14. SONITUS

882 122 8
                                    

Kedatangan keempat kesatria dari Zeros itu disambut oleh hawa seram dan menegangkan. Itu wajar karena mereka tiba di hutan. Siapa yang tidak kenal udara di hutan? Yang orang lain pikiran tentang hutan pastilah sesuatu yang sepi serta menyeramkan. Hutan Sonitus juga tidak ada bedanya dengan hutan lain.

Suasananya memang tidak berbeda, tetapi pohon-pohonnya yang beda. Bentuk-bentuk pohon itu tidak satu jenis, tetapi bervariasi. Bentuk yang paling aneh yaitu pohon dengan bentuk batang membulat. Sihingga menciptakan lubang besar di tengah. Seperti donat. Ada yang lebih aneh lagi, pohon yang batangnya seperti ketupat. Sepertinya satu jenis dengan pohon berbatang donat, hanya saja bentuk lubangnya beda.

Selain itu, ada juga pohon yang batangnya condong ke depan. Seperti membentuk boomerang. Hanya ada beberapa pohon yang bentuknya normal atau seperti pohon pada umumnya.

Ada satu kesialan yang menimpa mereka berempat. Yaitu, mereka sampai di hutan Sonitus tepat saat matahari terbenam. Atmosfer yang menyeramkan tambah mencekam. Sudah gelap, dingin, lengang pula. Cahaya bulan terbalut mega hitam nan tebal, jadi penampakannya tidak terlihat.

Makin dalam mereka menembus hutan, makin merinding pula dibuatnya. Valerio memberi instruksi untuk memelankan laju kuda. Kemudian mereka berempat melaju sejajar. Tidak ada lagi yang di belakang atau di depan. Valerio memotong dua buah dahan dari pohon kerdil dengan tangannya yang kuat.

"Henrick, nyalakan obor," perintah Valerio.

Hendrick mengangguk. Ia menerima uluran dahan tersebut dan segera mengeluarkan api dari tangannya.

Wuz!

Dua buah obor tercipta dalam satu detik saja. Berkat obor yang diciptakan Henrick, kesan seram di hutan ini berkurang.

"Kita melaju bersama-sama. Jangan ada yang mendahului langkah." Valerio memberi instruksi.

"Baiklah," jawab mereka serentak.

Stella memegang obor yang semula berada di tangan Henrick. Membiarkan adiknya fokus mengendali kuda. Sedangkan obor satunya berada di tangan Valerio.

Posisi saat ini, Valerio berada di samping kanan, Valerie berada di tengah, Henrick dan Stella berada di sisi kiri.

"Saat di puncak, aku pergi ke hutan gelap untuk menghindari tatapan heran teman-temanku karena aku akan bersinar. Di tengah hutan, aku menuruni sebuah tangga pendek. Tapi saat memasuki area itu, suasananya seperti lain. Aku merasa berada di alam lain," ujar Stella sengaja memulai obrolan untuk memecah kelengangan.

"Tangga itu gerbang awal untuk memasuki dunia ini, dan jurang Fhal merupakan portalnya," jawab Valerie.

"Oh, pantas saja hawanya—"

Bzzzz! Bzzzzz! Bzzzz!

Telinga mereka tiba-tiba menangkap suatu bunyi.

"Kalian dengar itu?" Stella bertanya.

Bzzzzz! Bzzzz! Bzzzz! Suara itu terdengar lagi. Namun lebih jelas.

"Iya, aku dengar! Itu suara pasukan lebah, Stella."

"Ssstt, fokus saja melaju!" titah Valerio.

Valerio bermaksud agar teman-temannya tidak goyah hanya karena mendengar suara lebah.

ZZZZZZRRRRTTTT! ZZZZZRRTTTT!

Pasukan lebah itu kini menampakkan dirinya. Jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Ukurannya tidak seperti lebah pada umumnya yang kecil. Namun, lebah-lebah ini sebesar buah duku.

"LARI!!"

Begitu mendengar instruksi Valerio, mereka semua berlari terbirit-birit untuk menghindari serangan lebah. Lebah-lebah itu mengejar dengan kecepatan yang hampir melampaui laju kuda. Gelora kemarahan lebah-lebah itu tidak bisa dibendung. Mungkin penyebabnya ada orang asing yang memasuki kawasan habitat mereka.

STELLA || The Future Holder of Zeros [✔]Where stories live. Discover now