Part 02

3.1K 339 45
                                    

Gelas wine ditangan sudah kosong, disesapnya hingga habis. Tapi minuman itu tak membuat pikiran Daren lebih relaks. Calista berhasil membayanginya kembali seperti dimasa lalu. Tak munafik, ia memang merindukan wanita itu. Bahkan mesti setiap malam ia selalu ditemani tidur dengan wanita berbeda, tak dapat mengobati kerinduannya pada Calista.

Sial!

Calista harus membayar hal ini. Ia berjanji akan membuat wanita itu menyesal telah kembali hadir dikehidupannya. Sekalipun itu tidak disengaja, tapi jangan salahkan Daren jika ia tidak bisa melepaskan wanita itu lagi.

Tanpa sadar, jemarinya meremas gelas di tangan dengan kencang saat sengatan rasa sakit menikam dadanya-begitu kenangan menyakitkan tentang kebersamaannya dengan Calista hadir diingatan. Ya, memang sesakit itu rasanya, bahkan saat tetes demi tetes darah muncul disela-sela jemarinya lantaran gelas yang berhasil ia remukkan, ia tidak merasakan kesakitan sama sekali. Seolah tidak ada yang lebih menyakitkan baginya selain kenangannya bersama Calista.

Blakk....

Tiba-tiba pintu kamar hotel terbuka, disusul oleh kehadiran Adrian Mangkuraja-papa Daren.

"Apakah tidur dikamar hotel lebih menyenangkan untukmu dibanding pulang ke rumah sendiri?" sindir Adrian pada putra bungsunya.

Daren berusaha terlihat santai, setidaknya ia tidak akan bertanya dari mana papanya tahu keberadaannya. Toh ini memang hotel keluarga mereka, jadi bukan hal sulit bagi sang papa untuk mencarinya. Satu hal yang Daren syukuri, sang papa tidak sempat bertemu Calista disini. Jadi tak ada kesempatan bagi papanya untuk berpikir macam-macam perihal keberadaan wanita itu.

"Setidaknya disini, tidurku tidak sendirian." Senyuman miring terukir dibibirnya. Telapak tangannya yang terluka sebisa mungkin ia sembunyikan di belakang tubuhnya.

Adrian tertegun, menatap putranya itu dengan miris. "Kalau begitu kenapa kamu tidak terima saja perjodohan yang papa rencanakan untukmu?"

Daren menghela napas. "Makanya Papa pilih-pilih kalau mau menjodohkan anaknya. Masa aku dijodohkan dengan mantannya Alvez, yang bener aja Pa."

"Papa pikir mereka hanya masa lalu, tidak tahu kalau ternyata ada seorang putra diantara mereka."

Daren tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan perlahan. "Jadi, sekarang putri dari keluarga mana lagi yang mau Papa dan Mama jodohkan denganku? Kalau nggak bisa puasin aku diranjang, aku nggak mau ya, Pa."

Adrian melipat kedua lengannya, menatap Daren dengan wajah seriusnya. "Pernikahan itu bukan hanya soal ranjang, Daren. Ada banyak hal yang harus kamu pikirkan kedepannya."

"Ya ya ya, aku tahu. Lagian aku hanya becanda." Daren mengedipkan sebelah matanya sebelum berjalan ke arah meja untuk menuangkan wine kembali ke gelasnya.

Tepat ketika jemari Daren menyentuh botol wine, disaat itulah Adrian menemukan jejak-jejak darah yang terdapat ditangan putranya.

"Apa yang terjadi dengan tanganmu?" tanya Adrian seraya menarik lengan Daren, memeriksanya agar lebih jelas.

Tak menunggu lama, Daren langsung menarik lengannya sebelum berpaling. "Biasa Pa hanya kecelakaan kecil, lagipula ini bukan luka serius."

"Kecelakaan?" Adrian jelas tidak percaya, tapi ia menyadari putranya kini sudah berusia tiga puluh satu tahun. Daren bukan lagi putranya yang dulu-yang mana akan selalu mengadu padanya untuk setiap permasalahan yang ia hadapi disekolah. "Baiklah, kamu pulanglah nanti malam. Papa akan mengenalkanmu dengan putri dari rekan bisnis papa."

"Aku tidak janji, Pa," sahut Daren santai sembari menuangkan wine.

"Kalau gitu, bersiaplah namamu ku coret dari daftar kartu keluarga."

Calista (My You)Where stories live. Discover now