26

1.7K 180 5
                                    

Amarah pria paruh baya itu membuat siapa saja hanya mampu terdiam. berkali-kali pria itu melafalkan istighfar, berharap dengan itu amarahnya bisa terkendali.

Empat dus surat undangan pernikahan sang putra masih tersusun rapih di dalam sana. bada isya tadi kurir mengirimkan hasil cetakan undangan tersebut.

Bukan hanya Dhanuwan yang merasa kecewa dengan apa yang sudah dilakukan sang istri. Utara pun merasa tidak di hargai. Sang ibu dan Saras dari dua minggu yang lalu sudah memesan undangan pernikahan untuknya dan Saras.

Yang membuat Utara kecewa, mengapa sang ibu tidak membicarakannya terlebih dahulu. Utara tidak masalah dengan uang yang dikeluarkan cukup menguras dompet ia tidak masalah akan hal itu.

Dan tanpa persetujuan dari sisi belah pihak, tanggal dan bulan pernikahan yang tadinya sekitar tiga bulan lagi. kini di majukan menjadi dua bulan ke depan. lalu beberapa kerabat jauh sudah mendapatkan undangan khusus beruap undangan digital.

Fatma hanya mampu menundukkan kepalanya. Sikap Utara dan Suaminya membuat ia sakit hati. sekali pun tidak pernah ia mendapatkan perlakuan seperti ini dari sang putra atau sang suami.

Dugaannya semakin kuat. semua gara-gara Sri, wanita pembawa musibah itu membuat keluarga tidak mempercayainya lagi. gejolak kebencian semakin membuat Fatma bertekad untuk mengusir wanita itu apapun caranya.

Malam ini juga Dhanuwan dan Utara nekat pergi ke Batam untuk menemui sahabat karibnya itu. Lambat-laun semua ini akan segera berakhir, jadi lebih baik secepatnya Utara mengakhiri ini. Sebelum semuanya terlambat.

Sri membantu Utara mengemasi beberapa baju. hanya satu kemeja, celana bahan dan baju kaos. sengaja Utara tidak meminta banyak, karena besok pun ia sudah akan kembali.

"Kemungkinan Besok pun Mas pulang. jangan khawatir Ya, secepatnya Mas pulang" Utara menyakinkan Sri yang tampak gelisah.

"Hati-hati, Mas" balasnya.

Wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Dalam hati ia meras bersyukur Utara akan segera menyelesaikan masalahnya satu persatu, di sisi lain Sri tidak tenang, Ia takut.

kepergian Utara dan Ayah mertuanya membuat Sri semakin gelisah. Untung saja sisa pekerjaan nya sudah selesai. walau hanya perabotan kotor yang bekas pakai acara tadi sore.

Tubuhnya meringkuk ditutupi selimut. ia belum bisa memejamkan mata, fikirannya hanya tertuju pada sang suami. Ratih, adik dari Ayah mertuanya pun masih ada di sini. menemani Fatma yang sedang bersedih hati.

Wanita paruh baya itu masih tidak terima dengan apa yang sang suami dan putranya tuduhkan. "Sudah lah Mbak. Bener apa kata Mas Dhanu, jodoh itu tidak ada yang tahu. sekeras apapun di paksakan, Yo....... kalo bukan jodoh ujung-ujungnya pasti bakal pisah juga" entah itu sudah yang kesekian kali Ratih menasihati Kakak iparnya.

Fatma meringkuk membelakangi. "Kamu ngga akan ngerti Rat. Ibu mana yang rela putranya menikah dengan pelacur?. Sri itu wanita tidak baik. Apa salahnya Mbak menginginkan jodoh anak Mbak Sendiri anak baik-baik, dari keturunan baik-baik.  Mbak bisa menerima Sri jika anak itu bukan anak dari seorang pelacur, ditambah lagi dengan ayahnya yang seorang pembunuh. Dari sini mana Mbak bisa menerima anak itu?" Air matanya yang tadi sudah mengering kini membasahi kedua pipinya lagi.

"Apa kamu bakal menerima jika posisi itu ada di kamu. harusnya kamu merasakan, Bagaimana jika Khafa yang menikahi pelacur?. Sampai kapan pun Mbak tidak Rido" lanjut wanita itu dengan pilu.

***

Tepat di pukul 01:30 Utara dan sang ayah sampai di kota tujuan. ia sudah memesan hotel untuknya dan sang ayah bermalam malam ini.

SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang