39. Terlambatnya sesal

38.4K 2.5K 157
                                    

..
2
8
2
..



"Aku mau pulang sekarang."

"Loh? Akukan mau liburan dulu dua hari aja ya?" Pinta vanya manja

"Aku harus ngurusin kerjaan disana, sayang. Kalo kamu mau liburan silahkan."

"Masa aku sendirian mas," Ujar vanya dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat

"Elah lan, temenin aja kali cuman dua hari doang!" Timpal gilang

"Gue ga bisa, kalo ga lo aja yang nemenin Vanya liburan." Vanya dan Gilang saling melirik

"Aku sama gilang?"

Arlan mengangguk cepat. "Iya gapapa kok, aku percaya sama kamu sepenuhnya lagian kamu ga mungkin ngapa-ngapain sama si bajingan ini kan?"

"Siapa yang lo sebut bajingan?" Tanya gilang sedikit sewot

"Lo, sahabat gue." Ucap arlan dengan senyuman yang sulit diartikan

Gilang menggeleng pelan di iringi kekehan renyahnya.

"Aku transfer uang liburannya nanti ya," Ucap arlan kemudian mengecup kening Vanya sebagai tanda perpisahan

"Gue titip Vanya sama bayinya." Gilang mengangguk

Arlan melesat pergi dari restoran yang tiga puluh menit ia singgahi ini, kakinya tergesa-gesa mencari taxi.

"Halo, tolong siapkan penerbangan saya, saya mau terbang sore ini juga."

Arlan tidak berbenti mengecek ponselnya walaupun ia sedang didalam pesawat, hatinya bergetar hebat ketika mengetahui sebuah fakta yang selama ini ia gubris.

Ya, arlan mendengar semuanya, semua perbincangan Vanya dan Gilang, terlepas dari rasa kecewanya batin Arlan justru langsung melesat pada Nayla, istri siri yang pagi ini ia talak.

"Mbak maaf, berapa lama lagi?" Tanya arlan keberkian kalinya

"Sebentar lagi pak, anda bisa istirahat dulu agar waktu terasa lebih singkat." Arlan kembali mengubris perkataan pramugari itu.

Yang ia inginkan saat ini hanya Nayla, hanya dia.

...

Matahari telah tenggelam beberapa jam yang lalu dan kini Arlan baru sampai didepan rumahnya.

Kakinya berlari memasuki rumahnya, menelaah setiap ruangan yang ada.

"Den?"

"Mak dayu, Nayla mana mak? Nayla!"

Arlan terus mencari Nayla dari satu ruangan keruangan lainnya

"Mak Nayla mana?" Tanya arlan lagi

"Neng nayla pergi dari rumah den," Arlan mematung ditempatnya, melirik mak dayu tak percaya kemudian berlari menuju kamar Nayla

Kamar yang bersih tanpa barang-barang Nayla, hanya ada alat-alat bayi yang sebelumnya Arlan beli.

Kaki Arlan lemas seketika, ia menjambak rambutnya karna kesal pada dirinya sendiri.

"Maafin mak den, mak udah bohong sama aden, maafin mak." Mak dayu menghampiri Arlan, berjongkok didepannya meminta ampun

"Kemana nayla pergi?"

"Mak ga tau den hiks.. Neng nay ga bilang apa-apa sama mak, maafin mak deh,"

"Vanya nyuruh mak buat bilang itu semua?" Mak dayu mengangguk pelan

Arlan menutup matanya, nafasnya memburu hebat bahkan terlihat jelas dadanya yang naik turun.

"Minta maaf sama nayla bukan sama saya!" Sarkasnya kemudian melewati mak dayu begitu saja

Arlan keluar dari rumahnya, kakinya berjalan tak tentu arah mencari Nayla.

"Nayla!" Teriak arlan disepanjang jalan yang kosong melompong

Hujan datang ikut memperkeruh suasana, Arlan sama sekali tidak beranjak dari tempatnya membiarkan dirinya terguyur derasnya hujan

"Maafin gue nay, maaf.." Lirih Arlan yang tanpa sadar meneteskan air matanya

Arlan merutuki kebodohannya sendiri, ia telah menghina Nayla, menolak kehadiran bayi yang sebentar lagi lahir dan yang paling parah adalah ia telah memutuskan pernikahannya dengan Nayla hanya karna omongan Vanya.

"Argh! NAYLA!!!"

...

"Gue udah kirim semua infonya ke lo, cari tau dia dimana kabarin gue secepatnya begitu lo dapat info."

'Oke lan.'

Arlan menghembuskan nafas panjangnya, ia kembali menoleh keluar jendela.

Semalaman ia terjaga, mencarinya lewat lewat jalur apapun dengan hati tak karuan. Arlan merasa hancur sehancur-hancurnya jika ia tau lebih awal tentang kebenarannya mungkin ia tidak akan sejauh ini membuat kesalahan.

"Lo dimana nay?" Lirihnya kemudian melirik Arloji ditangannya

Wakti menunjukan pukul 4.31 namun rasa kantuk tetap tidak ada dimata Arlan, ia hanya ingin Nayla.

"Maafin gue nay, maaf!" Geram arlan seraya mengepalkan tangannya tanda amarahnya yang tidak bisa ia kendalikan.

"AAA--!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Tangan kekarnya menjadi merah bahkan beberapa kulitnya terkelupas akibat hantaman kuat yang ia lepaskan.

"Ini ga sebanding sama apa yang nayla rasain," Gumam Arlan menatap tangannya sendiri

Arlan melangkah menuju toilet membersihkan tangannya dengan air tanpa ekspresi apapun.

"Lo bodoh lan, nerima sampah sampai rela ngebuang berlian. Lo ga pantes disebut ayah lan, lo ga pantes jadi laki-laki!" Maki Arlan pada dirinya senidiri dihadapan cermin

Bugh!
Prak

Tidak ada lagi pantulan dirinya disana, hanya ada beberapa ceceran darah yang mengalir karna hantaman Arlan.

Tanpa membersihkan lukanya Arlan membuka laci toiletnya, mengambil setumpuk tissue dengan satu tarikan hingga ia menjatuhkan sesuatu.

Arlan mengambilnya sebuah obat tablet yang hanya tersisa tiga biji, Arlan segera keluar dari toilet beralih pada laptopnya kemudian mencari tau obat itu.

..*mencegah kehamilan.*

Arlan menggeleng tak percaya, ia meremas obat itu hingga hancur kemudian melirik foto pernikahannya yang ada diatas meja.

"Perempuan ga tau diri!"

~282~
Maaf lama, happy membaca

Apa yang kalian harapkan di part selanjutnya?




282 day [PO]Where stories live. Discover now