16. Rahasia dibalik luka

30.9K 1.9K 13
                                    

...
2
8
2
...



Arlan menatap Nayla yang tengah lelap dalam tidurnya, hatinya merasa sakit melihat banyak memar ditangan sang istri siri bagaimanapun ada perasaan tak tega melihat Nayla terluka.

Tangan Arlan terangkat, menggenggam tangan Nayla dengan erat kemudian mengecupnya beberapa kali.

"Lo harus sehat nay..buat gue." Gumamnya kemudian kembali mengecup tangan Nayla

Tangan satunya terangkat, mengelus perut buncit Nayla dengan senyuman kecil.

"Jagain dia ya sayang, baik-baik disana."

Nayla membuka matanya, menelisir ruangan hingga jatuh pada seseorang yang tengah menggenggamnya.

"Mas?"

Arlan mendongkak, "Kok udah bangun? Tidur lagi gapapa,"

Nayla menggeleng pelan. "Nay mau tidur dirumah."

"Kita disini dulu aja ya, sampe lo bener-bener sembuh."

"Nay kan ga sakit!"

Arlan menghela nafasnya kemudian mengangguk-ngangguk. "Gue bilang dokter fara dulu."

Arlan pergi, Nayla menatap langit-langit rumah sakit, hatinya ada perasaan tidak tenang karna sesuatu yang mengintainya semalaman.

'Ternyata dari dulu takdir kita selalu sedekat ini ya nay, atau lo emang selalu mau sedekat ini sama gue?'

Suara pintu berdecit membuat lamunan Nayla ambyar.

"Udah bangun? Saya berikan vitamin ya, nanti dirumah jangan banyak melakukan aktivitas dulu."

"Iya dokter." Nayla hendak bangkit dari baringnya, sebelum Arlan lebih dulu membantunya.

"Mau saya siapkan kursi roda?"

Nayla melirik Arlan. "Ga usah dok, saya gendong aja sampai mobil."

Dokter fara mengangguk tanpa banyak bicara.

Disepanjang perjalanan pulang Nayla hanya diam memandang jalanan, hati kecilnya menjerit ketakutan.

'Gue ga nyangka arlan mau bekasan gue,'

'Bekasan?'

'Iya lo kan bekasan gue, lo lupa?'

"Nay?"

"Ha?" Nayla menoleh kaget

Arlan menghentikan mobilnya ditepian jalan, menatap Nayla yang pucat pasi dengan penuh khawatir.

"Ada yang sakit lagi? Kita balik kerumah sakit ya?" Arlan menyentuh pipi Nayla

"Nay gapapa mas," Nayla tersenyum

Arlan menghela nafasnya kemudian menggenggam jari jemari Nayla. "Kalo ada yang sakit bilang sama gue, ya?"

Nayla mengangguk.

Arlan mencium kening Nayla, menatapnya lama kemudian tersenyum. "Kalo ada apa-apa cerita sama gue nay, gue sayang sama lo."

Nayla mematung sebentar, bahkan hingga Arlan melanjutkan perjalanan pandangan Nayla tidak lepas sedetikpun.

"Lo ngidam sesuatu?"

"Enggak."

"Ada yang lagi lo mau?"

Nayla menggeleng.

"Atau beli sesuatu gitu?"

Nayla menggeleng lagi, ia tidak perlu apapun, digenggam Arlan sudah seperti memastikan dirinya aman.

Sesampainya dirumah Arlan kembali menggendong Nayla hingga masuk kekamar, entah apa tujuannya tapi hal itu membuat kupu-kupu berterbangan diperut Nayla

"Lo kurang tidur, sekarang lo tidur aja."

"Tapi mas arlan jangan kemana-mana, ya?" Arlan mengangguk kemudian membuka sepatunya dan ikut berbaring diatas ranjang

"Gue ga akan kemana-mana." Ucapnya seraya memeluk Nayla

Ya seperti ini yang Nayla inginkan, dipeluk membuatnya merasa aman dan terlindungi.

...

Sepasang mata terbuka dari pejam yang lama, Nayla menatap sekelilingnya, tidak ada sesosok Arlan diruangan ini.

Ia bangkit, melirik ponsel lelaki itu diatas nakas kemudian tangan jahilnya mengambilnya.

notification:
My Wife ❤ : 'Jangan lupa makan ya mas, i love you.'

Nayla mendengus pelan dan kembali meletakan ponsel itu ditempatnya, ia bangkit dari duduknya, berjalan keluar dari ruangan engap ini.

"Mas arlan?"

Tidak ada jawaban.

"Mak dayu?"

Hening tak terhingga.

Nayla memilih masuk kedalam kamarnya, ia ingin menyengarkan diri dari rasa lelah hari ini.

Ting-nong

Nayla membuka matanya, jelas ia hampir tertidur di bathtub namun suara bel sukses membuyarkan semuanya.

"Sebentar mas!" Teriak Nayla kegirangan, Nayla segera memakai baju handuknya dan turun kelantai bawah dengan penuh semangat.

"Mas arlan.."

"Mas.. Arlan?" Beo seseorang diambang pintu

Nayla mematung ditempat, bibirnya terbuka sedikit dengan raut wajah pucat pasi.

"Kenapa? Kangen?" Nayla segera menutup pintu tapi orang itu lebih dulu menahannya.

"Mak!" Panggil Nayla

"Teriak aja gapapa," Lelaki itu maju mendekati Nayla, cengiran sinisnya membuat Nayla bergidik ngeri

"Berani lo maju, gue..--"

"Gue apa? Ayolah nay ga usah munafik, kita cuman berdua loh," Ucap lelaki itu sambil maju hingga berhasil menutup pintu

Nayla menoleh kesembarang arah, mencari sesuatu yang bisa ia jadikan senjata.

"Pergi dari sini!" Nayla mengangkat vas bunga kehadapan lelaki itu.

Tanpa rasa takut lelaki itu lebih dulu menarik vasnya hingga hancur.

"Berenti! Pergi dari sini jangan ganggu hidup gue lagi, TIAN!"

Ya dia Tian, teman terpercaya Arlan sekaligus seseorang yang telah menghancurkan masa depan Nayla.

"Kalo gue ga mau gimana?" Tian semakin mendekat, menepis jarak hingga Nayla sampai ke dinding.

"Lo ga usah munafik nay, gue tau lo rindu belaian gue kan?" Ucap Tian seraya membelai lembut pipi Nayla

"Lepasin gue!" Kata nayla dengan nafas tercekat.

"Pantesan aja arlan mau sama lo, tangisan jalang lo berhasil buat hasrat lelaki manapun naik."

Nayla berusaha melepaskan cekalan tangannya, namun nihil nyatanya tenaga laki-laki itu sangat kuat.

"Bayi yang lo kandung, anak arlan atau anak gue?"

"Gue ga akan pernah sudi ngandung darah daging lo!"

Bugh!

...282 days...

Maaf lama, terima kasih sudah menanti.
Happy membaca sayang ❤🙏

282 day [PO]Where stories live. Discover now