1. Kesepakatan kita

130K 4.3K 42
                                    

'Sebentar, setialah.'
...
2
8
2
...


"Kamu kenapa sih? Aku ga akan pernah mau ngelakuin hal serendah itu!" Bentaknya keras.

Seorang perempuan mendekatinya, menggenggam tangannya dengan erat.

"Ini demi kebaikan kita mas, kamu tau sendirikan eyang gimana? Kalo kita ga ngelakuin ini kita pasti bakalan dipaksa cerai,"

Arlan Madava Praja seorang lelaki yang kini menggeram kesal penuh amarah, jika saja yang menggenggam saat ini bukan istrinya mungkin ia sudah melemparnya sedari tadi.

"Aku ga peduli, aku ga akan ngelakuin apa yang kamu mau!" Kata Arlan penuh penekanan.

Lelaki bertubuh kekar itu melepaskan genggaman sang istri, berjalan menjauh dengan nafas tak beraturan, jelas terlihat bahwa emosinya sedang tidak stabil.

"Terus kita harus ngelakuin apa mas? Ikuti apa kata eyang? Kamu udah ga cinta sama aku? Apa karna aku ga bisa.." ia menggantung ucapannya

Arlan berbalik mendekati sang istri.

"Bukan itu maksud aku," cicitnya lemah.

Air mata jatuh ke pipi mulus istri tercinta Arlan, Vanya Praja.

"Mas, aku ga mau pisah sama kamu, aku akan lakuin apapun demi itu."

"Tapi enggak dengan cara itu sayang," kata Arlan mencoba memberi pengertian

"Cuman itu caranya mas." Sentak Vanya

"Pasti ada cara lain," kata arlan bersikukuh

"Ya, ada." Vanya menatap Arlan dalam-dalam.

"Kalo aja dalam waktu 4tahun ini aku hamil, aku ga perlu nyari perempuan yang bersedia minjemin rahimnya selama 9 bulan demi dapetin keturunan dari kamu. Kalo aku bisa hamil mungkin sejak empat tahun lalu kita udah bahagia. Kalo aku--"

Arlan menarik Vanya kedalam pelukannya membungkam omongan menyakitkan itu, menenangkan Vanya dari rasa sakitnya.

"Maafin aku mas arlan.."

Arlan hanya diam. Beberapa menit keduanya berada diposisi yang sama hingga akhirnya Vanya melepaskan pelukan itu.

Matanya yang merah membuat hati Arlan seperti tercubit.

"Maaf," cicit arlan

Vanya tersenyum tipis.

"Kamu yakin sama keputusan ini?"

Vanya mengangguk yakin. "Cuman ini caranya biar kita terus bersama, iyakan?"

Arlan menunduk, keputusan beresiko ini membuat hatinya berkecamuk.

"Mas, kamu hanya nikah sirih sama perempuan itu, setelah dia melahirkan anak kita semuanya selesai."

"Apa dia setuju?"

Vanya mengangguk. "Dia setuju dengan imbalan uang."

Arlan hanya diam, berpikir betapa bodohnya perempuan itu dan betapa bodohnya ia.

"Dia perempuan miskin mas, tapi dia baik." Arlan mengangguk pelan

"Hanya sembilan bulan, mas."

•...•

Dua orang pasutri sedang duduk disebuah kursi khusus disebuah restoran, keduanya sama-sama diam dibungkam pikiran masing-masing.

282 day [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang