20. PULAU PARA PERI

735 122 4
                                    

Bruk!

Stella ambruk begitu menyelesaikan jatah mendayungnya. Tenaganya benar-benar terkuras habis. Tidak tersisihkan waktu untuk makan karena terlalu fokus mendayung. Waktu istirahatnya juga dipakai tidur.

"Jangan menyerah, Stella! Ini belum seberapa!" Stella menyemangati dirinya sendiri.

"Kamu tidak apa-apa, Stella?"

Valerie risau melihat kondisi Stella yang miris. Mukanya pucat pasi seperti mayat hidup. Ia tahu sahabatnya tidak menyempatkan waktu untuk mengisi nutrisi perutnya. Mungkin karena terlalu lelah, jadi Stella putuskan tidur saja.

"Aku tidak apa-apa, hanya lelah sedikit," bohong Stella. Sebenarnya ia sangat lemas. Ia memejamkan mata, hendak tidur.

"Makanlah walau hanya sesuap, Kak. Perjalanan kita masih panjang."

Dalam hati ia meronta, "Sampai kapan?" Namun, ia hanya menggubris dengan anggukan. Ini sudah pukul dua dini hari, sudah sekitar dua puluh jam mereka terjebak di tengah laut. Apakah masih jauh? Stella tidak bisa diberi jeda istirahat hanya dalam dua jam sekali.

"Makanlah." Ada tangan kekar yang menyodorkan sebungkus roti. Siapa lagi kalau bukan Valerio.

"Aku mohon, Stella, makanlah. Tenagamu tidak akan terisi bila kamu hanya tidur. Kamu butuh asupan dan energi yang baik sebelum kembali mendayung," pinta Valerie.

Semua orang mengkhawatirkan Stella. Bisa-bisanya ia menepis perhatian dari mereka. Namun, Stella bukannya tidak ingin makan. Justru, ia sangat ingin memanjakan perutnya. Keterbatasan waktu dan kondisi membuat Stella terlalu fokus dengan satu aktivitas, membuatnya lupa makan. Ia tidak kuat makan dan hanya ingin tidur.

"Valerie, bantu Stella dulu," perintah Valerio. Valerie mengangguk.

"Ayo." Valerie mengerti jika Stella tidak kuat duduk. Maka dari itu ia memutuskan untuk membantu Stella bangkit. Valerie mendekap badan lemas sahabatnya yang dingin dilumuri udara dini hari laut.

Sementara Valerie mengurus Stella, Henrick dan Valerio lanjut mendayung.

"Tanganku mati rasa, Valerie." Kali ini, Stella tidak mau berpura-pura kuat lagi.

Rintihan itu membuyarkan fokus Valerio. Keadaan Stella benar-benar nahas seperti orang yang telah disandera. Valerio terenyuh. Lantunan doa terucap dalam hati supaya mitranya cepat membaik.

"Dasar gadis cerewet! Kau berhasil membuatku khawatir."

Urat-urat di tangan Stella terasa kaku. Bergerak beberapa senti saja terasa keram. Ya, Stella yang paling lemah untuk saat ini. Lain dengan Valerio dan Henrick yang terlahir sebagai laki-laki kuat. Juga Valerie, yang bisa menyembuhkan keram di tangannya dengan teknik penyembuhan.

Tidak ada cara lain bagi Valerie untuk mendorong Stella makan, yakni dengan menyuapinya. Dibukakannya plastik roti itu kemudian mendekatkannya ke mulut Stella.

"Ayo, makanlah," titah Valerie. Ia menatap lekat gadis berwajah pucat itu.

Stella membuka mulutnya, menerima sodoran roti dari Valerie. Sedangkan, Valerio yang sedang mendayung merasa lega karena akhirnya Stella mau makan.

Ada perasaan aneh yang tiba-tiba hinggap di hati Valerio. Yaitu, ia merasa rapuh melihat Stella seperti ini. Gadis yang biasanya cerewet, berbicara dengan lantang dan nyaring, kini bersuara parau dan pelan.

"Kak, mau bertukar? Seharusnya ini jatahku mendayung. Nanti kau lelah," ujar Valerie.

Valerio mengangguk. Ia sepertinya tak bisa melanjutkan mendayung karena susah fokus akibat terlampau mengkhawatirkan Stella.

STELLA || The Future Holder of Zeros [✔]Where stories live. Discover now