Aku tau ini salah, tapi aku menikmatinya.
..
2
8
2
..Vanya berjalan tergesa-gesa menuju ruang kerja Arlan, sesekali menabrak bahu seseorang karna tidak fokus.
Brak!
"Dokumennya tolong dirapikan."
"Baik pak." Seorang karyawan segera keluar dari ruangan Arlan"Kamu udah pulang? Kok ga ngabarin aku?" Tanya Arlan seraya berjalan mendekati Vanya
Vanya menatapnya dengan sinis. "Kamu berharap apa? Aku ga pulang?"
Arlan mengerutkan keningnya merasa heran. "Kamu kenapa sayang?"
"Udah puas mesra-mesraan sama istri sirih kamu itu?" Sarkasnya membuat Arlan mengangguk paham
"Sini duduk dulu, aku jelasin semuanya." Arlan menyentuh tangan Vanya namun ia lebih dulu menepisnya dengan kasar
"Sayang, aku ga suka ada keributan dikantor, duduk selesaiin baik-baik." Tekan Arlan membuat Vanya menurut
"Aku chat kamu dari semalam tapi nayla hapus chatnya, makanya kamu ga tau!"
"Nayla hapus chatnya? Ga mungkinlah semalemkan dia sama aku, dia sama sekali ga pegang hp aku." Vanya menatap Arlan seakan tidak percaya, dia membela Nayla?
"Udah berapa malem kamu sama dia?"
Arlan diam. "Selama kamu liburan,"
Vanya berdecih. "Udah mulai nyaman atau sayang?"
Arlan menggeleng cepat. "Bukan gitu, ada kejadian yang buat aku harus jagain Nayla."
"Kejadian apa mas sampe kamu harus tidur dirumah itu? Mas, aku istri sah kamu, aku ga terima lahir batin kalo kamu tidur sama dia tanpa sepengetahuan aku!"
Mendengar sentakan Vanya, Arlan segera berdehem berusaha menetralkan emosinya yang hampir memuncak.
"Kita selesaiin dirumah." Arlan bangkit dari duduknya, namun Vanya lebih dulu mencekalnya
"Aku mau kamu ga temuin nayla," Arlan menatapnya
"Dengan alasan apapun." Lanjut Vanya
Arlan menepis tangan Vanya, "Aku ga akan ikutin kemauan kamu untuk kali ini."
"Kenapa?!"
"Nya, disana, diperut Nayla ada darah daging aku, anak aku, aku punya hak dan kewajiban penuh atas anak itu. Aku ga bisa ga ketemu nayla, karna ada anak aku disana!" Sentak Arlan
Vanya diam, perlahan mata cantiknya memerah karna air mata yang ia bendung.
"Kamu jadiin anak itu untuk alasan?"
Arlan menghela nafas kasar, buru-buru mendekat kearah Vanya. "Sayang, kamu taukan kalo aku mendambakan anak udah dari lama, aku harus mastiin Nayla aman dalam pengawasan aku."
"Karna aku ga bisa kasih kamu anak kamu jadi egois gini?" Arlan menggeleng, perlahan menghapus air mata Vanya yang menetes
"Aku bukan egois, kamu harus ngerti kalo sekarang keadaannya beda." Jawab Arlan yang jelas membuat Vanya semakin naik pitam
"Apa yang beda? Cuman karna nayla hamil kamu lebih mentingin dia? Seharusnya dari awal aku ga usah masukin jalang itu kehidup kita ya kalo akhirnya kayak gini!" Vanya bangkit dari duduknya
"Siapa yang kamu sebut jalang?"
"Nayla siapa lagi, pelan-pelan juga kamu kehasut sama rayuan dia!"
Arlan ikut bangkit, emosinya tidak bisa lagi ia tahan. "Dia bukan jalang, ga mungkin ada jalang yang rela nikah kontrak demi kebahagiaan keluarga lain, kalo kamu bisa kasih aku anak semuanya aman!"
Plak!
"Dari awal aku udah nolak kehadiran Nayla tapi kamu maksa aku, sekarang udah terlambat, anak aku udah mau lahir!" Ujar Arlan kemudian memilih pergi dari ruangannya
Vanya diam perlahan tangannya terangkat menghapus air matanya, ia segera mengeluarkan ponselnya dari tas.
'Aku mau cerita, aku ke apart kamu ya?'
...
Kadatangan Arlan membuat Nayla kehilangan oksigen, jujur ia takut, takut Arlan kecewa dan tidak mau bertemu dengannya lagi.
"Mas,-"
Namun perkiraan Nayla salah, Arlan justru langsung berhambur memeluknya seakan membagi semua beban yang ada dikepalanya.
"Gue cape." Lirihnya
"Nay buatin sirup mau?" Arlan melepaskan pelukannya kemudian mengangguk manja
Nayla melesat menuju dapur, menyiapkan sirup spesial untuk orang yang spesial.
"Nih sirupnya,"
Arlan menerimanya, segera meminumnya.
Namun Nayla masih tidak tenang, terlebih mengetahui bahwa Vanya telah tiba.
"Sini, nay." Arlan menepuk pahanya membuat Nayla mengerut keheranan
"Sini," Beo arlan membuat Nayla mendekat
Nayla duduk tepat dipaha Arlan, lelaki itu tidak banyak bicara hanya diam bersandar dibahu Nayla seraya bermain dengan perut Nayla."Gue berantem sama Vanya nay," Arlan buka suara
"Gara-gara nay, ya?"
Arlan mendongkak menatap Nayla kemudian mengangguk. "Kenapa lo hapus chat dari vanya?"
Nayla meneguk salivanya dengan susah payah ketakutannya menjadi kenyataan. "Maaf nay egois, nay cuman takut kalo mas arlan tau mbak vanya pulang mas arlan ninggalin nayla lagi, nay masih takut mas."
Arlan tersenyum kecil.
"Mas arlan marah ya? Nay minta maaf." Arlan mengangguk
"Maaf,"
"Gue marah karna lo semanja ini, tapi gengsi buat bilang." Nayla bernafas lega, setidaknya ia tidak melihat wajah ketus Arlan lagi
"Karna mas arlan berantem sama mbak vanya makanya mas arlan nemuin nay lagi?" Arlan mengangguk lagi, matanya tidak lepas menatap Nayla
"Nay jadi pelampiasan?"
"Cuman dideket lo gue ngerasa tenang."
Nayla mengangguk kecil, mengecup pipi Arlan sekilas kemudian kembali menatapnya.
Walaupun sakit mendengarnya tapi ada rasa bahagia dihati Nayla, setidaknya ia masih ada diposisi aman untuk saat ini.
"Gue sayang sama lo." Bisik Arlan sebelum bibirnya bersentuhan dengan bibir Nayla
Setelah berciuman sebentar Nayla menatap dalam Arlan.
"Sayang sama nay atau sama dede bayinya?"
~282 day~
Mungkin up 2 hari sekali, setuju?
KAMU SEDANG MEMBACA
282 day [PO]
Random"Saya hanya meminjam rahim kamu, tidak ada hak untuk kamu masuk kedalam rumah tangga saya atau bahkan membuat suami saya jatuh cinta." Seorang gadis mengangguk menyetujui persyaratan itu.