31. Si posesif

30.8K 1.7K 41
                                    

..
2
8
2
..




"Aku ragu aja sama anak yang dia kandung, aku takut nayla ga berhubungan sama kamu doang."

Arlan menggeleng merasa aneh dengan jalan pikir Vanya.

"Makin kesini pola pikir kamu makin aneh!" Dengus arlan

"Kok aneh sih? Ya, maksud aku ragu aja." Kata vanya

Arlan menoyor kepala Vanya dengan gemas. "Masa ragu sama pilihan sendiri."

Vanya terkekeh mendengarnya.

"Mau makan apa?"

"Kamu makan sendiri aja ya? Aku mau ketemu sama temen-temen aku tapi kamu antar aku dulu," Arlan menghembuskan nafas panjangnya

"Ketemu temen lagi?"

"Iya, gengsi dong aku kalo ga ketemu mereka, gapapa ya?" Arlan mengangguk pasrah

Akhirnya Arlan menancap gas untuk mengantar Vanya bertemu dengan teman-temannya padahal jika boleh jujur Arlan ingin ditemani makan untuk saat ini.

"Aku pulang agak maleman kamu tungguin dirumah ya jangan kemana-mana." Ucap vanya setelah sampai ditempat tujuannya

"Iyaa, hati-hati ya." Vanya mengangguk memberi kecupan singkat kemudian keluar dari mobil

Arlan hanya bisa menatap punggung sang istri yang perlahan menjauh, vanya akhir-akhir ini bukan seperti Vanya yang ia kenal, terasa lebih posesif dan penuh amarah, arlan merasa heran sendiri.

Kring- Kring

Arlan melirik ponselnya, kedua alisnya bertaut melihat nama yang tertera disana.

"Kenapa nay?"

"..."

"Lo dimana sekarang?!"

"..."

"Gue kesana sekarang!" Arlan mematikan telfon kemudian kembali menancap gas.

Seseorang dibalik telfon cekikikan bahagia kemudian melirik seseorang disebelahnya.

"Dia mau kesini?" Nayla mengangguk

"Berarti udah ga akan uring-uringan lagi dong," Kata tian sambil mengusap puncak kepala Nayla

"Enggak tau deh, sebenernya kan yang kangen juga bayinya bukan nay." Tukas nayla

"Gue kasih lo tips kecil, lo harus bisa kasih arlan perhatian lebih dari yang vanya kasih, lo juga harus bersikap seolah-olah lo ngebutuhin dia, setidaknya sampai arlan bener-bener sadar kalo ada anaknya dirahim lo."

Nayla mengangguk. "Makasih tips kecilnya."

"Lusa gue kerumah ya, sekarang happy-happy sama arlan." Ujar Tian kemudian bangkit dari duduknya

"Makasih." Ucap nayla dengan senyum kecilnya

Tian mengangguk kemudian melenggang pergi dari hadapannya, Nayla tersenyum hangat ia menatap perutnya sendiri, Nayla menyadarinya perlahan orang-orang mulai mencintainya karna bayi ini.

"Makasih sayang, ibu bahagia." Gumam Nayla

"Nay!" Nayla mendongkak menatap Arlan yang berdiri didepannya

"Lo gapapa? Kenapa keluyuran sendiri sih?" Omel Arlan seraya berlutut didepan Nayla.

"Nay bingung harus keluyuran sama siapa."

"Kan ada mak dayu,"

"Mak dayu lagi sakit." Arlan menghela nafasnya.

Ia menelisir wajah Nayla yang terlihat sangat cantik begitupun perut Nayla yang terlihat semakin membesar.

"Nay cuman mau minta anter pulang, nay takut ada yang ngikutin nay kayak tadi." Alibinya dengan tatapan lirih

Arlan mengangguk pelan. "Ayo pulang."

"Mbak vanya ga marahkan?"

"Ga usah dipikirin." Arlan bangkit, menggenggam tangan Nayla menuntunnya hingga masuk kemobil.

Nayla merindukannya, merindukan wangi soft arlan yang telah lama tidak ia hirup.

"Lo tambah gemuk kayaknya," Ucap arlan disela-sela keheningan

"Iya nafsu makan nay nambah, kadang tengah malem juga nay makan." Jawab nayla

"Tengah malem?"

"Iya mas, padahal nay lagi ngantuk banget tapi laper ngalahin semuanya." Arlan terkekeh pelan mendengarnya.

"Ohya? Nay pinjem tangan mas deh,"

"Buat apa?"

"Pinjem sebentar!" Arlan menyerahkan tangan kirinya.

Nayla segera mengarahkannya pada perut besarnya, mencari titik dimana bayinya berada kemudian membiarkan Arlan merasakan sesuatu.

"Nay!" Arlan menatap Nayla dengan tidak percaya

Melihat tatapan Arlan membuat Nayla tertawa. "Sekarang gerak-geraknya kerasa banget mas,"

Arlan tertawa renyah kemudian kembali mengusap perut Nayla, mencari titik dimana ia bisa merasakan tendangan kecil dari bayinya.

Nayla hanya bisa senyum-senyum sendiri disepanjang perjalanan, ia menikmatinya, nyatanya seenak ini diberi kenyamanan oleh suami orang.

"Mas udah makan siang?"

"Belum."

"Mau makan siang dulu?" Arlan melirik rumah didepannya dengan perasaan bimbang.

'Tolong jangan buat aku kecewa lagi.'

"Enggak gue makan dikantor aja." Tolak arlan dengan senyuman tipisnya.

"Oh yaudah gapapa," Nayla tersenyum pedih

"Tapi kalo ngeteh doang, boleh?" Perlahan senyuman nayla berganti, ia segera mengangguk semangat.

...

"Ahhh~"

Gilang melepaskannya, ia menyeka keringatnya kemudian memberi kecupan singkat dibibir Vanya setelah itu ia menarik celana pendek dan memakainya kembali.

"Arlan ga akan curiga kan?" Vanya menghampiri Gilang yang baru saja menjatuhkan bokongnya di single sofa

"Jangan sebut nama dia lah, lagian dia ga akan tau." Ujar Vanya kemudian merebut rokok ditangan Gilang bergantian menghisapnya.

"Uek!" Vanya melemparkan rokoknya kesembarang arah kemudian berlari menuju kamar mandi

"Uek! Uek!"

Mendengar vanya yang muntah-muntah membuat Gilang menghampirinya. "Kenapa?"

"Bau rokoknya bikin enek," Ujar Vanya kembali memuntahkan cairan benung dari mulutnya

Gilang menghembuskan nafasnya sendiri ketelapak tangan. "Mulut aku ga bau ah, kamu masuk angin kali!"

Vanya menggeleng pelan. "Ga tau, enek banget rasanya sumpah deh!"

"Pasti masuk angin!" Ujar gilang yakin

"Mau pilek kalo ya? Aku sensitif banget akhir-akhir ini, nyium apapun bikin enek."

"Tapi udah datang bulan kan?"

~282 day~
Happy malam minggu lagiiii, kalo dirasa-rasa setiap malem sama aja si wkwk

How about this story???





282 day [PO]Where stories live. Discover now