18. JANGAN SEPERTI DIA

737 121 6
                                    

Gemeletuk perapian dan udara hangatnya yang menebar berhasil meminimalisasi suasana yang kelewat sejuk. Mantel yang Stella dan yang lainnya gunakan terasa mengering setelah basah karena dilempari bola-bola salju. Nasib baik, Zeva—kasir yang menyelamatkannya—datang pada waktu yang tepat. Wanita berusia 24 itu memberikan tumpangan rumah hangat.

Nasib baik ada orang berbudi baik yang ingin menolong dan menjelaskan asal-usul mereka. Kalau tidak, mungkin mereka berempat akan menjadi buronan masal.

"Dia, memang disukai semua orang di desa ini," tutur Zeva.

"Siapa? Noellie?" Henrick memastikan.

"Ya. Wajah cantiknya bisa mengelabui pikiran orang-orang, terutama para pria. Membuat perilakunya menjadi angkuh dan merasa berkuasa di atas segalanya."

Memang benar kenyataannya, yang cantik tidak selalu baik.

Namun, yang baik sudah pasti cantik.

"Pernah suatu hari aku hampir kehilangan pekerjaanku hanya karena tidak sengaja menumpahkan teh hijau pesanannya. Semua orang di kafe menyalahkanku dan menuntut atasanku agar aku dipecat. Untungnya, atasanku bersikap bijak dan memaafkan kesalahanku. Dengan syarat, aku harus bertanggung jawab membuat Noellie tidak marah lagi. Aku memakai uang tabunganku untuk membelikan Noellie baju yang baru. Hanya itu satu-satunya menyenangkan wanita itu. Permintaan maaf saja tidak cukup."

"Kejam sekali ... sebaiknya kamu tidak perlu berurusan dengan Noellie lagi, Zeva," saran Valerie.

"Tidak apa-apa, yang penting aku tidak kehilangan pekerjaanku. Akan gawat jika aku tidak punya pekerjaan di tengah hidup sebatang kara."

Bisa dibayangkan betapa rumitnya kehidupan wanita yang tidak memiliki wajah paripurna di sini. Pasti akan dikucilkan, dihina, dan ditindas. Tujuan arah pandangan mereka hanya Noellie. Jika ada wanita yang berurusan dengan Noellie sekalipun Noellie bersalah, maka yang kena imbasnya akan tetap si wanita itu.

Miris sekali wanita yang mengesampingkan sikap terpuji demi julukan "Si Cantik".

Mungkin karena pemikiran wanita zaman sekarang kalau tidak cantik, tidak dihargai. Padahal, kita tidak perlu cantik untuk meningkatkan kualitas diri. Juga kita tidak perlu penilaian orang-orang bila ingin menjadi diri sendiri. Jika mempercantik diri hanya demi mendapat perhatian orang-orang, maka hidupmu untuk siapa? Untuk sendiri atau untuk banyak orang?

Biarlah orang-orang tersesat dengan pemikirannya sendiri. Kita harus punya arah pikiran yang pasti supaya tidak ikut tersesat.

---oOo---

Malam hari, Henrick dan Valerie pamit untuk berbelanja makanan. Zeva memberikan uang kepada mereka tadi. Namun, Henrick dan Valerie tidak menerima begitu saja. Mereka menukarkannya dengan dua puluh keping koin Zeros. Tentu saja jumlahnya berlipat-lipat lebih besar.

Sambil menunggu Henrick dan Valerie pulang, Stella duduk di kursi kayu halaman rumah Zeva sambil menikmati salju. Kapan lagi menikmati salju di daerah musim dingin sepanjang waktu?

"Aku salut dengan tingkahmu tadi sore," ucap seseorang.

Valerio datang dari dalam rumah. Ia dengan mantel cokelat, sarung tangan, dan syal putihnya menghampiri Stella yang termenung menatap butiran salju.

"Tingkah yang mana?"

"Berbicara lantang kepada wanita tadi."

"Maksudmu, Noellie?" Stella memastikan.

"Ya, siapa lagi?"

Benar, kan, kata Valerio tempo waktu? Stella itu gadis cerewet dan pembangkang. Namun, dengan sifatnya itu kali ini menyelamatkan Valerio, bukan mengusik telinganya.

"Duduk di luar dengan salju yang menaburkan udara dingin tanpa sarung tangan atau syal, kamu kuat?"

Stella menggeleng pelan, "Sebenarnya tidak. Namun, aku hanya punya mantel. Tidak membawa syal ataupun sarung tangan."

Sikap Valerio seperti suasana hati, mudah berubah-ubah. Kadang sedingin es batu, kadang pula sehangat mantel bulu. Akhir-akhir ini, Stella seperti merasa lebih dekat dengan Valerio. Namun, ia tidak mau berpikiran yang aneh-aneh tentang kedekatannya dengan pria itu. Itu wajar, kan, karena mereka adalah mitra?

Netra Valerio menangkap seorang wanita berjaket biru dari arah lima belas meter. Wanita itu sedang menatap ke arahnya dan Stella, mungkin sedari tadi tanpa disadari. Meskipun dari jauh, Valerio bisa menciduk ekspresi wanita itu. Dia, Noellie. Terlihat cemberut seperti sedang cemburu.

"Kau lihat dia?"

Stella ikut melihat arah pandang Valerio sekilas. "Noellie? Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin kau ataupun orang-orang terdekatku menjadi seperti dia. Jangan tergiur dengan pujian para pria, itu bisa saja membahayakanmu nanti. Jadilah wanita mahal yang tak bisa sembarangan disentuh pria. Yang paling penting, jangan pertaruhkan kehormatan dirimu hanya demi validasi orang-orang mengenai kecantikanmu." Valerio memberikan nasihat.

"Tentu saja." Stella menerima nasihat Valerio. Pria itu sudah seperti kakaknya.

"Ayo kita masuk. Udara semakin dingin. Mantelmu tidak cukup tebal, nanti kau kedinginan."

Stella mengangguk. Ia juga merasa tidak nyaman diperhatikan Noellie.

Dari jarak lima belas meter, Noellie menatap mereka dengan tatapan kebencian. Apakah ini alasan pria itu menolaknya? Karena dia sudah punya kekasih?

Noellie memang memiliki kuasa untuk memikat para pria, tetapi tidak memiliki daya untuk merebut seorang pria yang sudah mencintai wanita lain. Baru kali ini ia gagal memikat seorang pria dengan afsunnya.

*************************************

Vote dong, hehe 🥰
Kolom komentar ramein juga

See you on next chapter!

STELLA || The Future Holder of Zeros [✔]Where stories live. Discover now