31. CERMIN BERJALAN

661 108 4
                                    

Balon udara mendarat di tepi telaga, tepatnya di belahan timur Pulau Mirip. Matahari masih belum terbit, mungkin sekitar dua jam lagi. Tidak ada seorangpun di sini selain keempat kesatria itu.

"Haahh...." Stella mendesahkan napas begitu ia duduk di bawah pohon rindang. Gadis itu terlihat sangat lelah.

Tidak ada segelintir rasa semangat. Padahal, pulau ini merupakan pulau terakhir yang akan mereka huni sebelum tiba di Pulau Silentium. Misi mereka tak lama lagi selesai, tetapi tetap saja tidak terbebas dari penat.

"Perjalanan ini menuai misteri," ungkap Valerie.

Henrick menoleh bingung, "Maksudmu?"

"Ya ... kau tau ... kekuatanku yang kadang berfungsi kadang tidak, Arvie yang tiba-tiba bangun, seorang monster berkedok pria tampan tiba-tiba mengincar Stella."

Ya, benar. Misteri-misteri itu belum terkuak. Semua misteri itu bahkan masih larut dalam pikiran mereka.

"Aku ingat perkataan monster itu. Katanya, kita akan menemukan jawabannya nanti jika kita masih hidup."

Valerie mengangguk, ia juga mengingat itu. "Kita tunggu saja nanti."

Sementara Henrick dan Valerie sedang berbincang, Stella dan Valerio hanya bergeming memandangi udara kosong. Kesenduan tampaknya masih bebercak.

"Kamu tidak tidur seharian ini, Stella?" tanya Valerio. Bukti kantung mata yang menghitam itu makin mengentarakan bahwa gadis itu tidak tidur atau kurang tidur.

"Aku tidak bisa tidur jika banyak pikiran yang menggumpal di otakku."

Bukan perkara mudah bagi Stella untuk melupakan insiden buruk kemarin. Untuk orang awam yang baru berlenggak-lenggok di dunia aneh ini, mengalami hal tersebut akan memuat beban pikiran yang dahsyat. Mau sehebat apa kekuatan Stella dan mau seistimewa apa titisannya, wanita tetaplah wanita. Dia akan lebih banyak merasa dan perasaan-perasaan itu akan menjadi beban benak tersendiri.

"Lupakan kejadian yang sudah berlalu, Stella. Jika kamu terus terikat dengan masa lalu, kakimu akan terkunci saat kamu melangkah ke masa depan."

"Benar apa yang dikatakan Valerio, Kak. Perjalanan kita mungkin berakhir sebentar lagi, tetapi sekarang baru memasuki pertempuran yang sebenarnya. Melawan Ratu Sinorifada bukanlah hal yang mudah. Mungkin aku, Valerio, dan Valerie akan langsung tumbang dalam sekali serangan. Jangankan kami, raja-raja terdahulu saja gugur saat melawannya. Tapi dirimu sudah digarisbawahi untuk bertempur dengannya. Dirimu yang dianggap paling mampu, dan hanya dirimu. Maka dari itu, bangkitlah. Dedikasikan semua ini untuk rakyatmu, juga Ayah dan Ibu."

Valerie bangkit dari duduknya. Ia memutuskan untuk duduk di dekat Stella.

"Jangan khawatir, Stella. Kami semua ada bersamamu. Kami akan mengiringimu sampai akhir. Kami juga akan menepati janji bahwa kita akan pulang dalam keadaan lengkap."

Setelah itu, Valerie dan kedua kesatria laki-laki itu berdiri. Kemudian, mereka semua saling merangkul, memberi dukungan penuh kepada gadis itu. Posisinya Valerie paling kiri, lalu Stella, Henrick, dan terakhir Valerio. Mereka saling menguatkan. Mungkin jika kisah persahabatan mereka dibuat film akan banyak orang yang iri dan terharu.

Hati Stella tentu saja tersentuh. Benar kata para mitranya, ia harus kuat. Lihatlah, rangkulan mereka melambangkan harapan seluruh rakyat Zeros yang ingin hidup sejahtera. Seruan dan dukungan dari rakyat Zeros berhasil sampai di telinga Stell lewat ketiga mitranya.

"Aku berjanji akan menyelamatkan Zeros dan kalian semua. Akan kupastikan kedamaian Zeros direnggut kembali."

---oOo---

STELLA || The Future Holder of Zeros [✔]Where stories live. Discover now