15. Luka

33.1K 2.1K 46
                                    

'Demi kamu, aku rela terluka fisik dan batin.'

...
2
8
2
...

Gilang terus melirik Nayla dari kejauhan, atas permintaan Arlan ia harus mengawasi Nayla agar tetap aman.

"Sampe kapan kamu mau ngelirik dia terus?"

Gilang menoleh kemudian terkekeh kecil. "Entahlah, permintaan tuan muda itu selalu bikin repot."

Perempuan itu mengangguk. "Ya kadang aku juga jengkel,"

"Waktu kerasa lama banget, aku pengen cepet-cepet besok, ngabisin banyak waktu sama kamu." Kata gilang seraya menoel jail pipi lawan bicaranya

"Aku juga, tapi sekarang perintah dari tuan muda kamu itu udah ilang dari tempatnya."

Gilang menoleh kemudian menggelengkan kepalanya. "Madu kamu bener-bener ngerepotin."

Gilang segera pergi, mencari keberadaan Nayla ditengah banyaknya manusia.

"Nay.. Ups sori-sori!"

Gilang menemukannya tapi Nayla terus berlari keluar dari gedung, seolah ada yang sedang ia hindarkan.

"Nayla!" Nayla berhenti dari larinya menoleh kearah Gilang yang tengah mengatur nafasnya.

"Lo kenapa sih nay? Kayak orang kesetanan aja!" Kesal Gilang seraya berjalan menghampiri Nayla

Nayla menoleh kesegala arah. "Mas Gilang, tolong bawa nay pulang."

Gilang mengerutkan keningnya. "Kenapa nay?"

"Nay ga mau disini, nay mau pulang, tolong antar nay." Ucap Nayla dengan ketakutan

"Enggak, lo ga boleh kemana-mana dan gue ga mau anter lo pulang." Nayla menggeleng, nafasnya seperti tercekat.

"Yaudah, nay pulang sendiri!" Ucap Nayla kemudian kembali berlari

Gilang menoleh kebelakangnya, tidak ada apapun tapi Nayla seolah ketakutan.

"Gila tuh cewek!"

Gilang kembali masuk kepesta, membiarkan Nayla pergi sendiri, ia tidak peduli gadis itu selalu merepotkannya.

...

Arlan terbangun dari tidurnya karna deringan ponsel yang tiada henti, tangan kekarnya perlahan meraba nakas, mengambil ponsel kemudian menaruhnya ditelinga tanpa melihat siapa nama yang tertera.

"Hm?"

'Tuan maaf ganggu, neng nayla tuan..'

Mata Arlan terbuka sempurna, ia segera bangkit dari tidurnya, mengambil jaket, dompet dan kunci mobil kemudian pergi.

"Kamu mau kemana pagi-pagi?"

"Ada perlu sebentar, kamu?" Vanya mendekat kearah Arlan

"Aku mau liburan ya? Aku mau nenangin diri buat beberapa hari tekanan dari eyang buat aku depresi." Arlan menghela nafasnya kemudian memeluk Vanya.

"Maaf ya?"

Vanya mengangguk kecil. "Aku yang minta maaf karna ga bisa ngasih kamu keturunan."

"Tapi kamu ngasih aku kebahagiaan yang luar biasa, aku bahagia." Vanya tersenyum senang

"Jadi gapapa kalo aku liburan?" Arlan mengangguk

"Lakuin apa yang buat kamu bahagia, aku ikut bahagia."

Setelah berpamitan Arlan segera pergi menuju rumah Nayla--rumahnya.

Tanpa peduli pada dirinya sendiri Arlan melajukan mobilnya pada kecepatan diatas rata-rata.

"Mana Nayla mak?"

"Dikamarnya, mak denger neng nayla nangis tapi pintunya dikunci." Arlan bergegas lari menuju kamar Nayla

"Nay, buka pintunya." kali ini pintu benar-benar dikunci, Arlan hanya mendengar isak tangis dari dalam kamar.

"Nay? Nayla buka pintunya!" Teriak Arlan namun tetap tak ada sahutan

"Awas mak," Arlan bersiap untuk mendobrak pintu dihadapannya, kemudian tanpa hitungan menit pintu keras itu terbuka hancur oleh tubuh Arlan.

dihadapannya hanya ada Nayla yang tengah meringkuk memegangi perutnya, dengan isak tangis yang semakin kencang.

"Nay," Arlan membalikan tubuh Nayla.

Dengan rambut berantakan, mata yang bengkak juga gaun yang kotor Nayla menatap Arlan.

"Mas arlan," Nayla melebarkan tangannya, ingin memeluknya namun Arlan lebih dulu menahannya.

"Ikut gue kerumah sakit!" Sentaknya

Dengan sedikit kasar Arlan membopong tubuh Nayla menuju mobil.

"Ada apa nay? Lo nyakitin diri lo sendiri? Ada anak gue dibadan lo, sekali aja gunain otak lo bisa ga?! Jangan bertingkah, jagain anak gue!" Bentak Arlan didalam mobil

"Maaf.."

"Kalo sampe terjadi apa-apa sama anak gue, gue ga akan segan-segan hancurin hidup lo!"

Sesampainya dirumah sakit Arlan kembali menggendong Nayla.

"Saya mau ditangani sama dokter fara."

"Ba-baik pak, silahkan kesini."

Nayla kembali meneteskan air matanya melihat Arlan dengan wajah khawatirnya, Nayla takut mengecewakannya, seandainya semalam ia tidak sebodoh itu mungkin semuanya aman.

"Pak arlan, silahkan disini pak." Arlan segera merebahkan tubuh Nayla ke brankar.

"Kamu bisa keluar." Suster itu mengangguk, meninggalkan 3orang dalam ruangan yang tegang.

"Saya periksa dulu ya pak," Arlan mengangguk, matanya terus menatap Nayla penuh amarah.

"Shh.." Mendengar ringisan itu dokter fara segera memeriksa lutut Nayla, ada luka yang masih basah disana.

"Gapapa ini cuman luka luar aja," Dokter fara segera mengobatinya.

"Tapi bayi nya gapapa kan dok?"

Dokter fara tersenyum. "Bayinya aman, tidak ada masalah apapun, rahim kamu kuat melindungi bayinya."

Mendengar itu Nayla bisa bernafas lega, ia rela terluka asal keadaannya bayi Arlan aman diperutnya.

"Istirahat ya, tidur sebentar gapapa kok." Nayla mengangguk. Dokter fara mendekat kearah Arlan, duduk dikursinya.

"Saya tau apa yang pak arlan khawatirkan, tapi tenang aja semuanya aman."

"Ya, makasih dok."

Dokter fara mengangguk. "Seharusnya yang pak arlan khawatirkan adalah keadaan fisik dan mentalnya, luka-luka itu cuman luka luar,"

Dokter fara menatap lekat kearah Arlan. "Tolong perhatikan lagi dia ya pak, jangan hanya kandungannya."

~282 days~

Happy reading ❤



282 day [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang