12

1.5K 162 4
                                    

Gemuruh Suara hujan dan petir membuat Utara tidak bisa tidur, belum lagi selimut tipis yang ia kenakan tidak membuat tubuhnya merasa hangat.

Tubuhnya menggigil. Keringat dingin mulai bercucuran, kepalanya sudah mulai pening. Jika boleh memilih Utara akan lebih rela jika ia terluka karena tertembak daripada demam seperti ini.

Konyol. Ya, mungkin memang ia agak sedikit melenceng. Tapi sungguh Utara tidak suka dirinya jika sedang demam seperti ini.

Matanya celingukan mencari dimana keberadaan Sri, satu setengah jam yang lalu wanita itu sampai, dengan membawa beberapa obat-obatan.

Penyesalan memang selalu berada di akhir. Jika tahu akan seperti ini, Utara rela menurunkan egonya. Ia tidak tahu apa yang membuatnya sangat-sangat tidak ingin menerima apa yang Sri lakukan untuknya.

Padahal wanita itu tidak pernah sekalipun membalas perlakuan buruk dirinya. Utara kuatkan kedua kakinya yang amat tak berdaya sekedar menopang berat tubuhnya sendiri.

Ia sibakkan gordeng penghalang di ambang pintu, di sana Sri sudah tertidur lelap dengan nyenyak. Walupun hanya beralaskan kasur lantai dan selimut tipis yang menutupi tubuh kecilnya.

Seakan tidak ada kesempatan untuk angin menembus selimut tipis itu, wajahnya terlihat lelah dengan nafas yang teratur.

Seharusnya Utara yang merasa nyaman dengan tidurnya, karena beralaskan singel bad milik wanita itu. Ya, walupun jauh tak senyaman miliknya, Justru harusnya ia merasa nyaman bukan?.

Kilasan Satu setengah jam yang lalu ketika Sri mengalah tidur dikamar Almarhum sang ayah. Padahal di sana ada dua titik air hujan yang menembus atap rumah.

"Ini. Saya membeli beberapa obat, di minum dulu"

Dengan tegas Utara menolaknya. "Anda fikir Saya selemah itu?. Simpan saja, saya lihat Anda yang lebih membutuhkan" Utara lebih memfokuskan dirinya pada ponsel.

"Anda bisa tidur di kamar saya......." Belum juga selesai, Utara sudah memotong.

"Anda fikir Saya mau tidur dengan Anda?. Jangan harap!" Tatapannya penuh kebencian, "saya bukan pria hidung belang, seperti pria yang Anda ajak naik ke atas ranjang"

Sri hanya diam ketika Utara memojokkan dirinya. "Maaf. Bukan seperti itu, Saya akan tidur di kamar Bapak. Kamar saya ada bad, selimutnya juga sedikit tebal. Anda akan merasa nyaman jika tidur di sana"

Logika dan hati seakan sulit untuk bekerja sama, didalam hati yang terdalam ia tidak bermaksud untuk selalu menyudutkan wanita itu. Tapi fikirannya selalu mendominasi bahwa wanita itu memilik maksud buruk yang tersembunyi.

"Bangun. Saya demam" Utara guncang pundak wanita itu.

Tampa menunggu lama. Sri, wanita itu membuka matanya. "Kenapa?" Tanya wanita itu.

Sri mengusap mata agar penglihatannya jelas. "Saya demam" lanjut Utara.

"Sebentar. Saya ambilkan dulu obat"

Sri berjalan keluar kamar sang ayah, ia mencari-cari kantong obat yang tadi ia beli.
Untung saja di apotik tadi Sri membeli parasetamol untuk berjaga-jaga. Jika ia terkena demam setelah terguyur air hujan.

Utara melihat Sri menuangkan air dari dalam termos. Harusnya wania itu marah ketika Utara membangunkan tidurnya. Namun apa yang saat ini Utara lihat diluar dugaan.

Dengan telaten wanita itu memanaskan nasi dan menggoreng telur. Utara melihatnya dengan jelas.

Baskom berisi air hangat, satu piring nasi dan telur ceplok dan satu gelas air hangat, tak lupa satu butir obat.

SRIWhere stories live. Discover now