Part 20

3K 384 56
                                    

"Tadaaa ... steaknya sudah jadi," seru Zain sebelum meletakkan piring berisi steak daging di hadapan Daren.

Meski senyuman di wajah Daren terlihat kaku, tapi pria itu benar-benar merasa senang. Senang bercampur haru hingga tidak dapat berkata-kata. Yang dilakukannya hanyalah menatap makanan itu dengan sepasang netranya yang memanas.

"Ayo Om dimakan, semoga Om suka dengan rasanya," ucap Zain dengan ceria. Ia tidak menyadari jika perlakuannya berhasil membuat Daren disergap kesedihan.

Daren menatap anak itu sebelum mengulurkan jemarinya untuk menyentuh. "Apapun yang kau buatkan Om pasti suka," ucapnya seraya mengusap kepala Zain.

Sedetik kemudian Zain langsung merubah mimik wajahnya, ia menunduk dan nampak menyesal. "Tapi sebenarnya steak itu Mama yang buat, steak Zain soalnya gosong."

Daren tertegun, sesaat berikutnya ia menoleh kearah Calista yang sejak memasuki ruangan hanya menjadi pemerhati. Mereka berpandangan dalam diam sebelum Daren memalingkan wajahnya untuk kembali menatap Zain. "Tidak apa-apa, setidaknya niatmu membuatkan Om makanan itu sudah cukup membuat Om senang."

Zain tersenyum senang, menunduk sebentar sebelum mengalungkan lengannya dileher Daren. "Terimakasih Om, Zain sayang sekali sama Om." Tidak lupa ia pun menyematkan kecupannya di pipi pria itu.

Tubuh Daren seketika menegang, padahal ini bukan kali pertama bocah itu memeluknya tapi mengapa efek yang ditimbulkannya selalu sama?

Ia mengerjap hanya untuk mendapati Calista yang diam-diam menyusut air matanya. Mengapa tiap kali melihat interaksinya dengan Zain, Calista selalu terlihat sedih? Apakah wanita itu terharu melihat perubahan sikapnya pada anak itu?

***

Malam ini Daren menyelesaikan pekerjaannya di ruangan kerjanya. Setelah memakan steak tadi siang, Daren memutuskan untuk tidak kembali ke kantor. Dengan terpaksa ia harus membawa pekerjaannya kerumah mengingat masih banyak berkas yang harus ia periksa dan ia bubuhi tanda tangan.

Suara ketukan pintu membuatnya terkesiap, ia mengernyit saat memikirkan siapa yang datang.

"Masuk!" gumamnya dengan tatapan datar terhunus kearah pintu yang perlahan mulai terbuka.

"Aku ingin mengantarkan kopi untukmu," ucap Calista begitu memasuki ruangan.

Daren memberikan tatapan tidak terbacanya pada wanita itu sebelum memutuskan untuk kembali fokus pada berkas-berkas di hadapannya.

"Kau tidak perlu melakukan ini," gumamnya tanpa mengangkat pandangan pada Calista yang baru saja menaruh gelas kopi di mejanya.

Calista tertohok, tapi ia mengabaikan kata-kata itu. Ia hanya ingin membuatkan minuman untuk pria itu sebagai rasa terimakasihnya karena ia sudah mau bersikap baik pada Zain dan bahkan menemaninya bermain seharian ini.

"Anggap saja itu adalah rasa terimakasihku padamu, kau sudah membuat putraku senang hari ini." Calista mulai menghelakan langkahnya.

"Aku melakukan itu karena aku memang menyukainya, bukan untuk membuatmu terkesan," sahut Daren dengan tajam.

Calista tercenung, ucapan pria itu nyatanya tidak membuat ia tersinggung tapi justru membuatnya merasa senang. "Aku tahu," balasnya dengan mengulum senyum.

Tanpa kata, Calista kembali melangkah. Ia sudah menarik handle pintu ketika tubuhnya dibalik dengan paksa. Dan sebelum ia menyadari apa yang terjadi, tubuhnya sudah berada dalam pelukan Daren.

"Daren...."

"Bulan depan adalah jadwal pernikahanku, sebelum hari itu tiba bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Daren dengan suara barithonnya yang terdengar berat.

Calista (My You)Where stories live. Discover now