18

1.5K 153 4
                                    

Tatapan tajam yang ibu mertuanya lontarkan membuat Sri tidak bisa menghindar dengan apa yang akan wanita itu katakan.

Sri menghembuskan nafasnya. Dia kira saat ini sang ibu mertua sedang tertidur. Seperti biasa. Nyatanya Fatma, telah menunggu di ruang Tv. Tentu saja Sri kaget.

"Dari mana kamu?" Pertanyaan simpel itu rasanya sangat sulit untuk Sri jawab.

Dua hari ini dirinya harus bekerja shift malam. Tentu saja itu tidak mengundang kecurigaan penghuni rumah.

Setelah selesai mencuci piring dan perlengkapan dapur. Sri selalu mengunci diri di dalam kamar. Tak pernah diizinkan untuk makan bersama, bukan hal yang harus di permasalahkan.

Apalagi Dhanuwan Ayah mertuanya jarang pulang, kebetulan Utara pun tugas Malam.

layaknya seperti seorang pembantu. Tiap kali dirinya yang harus membersihkan rumah, mencuci dan menyiapkan keperluan lain.

Mbok biasanya setrika baju dan belanja ke pasar, yang  memasak tentu saja Fatma. sebelum Sri berada di sana biasanya Mbok yang ngepel lantai, cuci piring, cuci baju, sampai setrika.

dikarenakan sudah faktor usia, akhirnya Mbok hanya mengerjakan tugas ringan.

Hubungannya dengan Utara sedikit ada kemajuan. pria itu tidak banyak mencaci makinya, apalagi setelah kejadian dirinya terjatuh.

Sri merasa nyaman. Utara memperlakukannya dengan baik, bahkan pria itu meminta maaf.  perasaan nyaman itu Sri tepis sejauh mungkin, Tidak mungkin ia membuka hatinya kembali. Apalagi untuk Utara.

Keberuntungan memihak pada dirinya,  pintu pagar memiliki cela yang cukup untuk dilewati tubuh rampingnya. Walaupun pulang larut malam dirinya masih bisa masuk tanpa melewati pintu pagar.

"Sudah saya duga, kamu memang wanita penghibur. Tidak pantas rumah saya dihuni seorang pelacur" raut wajahnya terlihat marah.

Bagiamana caranya Sri menjelaskan kepada Fatma. "Maaf. Bu. Saya baru pulang kerja di Res....." wanita paruh baya itu menyela perkataannya.

"Memang wanita penghibur seperti kamu tidak bisa melepaskan cangkangnya, dasar jalang. Tinggalkan putra saya, dosa apa saya sampai punya menantu seperti kamu?" suaranya begitu melengking.

Dari arah samping ruang Tv. di sana Utara berjalan menghampiri keduanya dengan tatapan heran. "Ada apa ini, Bu?"

Fatma sudah menunjuk-nunjuk kearah Sri. "Selama ini rumah kita sudah menampung seorang pelacur, wanita murahan tak tahu diri" api kemarahan masih terus menguasai sang ibu mertua.

Tatapan Utara. Beralih pada Sri. Ia tarik pergelangan tangan sang istri dengan sangat kasar. Membuat Sri kesakitan dengan perlakuannya.

Halaman belakang menjadi tempat yang Utara pilih. "Dari mana?" tanya Utara.

"Anu......,kerja....." cicitnya.

"kerja apa?. Anda tidak pernah bilang bahwa Anda bekerja. Ah...., Saya lupa. Anda kan memang Pelacur" Sakit.

Begitu mudahnya Utara melontarkan kata itu. seolah itu bukan hal yang akan berdampak kepada objek yang di tuju.

Perhatian yang kemarin ternyata bukan sebuah kemajuan. mungkin memang sebagai formalitas saja, agar mendapatkan kata maaf. 

Tanpa Perhatian pun. Sri sudah memaafkan perlakuan Utara padanya, untuk hal ini. Diluar batas kesabarannya.

Sri lepaskan cengkraman tangan kekar Utara. "Sakit" cicitnya, "tolong lepas. Saya memang terlahir di lingkungan tidak baik. Namun, bukan berarti Anda bisa menuduh saya sesuka hati. lingkungan saya memang rendah. tapi, Bukan berarti hati saya pun rendah. sebisa mungkin kami menjaga hati ini agar tetap berharga dan terhormat, dengan tidak mencaci dan menuduh satu sama lain"

SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang