ia tidak melihat adanya penjaga di depan pos, jadi. Sri kira pos itu memang kosong, hanya sebagai pelengkap.
Karena tidak terlalu memperhatikan.

Bapak dengan seragam putih itu masih menatapnya. "Ada keperluan apa ke sini?"

"Saya mau...." Sri bingung harus menjawab apa.

"Kalo bertamu. besok siang saja"

Sri menggeleng. "Bukan....., Bukan. Saya mau........."

Tidak mungkin jika Sri memberi tahu satpam itu, jika ia akan pulang ke rumah suaminya, Pria dengan kumis tebal itu pasti tidak mempercayainya.

"Saya......., Pembantu di rumah Pak Dhanuwan. Pak"

"Oh......, Pak Dhanuwan. Loh, Dari mana malam-malam begini Neng?" Satpam itu menatap curiga.

"Saya........, Saya......., Disuruh cari nasi goreng. Sama ibu Fatma"

"Bukannya Mbok Ati yang kerja di rumah Pak Dhanuwan. Neng Art baru?"

"Iya. Pak, Saya baru Tiga hari kerja di sini"

Pria berkumis tebal itu meronggoh Saku celana. "Saya telfon Pak Dhanuwan dulu kalo gitu, benar atau tidak Neng ini Art baru di rumahnya"

Debaran jantung Sri berdetak lebih cepat. Sri Takut jika satpam itu melaporkannya pada orang rumah.

Sri belum siap di caci maki untuk malam ini, untuk malam ini saja beri Sri sedikit ketenangan. Ia ingin meredakan ke'kecewaannya.

Remasan di kedua telapak tangan semakin menguat. Suara dering telepon itu membuatnya keringat dingin.

"Pak Dhanuwan ngga aktif. Coba telfon Ibu Fatma kalo begitu"

"Jang Pak" cegahnya.

Niat hati ingin menjauh dari Utara, dengan pulang. Namun, Satria Pria itu mengirimkan pesan bahwa ia telah menunggu di depan rumah.

Dengan berat hati Sri memutuskan untuk kembali ke rumah yang penuh ke'kejian di dalamnya.

"Kenapa?" Satpam itu bertanya.

"Saya pulang saja"Sri membalikan tubuhnya, hendak menjauh dari sana.

Suara pak Satpam menghentikan langkah kaki Sri. "Baik Mas. Oh...., pantas. Saya telfon Bapak tidak Aktif. Baik, akan saya antar Mas"

SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang